Thursday, August 27, 2009

Telaga Senja ( 110)


Unbreak my Heart - Toni Braxton - Live
La la la la la la la
Don’t leave me in all this pain,/Don’t leave me out in the rain,/Come back and bring back the smile,/Come and take these tears away

I need your arms, to hold me now,/The nights are so unkind/Bring back those nights/ When I held you beside me

Unbreak my heart,/Say you love me again,/Undo this hurt you caused/ When you walked out the door/And walked out of my life/Uncry these tears,/I cried so many nights,/ Unbreak my heart (my heart)

Take back the sad word good-bye,/Bring back the joy in my life/Don’t leave me here with these tears,/Come and kiss this pain away

I can’t forget, the day you left/Time is so unkind/And life is so cruel/ Without you here beside me

*)
Unbreak my heart,/Say you love me again,/Undo this hurt you caused /When you walked out the door/And walked out of my life,/Uncry these tears,/I cried so many nights,/Unbreak my heart

Don’t leave me in all this pain,/Don’t leave me out in the rain,/Bring back the/ nights/ When I held you beside me

Back to *)
Unbreak my heart, oh baby/Come back and say you love me/Unbreak my heart, sweet darling,/Without you I just can’t go on-

Say that you love me,/Say that you love me,/Tell me you love me,/Unbreak my,/ Say that you love me,/Say that you love me,/Tell me you love me,/Unbreak my,/ Say that you love me,/Say that you love me,/Tell me you love me, / Unbreak my...
===================
Aku lega, setidaknya malam ini, aku terlepas dari pengulangan memori lama yang pernah terhanyut mengatas namakan cinta pelarian.“ Zung, besok datangnya jangan terlambat, atau aku telepon dulu.?”ujarnya ketika aku minta ijin pulang.
===================
MESKI kepala masih terasa berat karena pengaruh minuman dan kurang tidur, terpaksa berangkat ke hotel menemui Susan yang sejak setengah jam lalu menungguku. Susan khawatir kalau aku tak memenuhi janji menemaninya ke kantor yang dituju. Sebelum berangkat kehotel, aku telepon Laura memberitahukan kalau aku nggak ngantor selama dua hari, sekaligus minta tolong menyampaikan ke Manager. “ Laura , tolong beritahukan ke manager, hari ini nggak bisa masuk, mau bantu teman dari Medan. Mungkin nanti kami mampir di kantor pada jam istrahat,” ujarku. Namun, Laura enggan bicara dengan manager yang masih “menggilainya”. “ Lebih baik aku bicara dengan om Adrian, aku malas ketemu dengan manager sinting itu.” jawabnya.

Tiba di hotel, Susan siap berangkat. Dia telah menunggu di lobby hotel. “ Tan Zung lelet amat.” omelnya. Sebelum kekantor yang dia tuju, dia mengajakku mampir ke tempat kost. “ Ingin tahu tempat tinggalmu.” ujarnya didalam mobil yang disewanya. Ibu kost menyambut kami dengan ramah; dia mengikutiku kedapur, berbisik: “ Zung siapa perempuan itu, Magdalena?”
“ Bukan.! Dia bekas dosenku,” jawabku. Aku melihat ibu kost tersenyum ketika Susan masuk ke kamarku, sementara Susan geleng-geleng kepala melihat kamar ku seperti kapal pecah. “ Zung, apalagi yang kamu tunggu, menikahlah. Kamar sekecil inipun tak dapat kau urus,” ucapnya lantas merapikan pakaianku yang masih belum terlipat. Buku-buku bacaan, koran dan majalan ditempatkannya terpisah. Dia tersenyum melihat tiga foto terpajang di meja kamarku, fotoku sendiri diapit oleh foto Magdalena dan Susan.

“ Foto abang juga aku pajang di kantor,” ujarnya ketawa.
“ Memang fotoku pantas disana, bukan di kamar tidur. Suamimu nggak marah memajang fotoku.?”
“ Nggak. Kan hanya foto.? ujanya diiringi derai ketawa.
Kami segera berangkat setelah kamarku rapi. Susan mengajakku mampir di sebuah toko bilangan Jalan Sudirman setelah urusannya selesai. Susan memilih beberapa kemeja dan t-shirt serta sepatu lelaki.
“ Aku sudah lupa ukuran kemeja dan sepatumu,” ujarnya, dia menggaet tanganku menuju keruangan pas.
“ Aku masih banyak kemeja dan sepatu,” ucapku menolak.
“ Halah..Zung nggak usah malu. Aku tahu kamu banyak uang, tetapi aku ingin memberimu kenangan -kenangan, agar tidak melupakanku,” ucapnya ketawa.

Aku berdalih; “ Fotomu dikamarku sudah cukup mengingatkanku setiap hari. Akhirnya aku mengalah, terpaksa menerima, setelah dia bersikeras memberikan barang yang telah dibelanjakan. Kami kembali ke toko setelah sampai diparkiran.
“ Zung ada yang ketinggalan, kita ke toko lagi,” ajaknya. Susan memilih satu kacamata reyban, harganya cukup mahal.
“ Ini untuk pria ganteng. Masya kalah dengan sopir itu,” ujarnya menunjuk sopir taksi gelap yang disewa selama beberapa hari.

“ Susan, nanti aku terganggu bila aku mengenakan kaca mata ini.”
“ Terganggu kenapa.?”
“ Gadis-gadis akan berpaling kearahku, nanti kamu cemburu.”
“ Nggak. Abang nggak usah mancing-mancing. Magdalena setia menunggumu.”
“ Susan sok tahu. Darimana tahu kalau dia masih setia menungguku?”
“ Magda tidak mengucapkan langsung. Tetapi dari pembicaraan kami kemarin dulu sebelum aku ke sini, menangkap isyarat, dia masih mencintai dan menunggumu. Abang jangan main dengan perempuan lain lagilah.”
“ ...kecuali Susan.!?” selahku.
“ Iya. Karena aku tak akan mau menggagumu lagi. Aku juga sudah beritahu dia kalau mau ketemu dengan abang. Alamat dan telephonmu aku dapatkan dari dia.”

“ Isyarat apa lagi yang kamu tangkap dari Magdalena.?”
“ Magdalena sangat kesal karena abang main dengan perempuan lain, minum sampai teler dan dia mengeluhkan kelakuanmu yang sering marah-marah kepadanya. Setahuku, Magda belum mempunyai teman pria lain kecuali abang. Menurutnya, dia pernah mau menjemputmu karena abang main judi dan teler bersama dengan perempuan lain. Zung, dia menangis ketika menceritakan kepadaku.”

“ Susan, aku masih meragukan apakah dia masih setia menungguku. Iya itu tadi, karena terakhir aku keblabasan dengan perempuan lain, Laura. Sebelumnya juga, Magda selalu mengalihkan pembicaraan, jika menyinggung mengenai kelanjutan cinta kami yang pernah terputus. Terakhir, ketika aku pulang ke Medan, dia menolak pemberian kalung yang belikan khusus untuknya.”

“ Zung, memang agaknya masih ada yang tersisa penderitaan yang dialami ketika kalian putus. Magda masih trauma. Dia juga khawatir akan terulang kembali, karena abang pencemburu.”
“ Bukankah cemburu itu bahagian dari cinta.”
“ Iya. Tetapi tidak keterlaluan. Meski aku belum lama mengenalnya secara pribadi, aku yakin dia perempuan jujur dan setia. Buktinya, meskipun kalian telah putus tetapi dia masih mau berhubungan denganmu, bahkan menangisimu jika kelakuan abang tak kunjung berubah.”

“ Untuk yang satu itu memang aku sangat lemah, karena aku, dulu, sempat terjun di pasaran. Judi, minum dan perempuan adalah bagian dari kehidupan dipasaran. Tetapi aku masih berutung dibandingkan dengan teman-temanku, aku tidak pernah bermain dengan perempuan nakal, serius.”
Susan tiba-tiba ketawa seraya memutar wajahku menghadapnya: “ Apa Zung!? Nggak pernah main dengan perempuan?”

“ Sumpah! Sentuh juga nggak. Aku hanya berteman dengan perempuan baik-baik; Ira, Maya, Mega, Magdalena dan kamu. Tetapi yang paling berkesan adalah kamu dan Magda.”
“Bagaimana dengan Mawar,?”singgungnya.
“ Oh iya, hampir lupa. Tetapi dia hanya teman biasa kok. Kenapa Susan ingat dia.?”
“ Memang abang nggak ada hubungan spesial dengan dia,?" selidiknya.
“ Kenapa ? Kok tiba-tiba nama itu muncul ? Selama ini Susan tidak pernah sekalipun menyinggung nama Mawar. Apa yang kamu tahu mengenai Mawar.?”

“ Sebelumnya aku juga nggak tahu kalau abang pernah berhubungan dengannya.!”
“ Dari siapa Susan tahu.?”
“ Kemarin dulu ketika aku mampir di rumah Magda, dia bercerita, bahwa abang pernah jatuh hati kepada Mawar , waktu Magda ribut dengan orangtuanya karena dia di jodohkan dengan Albert. Abang sangat marah dan malah mengusir Magda dari rumah sakit ketika abang dalam perawatan karena kecelakaan. Memang abang kejam iya!? Akhirnya Mawar menjaga bahkan merawat abang sejak dirumah sakit, di “klinik” pak Ginting,hingga di kamar abang. Belakangan, Mawar menuturkan semua itu ke Magdalena.”
“ Jadi Magda sudah tahu sejauh itu? Magda nggak pernah cerita kepadaku. Lalu apa komentar Magda.?” ( Bersambung)

Los Angeles, August 2009


Tan Zung

Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/