Monday, August 10, 2009

Telaga Senja ( 97)


http://www.youtube.com/watch?v=qeem1_9fpPg

Demis Roussos - Romantica

You are romantica,/you are for me, yes or perhaps not.You are romantica,you are for me mine, you do not know./Morirò without a your kiss now,/I take and perusal to you, want to you,/desire you from i, love, know./Morirò without caresses now,/I feel to you, with you I am, rest,/you to fly make me, to never fall.

You are romantica,/you are for me part of if./You are romantica,/and you want of you, all of you./Morirò without contacts now,/son ended, sfinito, t'amo,/how much pain gives i to me, than pain from i. /Morirò without caresses now,/I feel to you, with you I am and rest,/you to fly make me, to never fall.

Morirò without a your kiss now,/I take and perusal to you, want to you,/desire you from i, love, know./Morirò without caresses now,/I feel to you, with you I am, rest,/you to fly make me, to never fall.

You are romantica,/you are for me what there is./You are romantica,/I will make of you the eyes mine./You are romantica/you are for me, yes or perhaps not.

=====================================
Didalam taksi, Laura langsung merebahkan wajahnya diatas pangakuanku, nafasnya sengal.
“ Apa nggak lebih bagus kita ke dokter,” tanya Lam Hot.
“ Hot, Laura nggak sakit. Aku kedinginan dan kelaparan,”jawabnya sambil tertawa.
======================================
Rasa jengkel dan takut menyatu dalam hati Laura tatkala Gunawan datang ke airport dengan urusan tak jelas. Meski demikian dia berusaha tenang setelah aku memberi” jaminan” bahkan dia sudah mampu ketawa ketika mendengar usul Lam Hot, periksa ke dokter. Aku merasakan ketawanya diatas pangkuanku.

Mendengar jawaban Laura sedang kelaparan, Lam Hot menyuruh sopir taksi menuju ke suatu restauran di bilangan Jl. Matraman. Kami menghabiskan waktu kurang lebih satu jam di restauran. Sepert biasanya, dia merasa terhibur manakala aku dan Lam Hot bicara dan saling sindir dengan aksen Medan. Saat itu Lam Hot berlagak marah ketika aku merogoh dompetku membayar makanan.” Nggak usah bergaya bang. Orang miskin sok mau traktir,” ujarnya.

“ Ya. Abang orang miskin, tetapi gandengannya dik....!” balasku disambut gelak Laura dan Lam Hot. Aku menyuruh Lam Hot pulang dan membawa koperku, setelah Laura merubah pikiran; Dia ingin tinggal dirumah tantenya sebelum masuk kerja pada hari Senin, esok lusa. Lagi-lagi Laura terkesima melihat sosok Gunawan, baru saja turun dari taksi didepan rumah om Felix. Laura meminta sopir menghentikan taksinya sebelum mendekat rumah om Felix. “ Kita pulang kerumah mas.!” pintanya.

“ Laura! Tadi di airport sudah kuingatkan, aku bukan tipe lelaki pengecut. Pak Sopir jalan, langsung masuk ke depan gerasi itu.” perintahku berlagak seperti pemilik rumah. Dengan keadaan tepaksa Laura menyahut sapaan Gunawan ketika turun dari taksi. Kemudian dia menyapaku sambil mengulurkan tangannya. “ Kapan datang mas?” tanyaku seraya membuka dompetku membayar ongkos taksi. Laura langsung menyambar koper dari tangan Gunawan: “ Wan...biar aku sendiri yang bawa, ringan kok,” ucapnya. Kami bertiga masuk kerumah disambut pembantu dan seorang bocah putri Felix. “ Papi sedang pergi dengan mami. Mami bilang, mbak Laura tunggu mami pulang,” ujar Joan putri Felix sambil mendekap Laura.

Laura hanya sebentar duduk bersama, dia mengajak Joan masuk kamar dilantai atas meninggalkan aku dan Gunawan. Sikap Laura terhadap Gunawan mengingatkanku keinginan Albert meminang Magdalena menjadi isterinya, tempo dulu. Aku melihat ada persamaan Gunawan dengan Albert, bengal. Kedua lelaki ini ingin memiliki tetapi bersembunyi dibawah ketiak orangtuanya. Sudah jelas-jelas ditolak malah ngejar, maksa.

Sesekali Laura menilik dari pintu kamar atas kearahku. Aku mulai jenuh dengan gaya tengiknya Gunawan yang sering memakai bahasa Inggeris campur bahasa Perancis. Aku merespon semua istilah Inggeris yang digunakannya kecuali istilah dalam bahasa Perancis. Sejenak aku meninggalkan Gunawan diruang tamu. Aku mendengar langah Laura berlari menuruni tangga ketika aku tak dilihatnya duduk bersama Gunawan. “ Mas Tan Zung kemana,?” tanyanya kepada Gunawan.

Aku tersenyum simpul mendengar langkahnya kembali ke kamar atas, setelah Gunawan meberitahu kalau aku sedang ke kamar mandi. Setelah dari kamar mandi, aku keluar dari pintu belakang tanpa diketahui Gunawan, kecuali Laura yang terus memantauku dari lantai atas. Tanpa alas kaki, Laura datang menemuiku di luar, saat aku mengisap sebatang rokok sisa rokok Laura ketika di bar. Tangan Laura menyambar rokok dari mulutku lantas membuangnya. Dia memaksaku memberi sisa rokok berikut bungkusnya dari kantong celana yang sengaja ku sembunyikan. “ Kok mas merokok lagi.?” tanyanya dengan kesal.

“ Apa bedanya di bar dan disini.?”
“ Mas, aku punya alasan kenapa aku merokok, kan malam itu aku sudah jelaskan.”
“ Aku juga punya alasan kenapa merokok. Aku stress.!”
“ Stress kenapa !?”
“ Karena tingkahmu. Gunawan itu sahabatmu, malah kamu biarkan aku sendiri menghadapi lelaki tengil itu. Aku ini pria normal, bukan seperti dia “rada”. Laura, aku capek dan ngantuk mau pulang duluan,” ujarku. Nafas Laura langsung sesak.
“ Mas, tadi aku bilang kita pulang, Tetapi mas menolak, takut dibilang pengecut. Sekarang kok malah mau pulang sendiri. Aku juga mau pulang.!” ibanya.
“ Tugasku sudah selesai, menghantarkanmu sampai pada ditempat, dirumah ini. Laura, kamu harus bersikap lebih dewasa. Semakin kamu menghindar dari masalah semakin kamu dikejar. Kecil besar masalah yang menghampiri dirimu, sambutlah dengan sukacita. Itu bagian dari hikmat...”
“ Ya..iya. Mau menghindar pakai berkhotbah segala !?” potongnya.

“ Kamu sukar membedakan nasihat dengan khotbah. Sebagai seorang sahabat wajar saling menasehati. Seandainya kamu pacarku sungguhan, aku takkan membiarkan Gunawan bernafas lebih lama dan bermimpi untuk memilikimu, serius! Tapi kita sudah sepakat hanya sebagai sahabat tanpa...”

“ Sudah mas. Kalau mau pulang, silahkan saja,” ujarnya kecewa, lantas meninggalkanku sendirian di luar. Sebenarnya aku kasihan melihatnya. Namun, perempuan yang satu ini perlu diberi pelajaran, kataku dalam hati. Aku masuk keruang tamu, pamit kepada pembantu rumah tangga dan kepada Gunawan. Segera bergegas keluar rumah sebelum Laura mengejar dan menahanku. Aku menghentikan taksi yang kebetulan lewat didepan rumah. Dari kejauhan aku menoleh kebelakang, Laura sudah berada di depan rumah, menoleh kearah kiri dan kanan jalan, dia kelimpungan. ( Bersambung)

Los Angeles, August 2009


Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/