Wednesday, January 6, 2010

Telaga Senja (200)

==================
Mawar, usahakan malam ini harus ketemu. Bawa kerumahku. Jangan beritahu kepada siapa-siapa. Sekarang bang Tan Zung ikut aku kerumah. Mawar, malam ini kita harus kerja keras. Kalau berlum ketemu, usahakan informasi dimana Magda. Aku dan suamiku akan datang menjemput, dimanapun dia.”
==================

Susan tidak berani meninggalkanku sendiri di kamar. Dia terus memaksaku harus ikut kerumahnya, di dukung oleh Mawar. “ Zung, kamu harus ikut aku kerumah,” ujar Susan, lantas menarik paksa tanganku.Lagi, Susan meminta ke Mawar agar menghubungi Jonathan, adiknya Magda. Susan membawaku ke rumah sakit guna mengobati kepalan tanganku yang terluka. Selama dalam perjalanan yang memakan waktu hampir setengah jam itu, Susan hanya berbicara seadanya. Tidak seperti biasanya penuh dengan canda. Tiba dirumah, Susan membenahi kamarku.

“ Susan biarkan aku yang benahin. Ntar nggak enak ke suamimu.”
“ Hendra sedang diluar kota, besok dia kembali. Memang kenapa kalau dia lihat.?” ujarnya meningglkanku di kamar. Sejenak kemudian, Susan kemali dari kamarnya membawa t-shirtku yang ketinggalan, tempo dulu. “ Abang mandi dulu sebelum istrahat.” Sepeninggalnya, otakku kembali error. Tak tahu berbuat apa selain menaruh dendam ke om Robert dan tulang/om, orangtua Shinta. Cacimaki dan umpatan kata-kata kotor , dalam benak, kutujukan kepada dua makhluk yang mengaku manusia tapi tak punya rasa itu. Biadab.! Itulah ungkapan yang paling pantas bagi keduanya.

Tengah hati merintih dan sejuta umpatan, Susan mnegagetkanku,” Zung, kamu mau jadi gila? Ngoceh tak karuan. Kenapa abang belum mandi,?” tanyanya pelan. “ Ayo bang, jangan seperti orang kalah perang. Aku tahu abang mampu menghadapi masalah ini.” ujarnya seraya menarik lenganku dari tempat tidur. Memang, “serangan” mendadak itu membuatku seperti orang kehilangan akal. Kali kedua, tragedi menyapaku kala dipenghunjung gita asmara. Mendung itu datangnya begitu tiba-tiba ditengah birunya langit. Deru debu bagai mengubur harapanku. Derap langkahku tersandung kerikil nan tajam, mematikan.

Susan menggedor pintu kamar mandi, setelah agak lama berdiam disana. Dia kaget, kemudian menepuk-nepuk pipiku ketika dia menemuiku seperti orang bengong, “ Zung, apa-apaan kamu? Zung....! “ teriaknya lantas membasahi kepalaku dengan air. Susan menggoyang-goyang tubuhku, kala mataku hanya menatapnya, hampa. Lagi-lagi Susan mengentak dengana teriakan, “ Zungng..! Kenapa kamu bang,?”

Sebenarnya aku mendengar semua teriakannya. Namun aku bergeming. Entah kenapa, hatiku telah membeku, membatu bagai batu karang berlabur lumut.Susan memelukku dengan suara serak dari kerongkongan yang tersendat, “ Zung....kenapa bang? Sebentar lagi aku jemput Magda. Bangngng...bang...,” isaknya seraya menepuk wajahku. Dia menuntunku dari kamar mandi dengan tubuh masih terbungkus pakaian dari pesta, tanpa jas dan dasi.

“ Zung, istrahat dulu. Kamu tampaknya terlalu letih. Sebelum tidur, boleh aku bicara sebentar dengan abang,?” tanyanya ketika aku diatas tempat tidur.
“ Bicara tentang apa? Aku sudah lulus dengan nilai memuakkan,” jawabku.
“ Zungng...kamu ngaco. Aku bilang bicara. Tahu abang sudah tamat. Kan aku yang menamatkan abang? Kalau nanti Magda ketemu, kalian tinggal disini sampai suasana tenang.”
“ Apa lagi yang kamu harap dari Magda. Dia telah dikubur hidup-hidup oleh manusia tak beradab.”
“ Abang masih ngaco. Istrahat dulu lah. Ntar aku bangunkan,” ujarnya, seperti orang kehabisan akal.
***
Selama di dalam kamar aku mendengar bunyi telepon untuk kesekian kalinya, namun dalam pembicaraan, tidak sedikitpun Susan menyinggung nama Magda. Tubuhku masih tergeletak dengan sejuta dera derita bercampur malu terhadap diriku sendiri. Kekasih raib, dari ujung hidungku, bagai ditelan bumi. Susan heran ketika aku keluar dari kamar dengan langkah normal. Susan berusaha menahanku ketika melangkah ke ruang bar kecil tempat menyiimpan minuman.

“ Aku nggak melarang abang minum. Tetap abang istrahat dulu,”bujuknya.
“ Antarkan aku pulang. Aku muak diatur seperti anak kecil. Tadi Susan mengajakku kesini mau minum, bukan mau tidur,” entakku, disambut tawa geli. “ Zung, aku tak sedikitpun menyinggung minuman. Dasar Tan Zung...” Susan membiarkanku mengambil dari rak minuman. “ Bang, jangan terlalu banyak minum. Siapa tahu kita ketemu Magda,” ujarnya seraya menuangkan ke gelas minumanku. Sejumlah minuman telah kutenggak dalam pengawasan Susan.

"Tendangan" minuman beralkohol tinggi itu, sepertinya mengembalikan posisi syarafku pada tempatnya. Sementara tanganku tarik menarik botol minuman dengan tangan Susan, bunyi telepon berdering. Serempak kami berlari menuju meja tempat pesawat telepon diletakkan, namun aku kalah langkah dengan Susan.

Dalam percakapannya, aku mendengar suara Susan, “ Hah...! Magda dimana? Mawar sudah pasti? Tahu dari siapa,? Ya..ya, aku segera kesana. Bilang ke Jonathan, jangan tinggalkan Magda,” ujarnya.
“ Zung, aku tadi sudah bilang, abang mandi. Dasar anak bandel. Nggak malu kamu ketemu dengan Magda seperti itu? Rambut aut-autan, nafas bau minuman,” kesalnya. Susan menyuruh pembantunya untuk menyeduh kopi untukku sebelum kami berangkat. Susan terus mengoceh sembari menuju kamarnya menganti pakaian. “ Abang nggak mau mandi, ku tinggal,” ancamnya serius. Bagai anak kecil ketakutan, aku segera berlari ke kamar mandi.

“ Magda masih hidup? Dimana dia,?” tanyaku setelah keluar dari kamar mandi.
“ Nggak tahu..” jawabnya sambil melemparkan t-shirtku. Abang pakai di mobil. Mbak..! Kopinya taruh ke mobil,” teriak Susan, lantas menyeretku ke mobil.
“ Mana kunci mobil,?” teriakku. Susan tak peduli. Dia membuka pintu penumpang, kemudian mendorongkanku ke dalam. Bagai seorang pembalap pemula, Susan mengenderai mobil dengan kecepatan diatas rata-rata. Setelah cukup jauh, aku sadar bahwa aku tidak memakai sepatu. “ Susan, sepatuku tertinggal.”

“ Abang lebih memerlukan sepatu atau Magda?” kesalnya, tanpa menolehku. Dia terus mengemudikan kenderaan dengan kecepatan tinggi. Dalam bilangan belasan menit, kami tiba pada tempat yang telah diberitahukan Mawar. Kami mendekati mobil Mawar yang parkir dipojok jalan. " Magda ada di dalam bersama dengan mami, tantenya dan Jonathan, Tetapi, menurut Jonathan maminya sudah tertidur. tadi aku sudah janjian dengan Jonathan ketemu di sini," lapor Mawar. ( Bersambung)

Los Angeles, January 2010


Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/