Saturday, July 18, 2009

Telaga Senja(82)

=============
“ Rio, mengkhianati pacarpun tak elok, apalagi orangtua. Rio jangan silau. Memang, keinginan untuk memiliki cinta dan harta amat manusiawi ; Tetapi milikilah itu dengan kejujuran.”
=============
Rio meninggalkanku di bar sendirian, hening dalam kesunyian meski musik dan belasan pasangan telah duduk didalamnya. Rio sangat menyesal tak dapat menemaniku pada malam pertama mereguk dunia malam di kota kelahiran Laura, Yogya.

Malam itu Rio menolak minum meski hanya sebotol bir. “ Maaf bang, aku nggak boleh lama menemani. Malam ini, kami ada latihan. Sejak kami punya group, sudah punya kesepakatan, tidak boleh minum alkohol sebelum dan saat latihan,” ujarnya. Rio menemaniku hanya sebentar tetapi berjanji akan menjemputku kembali.

“ Malam ini abang tidur dimana? Di hotel atau dirumahku.? Aku sarankan tidur dihotel saja, nggak enak dengan kak Laura,” usulnya sambil ketawa.
Sebelum dia meninggalkanku, Rio berbisik: “ Bang, hati-hati dengan perempuan yang duduk dipojok depan itu. Abang nggak hati-hati, bisa-bisa abang nggak pulang ke Jakarta, licik dan menghanyutkan. Cukup banyak temanku hancur gara-gara dia,”ingatnya.

Tak lama setelah Rio pulang, perempuan yang duduk didepan pojok menemuiku menyapa lembut; “ Boleh aku duduk mas? Mas nggak punya teman?” tanyanya sembari melorotkan pantatnya, duduk persis didepanku, lantas memesan minuman persis dengan minumanku. Dia menyebut namanya, Rosa. Aku pura-pura tidak mendengar ketika dia menanyakan namaku. Ditengah pembicaraan ringan, Rosa mulai memancing pembicaraan mengarah pada pemuasan nafsu, bahkan dia memberi nomor kamarnya setelah tahu aku dari Jakarta.

Tak begitu lama, Rosa kupu-kupu malam itu segera undur diri, setelah aku kerjain;
“ Mas, kapan datang ? Sendiri?” tanyanya mengawali pembicaraan kami.
“ Sudah tiga hari. Aku datang bersama pacarku.”
“ Lho kok pacarnya nggak dibawa,?” tanyanya genit.
“ Iya yang tadi itu. Dia keluar sebentar beli sesuatu.!” jawabku.
“ Yang mana mas? Yang tadi lelaki teman mas duduk? Jadi mas..? “
“ Aku ? homo!”
“ Oh...gitu tokh. Permisi mas,” ujarnya lantas beranjak pergi meninggalkanku. Gelakku hampir meledak saat dia meninggalkanku; pergilah kau merayap dengan sayap malam mu itu, kataku dalam hati.
***
Belum sempat puas mereguk malam bersama untaian musik dalam bar, Rio datang agak tergopoh.
“ Bang! Kacau! Lam Hot baru telepon aku cariin abang. Katanya, Laura tersinggung berat karena abang pergi tidak ngajak. Bang, ayo aku antar ke hotel. Laura masih menunggu. Tadi Lam Hot ingatkan, jangan beritahu kalau abang serdang di bar.”
“ Rio, yang ini paling aku nggak suka. Mengapa Laura tersinggung? Dia sudah mau coba mengaturku.?”
“ Bang, ayolah. Kawan-kawanku sedang latihan, mereka menunggu. Nanti abang jelaskanlah langsung kepada kak Laura,” bujuk Rio.
Dengan perasaan terpaksa aku menuruti bujukan Rio. Saat mau keluar ruangan, Rosa menyapaku; “ Mau main anggar mas.?
“ Oh..iya. Mau ikut ?” kataku sambil ketawa geli. Rio ketawa terbahak-bahak ketika kujelaskan maksud main anggar itu, homo. “ Tadi aku bilang sama perempuan itu kita pacaran.”

Saat tiba dihotel, wajah Lam Hot cembrut dan langsung ngerocos; “ Parah kalilah abang. Kok tega-teganya meninggalkan kak Laura sendirian. Tadi bilang sebentar malah lanjut ke bar.”
“ Mana Laura.?”
“ Sudah di dalam. Main cantiklah bang.!” ujarnya saat aku menuju kamar.

Aku membuka pintu setelah tak ada sahutan dari dalam kamar meski aku mengetuknya berulangkali. Aku menemukan Laura sedang duduk. Tangannya menopang dagu menatap hampa kedepan, sepertinya Laura menikmati musik instrumentalia yang disiarkan radio lokal. Pakaian yang dikenakan berbeda dengan yang dikenakan ketika aku tinggalkan dikamar.Dalam remang kamar, aku mendekati dan menyapanya. Laura menolehku ketika aku memegang bahunya dan bertanya; “ Sudah lama menunggu?”

Laura menganggukkan kepala seraya berujar,” Mas, tadi bilang mau menemui Lam Hot dan Rio. Tetapi malah pergi. Pergi, kenapa nggak ngajak Laura? Mas kan dengar, waktu mami telepon, Laura bilang kita mau jalan,” suaranya pelan hampir nggak kedengaran.
“ Iya, aku dengar. Tetapi aku kira, Laura jalan dengan Gunawan.”
Segera dia mengangkat kepalanya, matanya menatapku tajam mendengar jawabanku.
“ Ngapain aku tunggu mas, kalau aku mau pergi dengan Gunawan.!?”

“ Lho, kok marah! Aku nggak tahu kalau Laura mau jalan denganku. Aku hanya mendengar malam ini Laura mau jalan, tetapi nggak tahu dengan siapa,” balasku sengit menutupi keberpura-puraanku. Memang dia menyebutkan, ketika berbicara dengan dengan maminya lewat telepon, bahwa kami akan pergi malam ini.
“ Mas, kemarin juga aku sudah bilang, malam ini kita pergi ke bar. Mas bilang kita lebih baik nonton, ingat nggak mas.?”
“ Iya, aku ingat. Tetapi semuanya kan bisa berubah setelah kedatangan om Laurance dan Gunawan.!”

“ Siapa yang bisa mengubah mas,?” tantangnya.
“ Okey. Aku minta maaf. Aku hanya menduga-duga. Masih mau pergi? Kemana kita mau jalan. Ke bar atau nonton?. Tetapi jangan marah kalau aku tertidur saat film diputar.”

Aku rebahan diatas tempat tidur saat Laura belum menjawab pertanyaanku. “ Baiklah, kalau nggak mau pergi. Mungkin Laura mau menuturkan kisah kasihmu dengan Gunawan, seperti Laura janjikan tadi siang."
"Iya mas, tetapi jangan tiduran gitu dong." ( Bersambung)

Los Angeles, July 2009
Tan Zung

Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/