Wednesday, April 8, 2009

Telaga Senja (6)


" Shania Twain - Don't!"
Don't... don't you wish we tried? /Do you feel what I feel inside? /You know our love is stronger than pride... oh /No don't... don't let your anger grow /Just tell me what you need me to know / Please talk to me, don't close the door Hmmm, 'cause I wanna hear you /I wanna be near you
***)
Don't fight, don't argue /Give me the chance to say that I'm sorry /Just let me love you /Don't turn me away /Don't tell me to go /Don't!... Don't give up on trust /Don't give up on me, on us /If we could just hold on long enough / Hmmm, we can do it /We'll get through it

Don't fight, don't argue /Just give me the chance to say that I'm sorry /Just let me love you /Don't turn me away, don't tell me to go

Don't pretend that it's okay /Things won't get better that way /Don't do something you might regret someday... /Don't!
Don't give up on me Hmm, Don't! / (We can do it) We'll get through it

Don't fight, don't argue /Just give me the chance to say that I'm sorry /Just let me love you / Don't turn me away, don't tell me to go
back to ****)

============
Nggak ! Abang bohong, abang lagi mabuk. Tan Zung dengan siapa?” tanyanya dengan suara histeris.
“ Aku bersama adik, dirumah.”
“ Di rumah ? Kenapa pakai operator? tanyanya masih dengan suara marah dan terisak.
==============

AKU berusaha meyakinkan dirinya, bahwa aku dirumah bersama dengan adik namun Magda nggak percaya.
“ Abang kembali saja ke Medan atau aku jemput!”
“ Iya,besok aku mau pulang, malam ini aku mau nginap dulu,” jawabku.
“ Bangng..abang nginap dimana? Abang dengan perempuan iya,?” jeritnya.

“ Iya aku sedang mabuk. Kalau Magda terus menangis aku akan terus minum dan teler lagi, biar Magda puas.!” ancamku. Suara tangisnya mulai reda mendengar ancamanku.
“ Kenapa seminggu ini abang nggak pernah telepon Magda.?”
“ Aku sungkan meminjam telephon di tempat kostku.”

“ Abang ke kantor telkom saja. Abang sudah terima suratku?” tanyanya
“ Belum.!”
“ Abang bohong lagi, mestinya sudah sampai, aku buat tercatat kok.”
‘ Oh..satu hari ini aku belum pulang kerumah,” jawabku

Magda segera menutupkan telephonnya setelah mendengar jawabanku. Ugh...aku menyesal kenapa aku harus menelephonnya ketika sedang teler.?
Tampaknya Sonya kelelahan, dia ketiduran menunggu percakapanku dengan Magda selesai, sementara aku hampir ”siuman” dari teler setelah mendengar Magda marah-marah. Sukar memejamkan mata, gelisah, setelah Magda memutuskan percakapan kami dengan tiba-tiba.

***
Pagi hari, Sonya membangunkanku, mengajak pulang. Aku heran darimana Sonya tahu alamatku, tapi aku enggan menanyakannya. Sonya masih bersedia menemaniku ketika diajak breakfast sebelum pulang. Sepanjang percakapan kami saat breakfast, aku memberi kesimpulan sementara, dia perempuan yang tak perlu ditakuti sebagai seorang penipu. Namun tidak banyak keterangan yang dapat aku peroleh seputar pribadinya. Dia menolak, ketika aku menanyakan kenapa dia bekerja sebagai pramuria malam.
“ Itu urusan pribadi.” jawabnya. <>Segera aku minta maaf ketika menyadari aku telah masuk pada wilayah privacy.
“ Tidak perlu minta maaf, nanti ada waktunya aku memberitahukan pada abang, “ ujarnya.
Sonya menolak uang pemberianku untuk naik taksi. “ Terimakasih bang, aku bawa mobil,” ujarnya.
***
Aku segera kembali kekamar dan mencoba menelepon Magdalena. Tetapi dia segera menutup telephon ketika mendengar suaraku. Aku kehabisan akal bagaimana harus menjelaskannya. Tidak seperti biasanya, bagaimanapun besar kesalahanku, dia pasti memaafkan kalau aku bicara langsung. Kali ini komunikasi telah putus akibat ulahku sendiri. Hatiku diliputi rasa bersalah karena tak menghubunginya setelah seminggu di Jakarta. Dalam kegundahan hati aku sempatkan “mendulang” rezeki seperti kemarin .

Jumlah uang kemenangan malam harinya masih cukup banyak meski aku telah membayar mahal minuman yang kutenggak di night club. Aku kembali mengumpat, memaki-maki Ria sebab aku tak dapat menyelamatkan uang kemenanganku. Buku deposito dipegang oleh perempuan penipu itu.
***
Sebelum masuk keruang casino, seorang lelaki kurus bermata sipit menemuiku dan menawarkan sejumlah gelang emas. “ Mas, aku mau jual gelang ini dengan harga murah, buat modal main,” tawarnya.

Sementara aku mengamati-amati keasliannya, dia segera mengambil gelang lain dari kantongnya, “ Mas nggak usah khawatir, itu emas asli. Kalau emas palsu bunyinya seperti ini, gemercing,” ujarnya setelah menjatuhkannya ke lantai semen. Kemudian dia menjatuhkan gelang yang ditawarkannya, bunyinya memang tidak segemercing yang palsu. Aku segera membayarkan ke tiga gelang karena aku yakin keasliannya. Setelah dia berlalu, aku teringat pesan Ria, “jangan percaya dengan siapapun di sekitar casino.” (Bersambung)

Los Angeles. April 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/