Tuesday, December 29, 2009

Telaga Senja (196)

========================
“ Mungkin ayah kerumah sebelah.”
“ Nggak. Barusan ayah kerumah Shinta memastikan alamat dan nomor rumah ini. Ini masih puntung rokok kami,” ujarnya yakin seraya menunjuk puntung rokoknya di depan pintu.
“ Pagi-pagi begini, ayah dan om ada urusan apa.?”tanyaku setelah kami masuk kedalam kamar
.
==========================

Ayah tidak menjawab pertanyaanku, kenapa dia dan om datang pagi-pagi menemuiku. Bahkan bertanya, “ Siapa perempuan tadi pagi amang (nak, pen).”
“ Magdalena, calon mantu ayah.”
“ Kalian berduan satu kamar hingga pagi.? Kalian diijinkan ibunya satu kamar sebelum menikah.?”
“ Apa yang salah kalau satu kamar? “
“ Nggak baiklah dipandang orang. “
“ Ayah khawatir kami melakukan perbuatan aib.?”
“ Namanya manusia amang. Ada waktunya khilaf. Bagaimana hubunganmu dengan inanguda, ibunya Magda.?”
“ Baik. Magdalena telah memberitahu ke maminya rencana pernikahan kami,” ujarku berbohong.
“ Maminya bilang apa.?”
“ Menurut Magda, setuju.”
“ Bagaimana maminya setuju. Kamu kan anak paribannya ( anak sepupu,pen),” ujarnya sambil geleng-geleng kepala.

“ Mana lah aku tahu alasan maminya menyetujui pernikahan kami,?”jawabku, kemudian mengalihkan pembicaraan sebelum kebohonganku terungkap.
“ Bagaimana khbar ibu.?”
“ Ayah tinggal ibu masih kurang sehat. Sepeninggalmu, ibu gelisah memikirkanmu. Pergi tanpa bilang-bilang. Kami kira kamu ke rumah ompung ( kakek, pen).”
“ Aku kan bukan anak kecil lagi. Tahu apa yang pantas kulakukan.”
“ Pantaskah menikahi itomu.?”
“ Ayah, kami telah berhubungan hampir enam tahun. Tahun lalu, ayah dan ibu setuju hubunganku dengan Magda. Kenapa sekarang berubah? Asal tahu saja, setuju nggak setuju, aku akan menikahi Magda.”
“ Terserah lah amang. Molo i nama ninna roham, alai hami ndang sipangantoi.( Jika itu kehendakmu, tapi kami tidak akan mencampurinya,pen)”
“ Kapan rencana kalian menikah.?”
“ Minggu depan.?”
“ Bah! Nikah macam apa kalian?”

“ Ya macam biasalah. Kalau ayah dan ibu nggak setuju, kami ke catatan sipil.”
Saat aku dan ayah bertanya jawab tentang kelangsungan hubungan dan rencana pernikahanku, dari dalam kamar aku melihat Magda datang pakain lengkap layaknya ke gereja dengan mengenderai motor. Mungkin dia curiga, kenapa aku begitu lama tak muncul di rumahnya.

Magda terperangah melihat ayahku ada dalam kamar. Tetapi dia segera menutupi kekagetannya dengan sapaan santun,” Kapan datang bapatua? Bagaimana khabar mamatua?” tanyanya seraya mengulurkan tangannya, bersalaman. Aku melihat ada perubahan wajah Magda. Menghilangkan kekakuan, aku menyuruh Magda menyediakan air minum untuk kami.” Bapatua mau minum apa? Kopi atau teh,?” tanyanya sedikit gugup. Ayahku geleng-geleng kepala sepeninggal Magda. “ Ada yang aneh?”tanyaku.

“ Anehlah. Calon isterimu panggil ayah, bapatua.?”
“ Aku sudah suruh panggil amangboru, tetapi katanya nggak sreg.”
“ Bagaimana nanti kalau orang mendengarnya. Menantu panggil bapatua atau mamatua ke mertuanya.?” tanya ayahku masih dengan goyangan kepala. Pembicaraan kami terhenti setelah Magda datang membawa minuman.
“ Bapa tua mau natalan di sini?”
“ Terserah om mu, bapaknya Shinta. Dia sekarang di rumah Shinta. Mungkin sebentar lagi datang.”

“ Bapatua dan om ada urusan penting.?” tanya Magda berani-beranian.
Ayah menjelaskan kedatangannya, mau menemui seseorang yang punya utang cukup lama. “ Kami dengar, dia sudah menjual rumahnya. Sebelum uangnya ludes dimeja judi, aku ajak tulangmu temanin ayah. Orangnya nakal dan licik,” jelasnya. Bah.! Ternyata syakwasangkaku sangat prematur. Dugaan, ayahku datang ingin membujukku untuk membatalkan pernikahan dengan Magda, meleset. Wajah Magda berubah ceria usai mendengar akhir tuturan ayahku.

“ Tadi ayah mampir mau mengajakku ikut menagih.?”
“ Bukan! Tadi ayah mau istrahat sebentar. Tetapi setelah ayah dan om mu mendengar ada suara perempuan kami kerumah Shinta. Kami kira salah alamat.”
“ Aku, perempuan itu bapatua. Tadi pagi Magda ke sini mengantarkan obat abang. Sejak kemarin abang demam,” jelas Magda. Aku deman..? Wuih....cantik nian gocekan Magda dihadapan ayahku.
“ Nanti kalau sudah sehat, Tan Zung ikut ayah pulang. Kita buka tahun dengan ibu dan adik-adikmu.”
“ Bapatua, kapan rencana pulang,” tanya Magda.
“ Segera setelah urusan kami selesai. Terserah Tan Zung pulang kapan, asal buka tahunnya dengan kami.” ujarnya.

“ Abang pulang setelah pernikahan Maya iya bapa tua,” mohon Magda.
“ Tewrserah Tan Zung," jawabnya. Kalian mau ke gereja? lanjutnya, pergilah, jangan sampai terlambat. Ayah mau istrahat dulu.
Keluar dari kamar, ibu kos berteriak memanggil Magda.” Kok nikah nggak ngundang tante?”
“ Nggak ada yang diundang bu. Kami masih nikah catatan sipil. Ntar kalau resepsi, ibu pasti kami undang,” jawabku sebelum Magda membantah rumor yang sengaja aku ciptakan itu. Diatas goncengan motor, Magda mencubitku, ” Papa tega amat sih bohongin ibu itu?”
“ Tadinya aku mau kerjain ayah dan om. Papa titip pesan ke ibu bahwa kita sedang ke luar kota berbulan madu. Tapi saat baru keluar, ayah datang. Kebohonganku berakhir di emperan kamar,” ujarku, disambut tawa geli Magda. ( Bersambung)

Los Angeles. December 2009

Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/