Thursday, August 20, 2009

Telaga Senja (105)


love to see you cry
Maybe I just wanna touch you for your warm inside again/Maybe I just wanna let you the sweetest pleasure is me/I dont know why why but I love to see you cry/I dont know why why it just makes me feel like

Are you coming to the moment/When you know your heart can break/Im inside you/Im around you/Just wanna hear you cry again

I dont know why why but I love to see you cry/I dont know why why it just makes me feel like/I dont know why why but I love to see you cry/I dont know why why but it just makes me feel like

You dont know how much it hurts when you fall asleep in my arms/Before the morning comes
I wanna run away, I wanna run away/I dont know why/I dont know why/I dont know why
I dont know why why but I love to see you cry/I dont know why why it just makes me feel like/I dont know why why but I love to see you cry/I dont know why why but it just makes me feel like
=================
" Jangan ucapkan itu Laura. Tanganmu tak cukup lebar menghempang sinar mentari. Biarkan dia bergulir dan berhenti di peraduan ufuk barat. Just let me go on loving and believing 'til it's over. Please don't tell me how the story ends
=================
PENIKMATAN sang surya akhirnya beakhir seiring awan berkuncup mendung. Aku dan Laura secara jujur mengakui sudut-sudut hati telah tumbuh rerumputan hijau namun belum berakar kokoh. Kami sepakat tidak akan “membunuh” tetapi juga tidak akan membiarkannya tumbuh subur merambat pada sudut hati yang masih tersisa. Pagi menjelang siang, Aku dan Laura menikmakti hamparan pasir nan luas teriring airmata perpisahan. Namun persahabatan tetap menjadi bagian dari kehidupan kami berdua.

” Mas, maafkan aku jika telah mengusik cintamu dengan mbak Magda. Cinta itu bertumbuh diluar kesadaranku. Tetapi mas, jangan pergi terlalu jauh. Aku belum mampu berdiri sendiri menapak jalan terjal ini. Yakinlah mas, Laura tidak akan mengulang kesalahan yang sama.” ujarnya. “ Mas, jangan pergi terlalu jauh...” ulangnya lirih dalam pelukanku.

“ Laura, persahabatan tak akan pernah berakhir hingga diujung waktu. Cinta adalah bagian dari persahabatan itu, bukan segalanya. Aku dan Magda akan tetap bersamamu dalam ruh persahabatan,” balasku. Laura akhirnya melepaskan pelukannya setelah berulang kali aku memohon undur diri.
“ Mas, jangan pulang dulu, lihatlah akhir titik airmataku.” mohonnya sendu.
“Iya, aku mau lihat dan akan ku tampung, kemudian akan ku berikan kepada Magda sebagai bukti “perselingkuhan hati”, guyonku, disambut kedua pukulan tangannya pelan di dadaku.
“Perjalanan masih panjang, tak perlu kita larut dalam tangis, ketawalah menyambut “kemenangan” itu.”

“ Aku kalah mas. Mas yang menang,” balasnya. Laura melepas kepergianku dari rumah tetapi bukan dari hatinya. Tetesan airmatanya mengiringi kepergianku di depan pintu rumah. “ Besok Laura mau kekantor, tunggu aku mas. Kita berangkat bareng,” mohonnya menahan isak.
***
TIBA dirumah, aku menemukan pesan pada secarik kertas ditempel di pintu kamar, memberitahukan, Susan sedang di Jakarta. “ Tan Zung, segera hubungi ibu Susan di hotel, kamar 268.”
Oalahlah....apalagi ini, baru saja selesai masalah, yang baru datang lagi. Aku menghempaskan tubuhku keatas tempat tidur diiringi teriakan kecil, “ Hari ini aku benar-benar gila. Gila karena perempuan.” Dengan perasaan rindu ditengah kegundahan, aku menelephon Magdalena. Rupanya dia sudah menunggu telephonku sejak kemarin sore hingga malam.

” Zung kemana saja ? Aku menelephon sejak kemarin sore. “
“ Aku bezoek Laura, dia sedang sakit.”
“ Abang main judi lagi iya.?”
“ Nggak !. Magda tahu dari siapa aku main judi.?”
“ Dari orang yang mengasihimu?”
Heh..Magda, jangan cari perkara kau. Kita sedang jauhan, nanti aku marah kau menangis, nggak ada yang mengusap air matamu. Beritahu siapa lagi yang mengasihiku, jangan ngarang kau.!”

“ Zung! Aku serius. Orang itu memberitahukanku karena dia kasihan pada abang.”
“ Kasihan beda dengan mengasihi. Kau ngelantur, ayo sayang, sebutkan siapa orangnya.!”
Ito berani bilang sayang lewat telephon.!” ujarnya diiringi tawa.
Halahh, Magda juga berani panggil aku ito lewat telephon. Ayolah sebut siapa orang yang mengasihiku selain kamu mam?”

Magda terdiam, aku menunggu lama tak ada jawaban,” Magda ! Kamu masih disana? Masih dengar suara ku? Kenapa diam?”. Magda tak menjawab, terdengar gagang telephon telah diletakkannya. Aku kelimpungan, mimpi apa aku gerangan sejak kemarin sore, kini pedang terhunus siap memacung leherku.
Ah....rumit kalipun menyambung benang putus. Dulu, sebelum aku berangkat, diairport, aku telah merasakan kehangatan itu melebur kebekuan. Entah apa pula membuat dia kembali”senu”. Sejauh mana Laura bercerita tentang aku ?
***
Aku mencoba menghubunginya, tetapi Magdalena tidak mau mengangkat telephon. Kali ketiga, telephon diangkat tetapi bukan suara Magda.
“ Mas, Magda dikamar sebelah, kalian ribut lagi?” tanya Rina.
“ Nggak. Kami bicara baik-baik bahkan bercanda. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba diam dan menutup telephonya. Kenapa dia nggak ngantor?”

“ Nggak tahu mas. Setelah Laura telepon dia hanya duduk termenung, nggak mau serapan.”
“ Tolong panggilkan dia, sebentar saja Rin.”
“ Mas, Magda sedang menangis. Aku nggak berani memanggilnya.”
“ Kenapa dia menangis?”
Lho, kok tanya aku. Yang bicara mas dengan Magda.!”
“ Rina! Tadi pagi Laura telepon ke sini?”
“ Iya pagi-pagi buta. Aku cuma bicara sebentar. Dia bicara lama dengan Magda, nggak tahu bicara apa.”
“ Tolong panggilkan Magda. Bilangin kalau nggak mau bicara, aku akan pergi ke casino dan ke night club.”
“ Sinting, wong lagi marahan malah ngancam?”


“ Tahu nggak kamu, ngebujuk perempuan yang satu ini sama dengan membujuk perempuan sekampung.”
“ Ah mas, dasar playboy.!”
“ Rina ngelantur. Aku lelaki baik-baik dan beriman ,” ujarku ketawa.
“ Beriman tetapi penjudi dan pemabuk.!?”
“ Rina, tolonglah sebelum otak Magda mikirin yang aneh-aneh.”
“ Memang mas aneh.!”
“ Rina, aku minta tolong, sampaikan saja pesanku atau aku akan pergi main judi.”
“ Ya aku sampaikan, tetapi mas, jangan ngacam gitu dong.!”(Bersambung)

Los Angeles, August 2009


Tan Zung

Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/