Friday, May 22, 2009

Telaga Senja (41)

Late at night when all the world is sleeping /I stay up and think of you /And I wish on a star that somewhere you are /Thinking of me too

Cause I'm dreaming of you tonight /Till tomorrow I'll be holding you tight /And there's nowhere in the world I'd rather be /Than here in my room dreaming about you and me

Wonder if you ever see me /And I wonder if you know I'm there /If you looked in my eyes /Would you see what's inside /Would you even care?

I just wanna hold you close /But so far all I have are dreams of you /So I wait for the day /And the courage to say how much I love you /Yes I do!
I'll be dreaming of you tonight /Till tomorrow I'll be holding you tight /And there's nowhere in the world I'd rather be /Than here in my room dreaming about you and me

Corazón
I can't stop dreaming of you /No puedo dejar de pensar en ti /I can't stop dreaming /Cómo te necesito /I can't stop dreaming of you /Mi amor, cómo te extraño

Late at night when all the world is sleeping /I stay up and think of you /And I still can't believe /That you came up to me and said "I love you" I love you too!

Now I'm dreaming with you tonight /Till tomorrow and for all of my life /And there's nowhere in the world I'd rather be /Than here in my room dreaming with you endlessly /
Dreaming of you tonight /Till tomorrow I'll be holding you tight /And there's nowhere in the/ world I'd rather be /Than here in my room /I'll be dreaming of you tonight /Endlessly /And I'll be holding you tight / Dreaming...with you...tonight !
=========
“ Istrahat dikamarku saja mas, nanti aku bangunin,” saranya.
“ Aku mau telephon orangtuaku,” dalihku
“ Mas, besok kita berangkat sama ke kantor. Aku jemput mas,” ujarnya sebelum aku meniggalkannya.
==========
ESOK paginya Laura yang seharian dipanggil Lala nyamperin ke tempat kos. Aku kaget ketika keluar dari kamar mandi melihat Laura duduk diruangtamu. Buru-buru aku menutupkan tubuhku yang setengah telanjang sambil berlari kecil masuk kekamarku.
“ Laura datangnya pagi benar, aku belum siap nih.”
“ Nggak usah buru-buru mas, masih ada waktu,” ujarnya mengumbar senyum.
“ Mas, mau dibuatkan kopi?” tanyanya.
“ Nggak usah, biar aku buat sendiri,” jawabku dari dalam kamar.

Tanpa merasa canggung Laura mengetuk pintu kamar menanyakan tempat gula. Laura ketawa ketika mendengar aku kehabisan gula. “Habis dilalap semut iya mas?” teriaknya dari balik pintu.
“ Iya, semut nakal melahapnya tanpa sisa,” balasku bercanda.

Pagi tiu tidak seperti biasanya, ibukos menyediakan dua pasang piring dan cangkir sarapan pagi.” Iya itu buat kalian berdua,” ucap ibukost ketika aku tanyakan mengapa menyiapkan sepasang piring dan cangkir. Ah...ibu bikin perkara, kataku dalam hati. Diajak takut dia mau, nggak diajak nggak sopan.

Belum aku tawarin, Laura mendekat kemeja makan; dia mengisi air putih kecangkir dan mendekatkan roti serta pisau roti ke depanku , kemudian memindahkan kopi yang dia seduh dari meja ruang tamu. Oalahh...sibuk kali pun kawan ini, pikirku. Laura menolak ketika aku ajak serapan bareng. “ Terimakasih mas, aku masih kenyang,” katanya. “ Nggak apa-apa mas, aku duduk disini?” tanyanya.

“ Ngga takut dilihat oleh pacarmu.?”
“ Aku ngga punya mas.”
“ Laura sudah putus.?”
“ Putus dengan siapa, mas sok tahu ah...!”
“ Lho, aku lihat foto mu mesra dengan lelaki lengkap dengan toga wisuda.”
“ Mas, nakal. Lihat didalam albumku iya.?”

Laura tersipu malu ketika aku bertanya: “ Kok fotoku ada dalam album, Laura dapat dari siapa?”
“ Ada deh. Emang nggak boleh?” tanyanya sedikit manja.
“ Nggak ada yang larang. Memang fotoku bertebaran dimana-mana kok,” ucapku geer.

Tanpa aku minta Laura sibuk menyimpan piring dan cangkir serta membersihkan meja makan setelah selesai serapan. Dia mengingatkanku membawa berkas-berkas yang dibawa dari kantor, lantas menyerahkan kunci motor vesva miliknya.

Sebenarnya aku mulai merasa risih setelah selama dua minggu beruntun Laura mengajakku pergi dan pulang bareng dengannya, sementara aku telah merasakan ada getaran kasih pada dirinya. Sikap dan ucapannya dikantor dan selama perjalanan selalu bernuansa cinta. Sebelum terkapar dalam keramahtamahan dan kelembutannya, kepalaku pusing mencari alasan untuk menjauhinya, setidaknya menghindar pergi pulang bareng.


Minggu ketiga aku menemui adik ingin meminjam uang untuk beli motor bekas, tetapi dia menolak dengan alasan takut tabrakan. Adikku heran kenapa rencanaku begitu tiba-tiba. Dia bergeming meski aku sudah sampaikan alasan; “ Aku tak ingin ada korban perempuan lain lagi, cukupllah sekali calon kakakmu Magda merasakan penyiksaanku,” uraiku.

Lam Hot adikku memberi saran, agar aku mencari rumah dekat dengan kantor; “ Meski lebih mahal tetapi tidak mengeluarkan biaya transport sekaligus punya alasan menjauh dari Laura. Nggak apa, aku yang bayarin untuk bulan ini,” ujarnya. Esok harinya kami mencari tempat kos disekitar kantor. Adikku langsung membayarkan kepada pemilik rumah, tetapi dia merasa kesal ketika dia melihatku masih bimbang. “ Abang serius nggak mau menjauh dari Laura, kok kelihatannya ragu-ragu.?” tanyanya dengan wajah masem.

“ Terlalu mahal,” keluhku.
Gimana sih, katanya akuntan. Abang hitung saja sendiri berapa biaya transport bulanan tambahkan dengan biaya kos setiap hari. Oh...iya, aku lupa, abang bebas biaya transport karena diantar jemput nona Laura,” ujarnya ngakak.

Sabtu akhir bulan sebelum aku pindah, Laura mengajakku kerumah tantenya di Kebayoran Baru. Aku berusaha menolak dengan alasan aku ada janji dengan seseorang. Laura terus membujukku hingga aku luluh. “ Nggak lama kok mas, hanya mau jemput titipan dari mami.”
Esoknya, setengah jam lebih awal Laura telah tiba dirumah kemudian menitipkan motornya kepada ibu kos ku. “ Kita naik taksi saja mas.” ujarnya.

Los Angeles. May 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

Telaga Senja (40)




http://www.youtube.com/watch?v=3QoLoSQT1qY

Have you ever been in love /You could touch the moonlight / When your hearts shooting stars / Youre holding heaven in your arms /Have you ever been so in love /Have you ever walked on air /Ever felt like you were dreamin /When you never thought it could /But it really feels that good /Have you ever been so in love
Have you ever been in love /You could touch the moonlight /When your hearts shooting star / Youre holding heaven in your arms /Have you ever been in love, have you... / The time I spent /Waiting for something that was heaven-sent /When you find it dont let go, I know

Have you ever said a prayer /And found that it was answered /All my hope has been restored /And I aint looking anymore /Have you ever been so in love, have you... /Some place that you aint leavin /Somewhere youre gonna stay /When you finally found the meanin /Have you ever felt this way
The time I spent /Waiting for something that was heaven-sent /When you find it, dont let go, /I know... /Coz have you ever been so in love, so in love /You could touch the moonlight /You can even reach the stars /Doesnt matter near or far
Have you ever been so in love /Have you ever been in love /Have you ever been in love /So in... love...
========
“ Zung! cinta itu kadangkala bagai bayang, siapa dapat mengurai lekuk dalam bayang itu.?” ucap Neneng diiringi tawa.
“ Demikian juga dengan pemilik bayangan itu, tak menyadari bayangannya jatuh dalam pelukan rindu seseorang,!” balasku renyah.
========

AKU dan Neneng menemui Laura setelah pulang kantor. Laura kaget melihat kedatanganku dan Neneng. Dia tidak dapat menyembunyikan wajah kecewanya ketika aku mengulurkan tanganku; Juga tidak menyahut ketika aku menyapa dan bertanya sakit apa. Secara tidak langsung Neneng berusaha menjelaskan kepada Laura tentang keberangkatanku ke Medan melalui sejumlah pertanyaan yang diajukannya kepadaku.
Laura mulai tertarik dengan penjelasanku kemudian bertanya: “ Jadi mas pulang bukan karena mau menikahi Rina.?”

“ Tidak. Kamu kenal Rina ?”
" Ya. Dia satu angkatan denganku beda jurusan."
Neneng heran mendengar tuturan Laura, kemudian dia meninggalkanku dan Laura setelah melihat komunikasi terjalin akrab. Laura membujukku agar pulang belakangan;” Mas, tolong temani Laura ke apotik," pintanya. " Tunggu sebentar mas aku mau ganti pakaian,” imbuhnya, setelah aku menganggukan kepala tanda setuju.
Sementara menunggu Laura mengganti pakaian, aku iseng membuka album yang terletak diatas televisi ukuran 19 inci. Sejumlah foto lama dan baru tertata rapi, mataku tertarik dengan satu lembar foto lengkap dengan pakain toga wisuda. Seorang lelaki mendekap Laura mesra, pipi keduanya menyatu sembari terseyum.

Dibawah foto itu terselip fotoku setengah badan bekas guntingan. Dihalaman paling belakang masih ada fotoku terpampang dengan pose berbeda dibingkai dengan gambar heart. Segera aku menutup album setelah mendengar langkah Laura keluar dari kamarnya.
“ Mau ke apotik atau ke pesta nih?” tanyaku. Laura tidak menjawab, dia hanya tersenyum. Sebelum kami keluar, Laura memperkenalkanku kepada ibu kos.
“ Ini toh mas Tan Zung itu?” ucap ibu kos. Aku menyambut tangan ibukosnya, hhm..namaku ternyata telah berkibar dirumah ini, kataku dalam hati.

Aku merasa geli ketika aku naik beca dengan Laura; Ingat “perintah “ kedua Magdalena ketika cinta masih berbunga-bunga: “Tidak boleh naik beca berduaan dengan perempuan kecuali dengan Magda atau nenek-nenek.”
“ Mas, kok senyum sendiri, ada yang lucu.?”
“ Nggak ada. Sakit apa sih kamu.?” tanyaku mengalihkan pertanyaanya.
“ Hanya flu.”
“ Bukan karena merindukan seseorang.?”
“ Nggak tahu,” jawabnya lantas dia menatapku.
“ Besok sudah bisa masuk kantor.?”
“ Belum tahu mas.!”

“ Apa perlu lagi kita ke apotik, bukankah obatnya sudah ada di sisimu.?”
Laura kembali menatapku diiringi senyum. Segera dia menyuruh tukang beca berhenti. Sesaat kemudian Laura menghentikan taksi: “ Pak ke Pecenongan,” ujarnya seraya menarik tanganku masuk kedalam taksi.
“ Ke Pecenongan mau ngapain,?” tanyaku.
“ Kita makan dulu, aku lapar mas.”

Sikap Laura sedikit agresif menghilangkan rasa engganku duduk bersentuhan dengannya. Agaknya Laura merasakan jika dia telah memiliki "bayangan" yang belakangan ini pemilik bayang itupun menangkap bias, sebagaimana pengakuan Neneng teman sekantor kami.
Tiba di restauran, Laura lulusan salah satu universitas negeri di Yogyakarta itu memintaku memilih makanan untuk kami berdua. Hmmm....sikapnya mengingatkanku masa lalu ketika Susan memintaku memesan makan malam disebuah restauran tergolong mewah.
“ Laura mau pesan apa?"
" Terserah mas mau pesan apa.”
“ Aku pesan soto saja, seminggu ini aku kecarian.”
“ Mas, pesan yang lain. Disini nggak ada soto. Apa mas nggak bosan, setiap hari dikantor makan soto?” ujarnya ketawa.

Laura tidak sedikitpun merasa canggung ketika kami menikmati makan malam, dia menambah makanan dan minuman ketika piring dan cangkirku mulai kosong. Sikapnya membuat aku gerah sementara bayang wajah Magda menghantuiku. Kemarin malam sebelum berangkat ke Jakarta, menurutku, kami menyemai ulang cinta yang hampir layu meski melalui jalan berliku, namun akhirnya tetesan embun pagi menambah subur semaian , kelopak itu mulai merekah.

Keramahan Laura selama makan malam itu, membuat hati galau dan semakin tak mampu duduk lebih lama bersamanya. Aku berusaha mengalihkan pembicaraan bila Laura bicara "nyerempet" tentang cinta. Bayang-bayang wajah Magda dan airmatanya masih terasa hangat membasahi telapak tanganku.
Mungkin Laura mulai merasakan ketidak tertarikanku menanggapi setiap pembicaraannya, dia mengajak pulang. Laura buru-buru membuka dompetnya ketika aku mau membayar makanan kami. “ Aku yang ajak mas makan, bukan.!?” protesnya.

Tiba dirumah, Laura berusaha menahanku mengobrol lebih lama, sementara hatiku meluap ingin segera pulang kerumah menelephon Magdalena.
“ Laura, aku mau istrahat dulu. Selama di Medan aku kurang istrahat, sibuk ngurusin Rina.”
“ Istrahat disini saja mas, nanti aku bangunkan,” sarannya.
“Aku mau telephon orangtuaku,” dalihku . Dengan perasaan berat, Laura mengijinkanku pulang.
“Mas, besok kita berangkat sama ke kantor. Aku jemput mas,” ujarnya sebelum aku meniggalkannya. ( Bersambung)
Los Angeles, May 2009
Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

Telaga Senja (39)

Rescue me from the mire/Whisper words of desire/Rescue me - darling rescue me /With your arms open wide/Want you here by my side/Come to me - darling rescue me /When this worlds closing in/Theres no need to pretend/Set me free - darling rescue me

I dont wanna let you go/So Im standing in your way/I never needed anyone like Im needin you today

Do I have to say the words? /Do I have to tell the truth? /Do I have to shout it out? /Do I have to say a prayer? /Must I prove to you how good we are together? / Do I have to say the words

Rescue me from despair/Tell me you will be there/Rescue me - darlin rescue me / Every dream that we share/Every cross that we bear/Come to me - darlin rescue me
SEPANJANG perjalanan dalam pesawat, benak diliputi sejuta tanya. Sukar menerjemahkan scenario yang baru saja aku dan Magda lakoni. Aku sukar mengerti makna pemberian kalung itu. Apa pula yang membuat hatinya berubah sehingga dia mau menerima kalung yang akan aku kirimkan minggu depan, sementara tadi malam dia menolak keras pemberianku?. Atau adakah “roh” lain berbisik kepadanya, bahwa kalung itu adalah hasil dari meja judi? tanyaku dalam hati sekedar menghibur diri.

Kejadian kemarin malam mengingatkan nasihat Susan, dosen sekaligus pacarku(dulu) atas Magdalena: “ Jangan bersikap kasar dengannya, dia perempuan polos berhati lembut. Lima tahun tahun pacaran, buat perempuan sudah lebih dari cukup mengenal kepribadian teman prianya. Meski kalian tak lagi berhubungan, hatinya tak akan mampu melupakanmu. Apalagi Tan Zung cinta pertamanya. Sebaliknya kamupun demikian,” nasihat Susan kala itu.
***
AKU merasa surprise ketika tiba, kedua orangtua Rina dan adikku Lam Hot serta Rima pacarnya menjemputku di airport. Ayah Rina merangkulku erat. “ Terimakasih nak. Rina sehat-sehat saja?” tanyanya dengan mata berbinar. Ibu Rina juga memelukku setelah suaminya melepaskan pelukannya. “ Rina sehat. Dia tinggal bersama dengan keluarga calon isteriku.” jawabku
“ Rina masih marah kepada ibu?” tanyanya ketika kami dalam mobil menuju kerumah.
“ Nggak. Rina nggak pernah marah kepada bapak dan ibu.”
“ Berapa ibu harus bayar uang kostnya, sebelum ibu nanti menjemputnya.”
“ Oh..tidak usah. Rina sudah dianggap keluarga kami. Juga om dokter Robert bersedia memeriksa kandungannya hingga bersalin secara gratis.. Ibu jangan menjemput Rina dalam waktu dekat ini. Biarkan dulu dia disana menenangkan diri.”

” Ayah dan Ibu Rina terdiam mendengar jawabanku. “Terimakasih Allah, malaikatMu telah menolong anakku,” ucap ibu Rina lirih. Dalam hatiku berujar, malaikat tanpa sayap. Tak puas berbicara didalam kenderaan selama dalam perjalanan dari airport, kedua orang tua Rina mengajakku ke rumah mereka.

Lagi-lagi keduanya minta maaf, karena telah menudingku menghamili anaknya Rina. Juga, mereka menyesalkan adiknya Wiro di Medan karena memaksaku nikah dengan Rina.
Sepanjang percakapan kami menyangkut dengan putrinya, aku merasa risih dengan sikap ayah dan ibu Rina karena menganggapku sebagai dewa penolong putrinya. Sementara Lam Hot berulangkali minta maaf dikamar.

“ Bang, kenapa hari itu abang bilang, bertanggungjawab?”
“ Aku tidak mengatakan bertanggungjawab karena aku menghamilinya. Sebenarnya kita semua bertanggungjawab atas janin dalam kandungannya, persetan siapa yang telah menghamilinya. Aku mau mengambil tanggung jawab karena merasa kasihan setelah kamu ikut-ikutan seperti calon mertuamu, lanteung itu, merajam bahkan tega mengusir Rina dari rumah; kalian semua pengecut. Coba kamu bayangkan, seandainya Rina bunuh diri, dua nyawa melayang percuma, hanya karena manusia-manusia sok moralis seperti kau dan calon mertuamu .

“ Wajarlah kedua orangtuanya kesal dengan Rina, karena menaruh aib ditengah keluarga mereka.”
“ Tetapi tidak harus mengusirnya seperti hewan. Nah, sekarang mereka menyesal setelah Rina merasa terbuang di kota yang tak pernah dikenalnya. Sekarang menyesal dan merengek supaya Rina kembali.“

***

HARI pertama masuk kantor setelah cuti empat hari, aku merasakan suasana “gerah”, berbeda ketika minggu pertama masuk kerja, aku merasakan welcome. Ketika aku ingin menemui atasanku manager keuangan, suasana begitu cepat berubah, Neneng asisten manager yang mentrainingku mengajakku ke luar ruangan kerja.“
“Mas tidak mengambil cuti honey moon?”
“ Siapa yang menikah.?”
“ Lho! pulang ke Medan bukan karena menikah.?”
“ Bukan. Aku hanya ada urusan keluarga. Neneng tahu darimana kalau aku nikah ? Oh..Itu sebabnya rekan-rekan agak sinis terhadapku.?”
“ Iya mas.Selama beberapa hari ini mas jadi omongan. Anggapan kami, baru berapa bulan di Jakarta sudah buat masalah, menghamili anak orang lagi,” ujarnya cengengesan.
“ Neneng...! Tolong kamu jelaskan kepada mereka. Aku tidak merasa nyaman dengan sikap mereka.”

“ Iya. Aku akan jelaskan. Aku juga akan telephon Laura.”
“ Kenapa dengan Laura, sakitkah dia?”
“ Iya. Dua hari ini dia tidak masuk. Dia kecewa setelah mendengar berita bahwa kamu menghmili perempuan yang baru kamu kenal.”

“ Aneh! Aku tak pernah bersenandung nada cinta kepada siapapun selama aku menata hidup di sini. Laura ? sungguh aku tak menyadari bila Laura larut dalam pelukan bayang-bayangku.”
“ Zung! cinta itu kadangkala bagai bayang, siapa dapat mengurai lekuk dalam bayang itu.?” ucap Neneng diiringi tawa.
“ Demikian juga dengan pemilik bayangan itu, tak menyadari bayangannya jatuh dalam pelukan rindu seseorang,!” balasku renyah. ( Bersambung)

Los Angeles, May 2009
Tan ZungMagdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/