Wednesday, November 18, 2009

Telaga Senja (165)

"Nothing's Gonna Change My Love For You"
If I had to live my life without you near me/The days would all be empty/The nights would seem so long
With you I see forever oh so clearly/I might have been in love before/ But it never felt this strong/Our dreams are young and we both know/They'll take us where we want to go/ Hold me now, touch me now/I don't want to live without you
CHORUS:
Nothing's gonna change my love for you/You ought to know by now /how much I love you One thing you can be sure of/I'll never ask for more than your love
Nothing's gonna change my love for you/You ought to know by now how much I love you/The world maychange my whole life through/But nothing's gonna change my love for you

If the road ahead is not so easy/Our love will lead a way for us/Like a guiding star /I'll be there for you if you should need me/You don't have to change a thing /I love you just the way you are
So come with me and share the view/I'll help you see forever too/Hold me now, touch me now/I don't want to live without you
Back to Chorus
=======================
Aku dan Magda kaget ketika sopir menegurku dari kursi depan,” Hoi,.. Zung! Unang sai paksa. Sabar ho. Paima jo satongkin na i” ( Hoi, Zung ! Jangan main paksa. Sabar lah. Tunggu dulu sebentar, pen). Aku terpelongo, Magda pun segera mengangkat kepalanya.
=======================
Tanpa dikomando, aku dan Magda menjerit memanggil : " Poltaaakkk..! setelah dia menyingkap topinya. Ciri khasnya, kepala bagian depan agak botak. Kurang lebih tiga tahun lamanya tak bertemu dengannya. Poltak langsung berangkat ke Jakarta setelah selesai sarjamuda. Dia teman kami ketika dalam kelompok belajar. Orangnya cerdas tapi agak reseh sedikit ”bandit”. Dia terpaksa di "skors” dari group, setelah satu semester, karena matanya terlalu liar dan nakal. Melihat perempuan berwajah cantik, keseimbangannya langsung hilang. Parahnya, dia tak dapat membedakan teman perempuan dalam satu group dan perempuan luar. Kelompok belajar sepakat memberi “vonnis” keluar dari group.

Sebelumnya, aku telah berusaha membela sebelum “vonnis” dijatuhkan. ” Kita harus maklum. Dia baru datang dari kampung," belaku. Tetapi semua teman perempuan , kecuali Magda, serempak protes: “ Biar juga baru datang dari kampung tetapi harus tahu sopan lah. Merokok pun di sembarangan tempat.”

Magda sepakat denganku, “ Poltak tidak boleh dipecat langsung dari keanggotaan. Dia butuh “tuntunan”. Mereka setuju usulanku. Semua mendaulatku menjadi ”counselor” karena aku juga berasal dari kampung. Perbedaanyaku dengan Poltak, mata, tangan dan mulut selama ini, tetap terjaga santun.

Sebelum menjalankan tugas “ counselor”, terlebih dahulu mengadakan pendekatan. Makan bersama di restauran Kp. Keling, tempat tongkrongan pasangan berpacaran. Disana aku sampaikan keluhan teman belajar, khususnya perempuan.
“ Sementara ini kamu belajar sendiri dulu di rumah. Meski kita sudah lulus pelonco dikampus, tetapi untuk mata kayaknya kau belum lulus,” guyonku. Tiga kali hari Sabtu, Poltak bersamaku. “ Aku mau mengajakmu berkunjung ke beberapa tempat,” ujarku. Aku memberi jadual tiga tempat kunjungan. Ketiganya adalah tempat “mencuci mata, Poltak setuju.

Poltak menurut ketika aku ajak nongkrong di satu warung kecil, depan bioskop, sambil minum kopi. “ Pandang sepuasmu perempuan cantik-cantik itu. Tetapi jangan terlalu mencolok. nanti di pas-pas ( disikat,pen) kau,” ujarku.

Akhir pekan berikutnya, sebelum wajib kunjung ke rumah Magda, Poltak ku bawa ke kolam renang. “ Bawa buku Matematika dan Pengantar Akuntansi, biar pengunjung disana tahu kalau kita mahasiwa sedang stress. Disana kita duduk, melirik sambil belajar. Sesekali bolehlah kau pelototin. Tetapi jangan terlalu ketara. Ketika aku dan dia ke sana, di kolam renang, malah dia belajar serius.

” Belajar serius bukan disini tempatnya,”tegurku.
“ Banyak pekerjaaan rumah Zung,” jawabnya.
“ Kelompok belajar kita sedang belajar serius, matamu jelalatan. Dibawa ke parkiran, tempat mata jelalatan, kau belajar serius pula.”
“ Samanya semua ku tengkok,” balasnya.
Ah...kau hampir lulus, tawaku dalam hati. ” Omong-omong berapa kalian bersaudara?”
“ Lima orang,” jawabnya.
“ Berapa perempuan?”
“ Oh...nggak ada,” jawabnya. Ah..pantaslah kawan ini seperti kijang kehausan, pikirku.

Akhir “ pembinaan”, aku mengajaknya ke kebun binatang. “ Disana banyak “binatang” sedang berahi,” kataku. Awalnya dia menolak.
“ Ah..kejam kali lah lae ( bung, pen) Secantik apapun binatang tetap saja binatang,” kesalnya.
“ Poltak ! Ini akhir perpeloncoan untuk kau sebelum diterima kembali ke group. Ini yang paling menentukan Atau terserah kau lah. Aku terpaksa melaporkan kepada kawan-kawan, kalau kau menolak pelonco akhir.”
Iya lah lae.” ujarnya terpaksa.
“ Jangan lupa bawa rokok. Dua batang saja, bagianku sebatang.”

Akhir "pembinaan", ketika kami ke kebun binatang, Poltak mulai curiga ketika aku membawanya ke tempat agak gelap, dibawah pohon besar dan rimbun.
” Zung, ngapain kita ke tempat semak seperti ini?” tanyanya.
Hanya beberapa langkah setelah bertanya, dia melihat ada sepasang manusia sedang asyik bergelut diatas rerumputan. Melangkah ke tempat lainnya, kami melihat adegan lebih ganas.
Cammana? Sudah puas kau? Isap rokoknya, biar jangan gemetaran kau,” gurauku.
“ Ah...jijik pun aku lihatnya," balasnya.
“ Poltak! Kau lulus. Kalau kau tadi ikut syuur, berarti sama lah kau dengan mereka. Membuang hajat disembarangan tempat. Iya kayak makhluk dalam kandang itu. ”
*** ***
Poltak, awalnya menolak ketika kami mengajak dia makan. Tetapi karena kami nggak mau turun dari taksinya, akhirnya dia mengalah. Poltak membawa kami ke warung pojok dipelataran parkiran itu.” Disini lebih nyaman,“ ujarnya sambil memarkirkan taksinya. Poltak bertutur, kenapa dia menjadi sopir taksi. Menurutnya, dia baru saja dipecat karena menggelapkan sejumlah uang “setoran”. Sebenarnya, uang itu hasil setoran, tak resmi,” tuturnya. Dia bekerja di direktorat bea dan cukai, pelabuhan Tanjung Priok. “ Semua uangnya habis di meja judi, casino. Uang setan di makan jin,” senyumnya, kecut. “ Belum lagi, isteri menggerogoti.”

“ Lho, kok isterinya sendiri dibilang menggerogoti? “ tanya Magda keheranan.
Iya itu yang ke dua.”
“ Boh! Isterimu dua? Beruntung lah kau? Isterimu tahu kalau punya simpanan? tanyaku.
“ Tahu setelah aku ceraikan.”
“ Memang sejak dulu pun aku sudah melihat kau punya bakat,” ejekku.

“ Kapan kalian menikah? tanya Poltak mengalihkan ejekan lanjutan
“ Dua minggu lalu. Kami sedang honey moon. Besok kami kembali ke Medan.” ujarku. “ Jangan lupa mampir ke rumah kalau pulang ke Medan,” lanjutku sambil menyebut alamat rumah.
“ Oh..kalian masih tinggal di rumah ito Magda ?”
Ya. sementara kami menumpang di rumah mertua,” ujarku.

***
Tiba di rumah, Magda langsung mencocorku. “ Papa kok tega amat sih bohongin teman?”
“ Dia itu raja tega mam. Papa sengaja bilang kita sudah nikah. Aku takut kalau papa ngaku masih pacaran, dia hembuskan pula ilmunya ke mama. Mama bisa tergila-gila. Papa kan ikut jadi korban!?”
“ Nggak ada ilmu mempan ke aku. Mama sudah bilang, segudang lelaki antri menunggu jawabanku. Tak satu pun mama layani.”
“ Poltak beda. Dia nggak perlu antri. Modalnya cuma sebatang rokok. Tiup ke wajah perempuan, langsung “menggelepar”.

Emang ayam ! Sudah ah...papa makin ngaco. “ Bagaimana kalau dalam waktu dekat, kebetulan dia datang ke Medan dan mampir ke rumah?”
“ Kalau dia mampir, bilangin aku sedang mancing."
" Mancing keributan iya pap," tawanya.

" Eh...mam, sudah pukul tiga, tidurlah. Papa tidur di sofa ini saja.”
“ Mama ikut papa, tidur disni,” ujarnya sambil merebahkan tubuhnya di sisiku
“ Ntar ketahuan orang tua Rina dan ibu, nggak enak.” ujarku
“ Ibu papa kan calon mertuaku. Kenapa harus malu?” balasnya.( Bersambung)

Los Angeles. November 2009 http://tanzung.blogspot.com/