Sunday, December 13, 2009

Telaga Senja (184)


Celine Dion & Il Divo I Believe In You
Lonely the path you have chosen/A restless road no turning back/ One day you will/ find you light again/Don't you know/Don't let go the chance

English chorus:
Follow your heart/Let your love lead through the darkness/Back to a place you once knew/I believe, i believe,i believe in you/Follow your dreams/Be yourself an angel of kindness/There's nothing that you cannot do/I believe,i believe,i believe in you

Tout seul tu t'en iras tout seul/Couer ouvert à l'univèrs/Poursuis ta quête/Sans regarder derrière/N'attends pas/Que le jour se léve/Suis ton etòile/Va jusqu'oì ton revê t`emporte/Un jour tu le toucheras/Si tu crois,si tu crois,si tu crois en toi/Suis ta lumière/N'étint pas la flamme que tu portes/Au fond de toi souviens toi/Que je crois,que je crois,que je crois en toi

Someday i'll find you/Someday you'll find me too/And when i hold you close/I know that it's true
Repeat english chorus

==========================
Bukannya tadi papa marah-marah karena kelaparan? Kenapa tiba-tiba suara papa lembut? Papa sudah kenyang,?” sindirnya. “Dinyanyiin” begitu, aku pun melangkah gontai menuju kamarku.
“ Heh...papa yang bawa makanannya! Mama bawa bantal papa, “ suruhnya tegar. Aku berbalik , melangkah lemah ke mobil bagai serdadu kembali dari medan tempur setelah kalah perang.
===========================

MAGDA belum puas mengecohku, dia lanjutkan dengan sindiran. “ Papa kelihatan ada perubahan setelah bertemu dengan Maya. Boleh mama tahu kenapa.?” tanyanya setelah kami di kamarku. “ Papa, bangunlah ! Bantuin mama. Tadi pagi, katanya, setelah terapi, mau masak untuk mama. Ketemu Maya malah kelupaan,” ujarnya seraya menyiapkan makanan. Sesekali menolehku yang tergolek tak bergairah di atas ranjang.

“ Magda sudah pintar kerjain orang iya? “
“ Papa sendiri yang melatih. Selama hampir enam tahun papa telah melatih berolah kata, berlagak serius dan menguji kesetiaanku. Malah mama sukar mebedakan ecek-ecek atau serius. Papa selalu berhasil mengecohku. Mama kali pertama berhasil, tetapi papa langsung seperti orang putus asa,” tawanya.
Magda kembali menghardik ketika aku masih rebahan di ranjang : “ Papa mau makan nggak !”
“ Yang ini bukan marah ecek-ecek kan mam,?” tanyaku sambil beringsut dari tempat tidur seperti bocah ketakutan dengan ibu cerewet.
“ Maunya papa, berantam dulu baru kita makan? Atau papa perlu di suapin.?”

Sebelum tensinya naik, buru-buru aku ke dapur mengambil air minum. Kembali dari dapur, aku heran meihat sajian makanan hanya disiapkan dalam satu piring. Magda mengangkat kursi duduk dekatku. “ Mama, duduk dekat papa. Biar cepat nyubit kalau papa nakal,” ucapnya genit.
“ Kenapa disiapkan hanya satu piring.?”
“ Kita sepiring berdua pap. Mama sengaja siapkan satu piring, agar papa tidak capek nyuci. Ngak apa-apa kan pap.”

“ Magda, bersedia kalau kita bicara serius sambil makan,?” tanyaku, saat dia menyorongkan sesendok makanan ke mulutku.
“ Mama nggak keberatan. Tetapi tunggu dulu, papa mau bicara apa.?”
“ Tentang ” tragedi” kamar mandi berujung dengan cemburu mama.”
“ Papa, janji kalau kita bicara apapun nggak pakai marah! Menurut papa, mama cemburu!? Ya, mama tidak hanya cemburu juga sangat marah. Tetapi entah kenapa, mama dapat menahan diri, tidak reaktif seperti papa. Dulu, mama hanya duduk sebentar dengan Albert...”

“ Magda, sejak dulu sudah katakan, papa muak mendengar nama itu,”potongku.
“ Papa, diam dulu!“ Mama tahu, hanya mendengar nama Albert pun papa seperti kerasukan. Tetapi, kala Maya bersama papa dikamar mandi , itu sesuatu hal yang pantas, begitu? Papa sendiri yang “memproklamirkan” ke seluruh penjuru semesta, Magda, perempuan bodoh ini, akan menjadi permaisuri papa. Papa juga tahu, kalau Maya akan segera menikah dengan lelaki lain, bukan? Papa seakan mempertontonkan kehebatan papa di hadapan bapak dan ibu Ginting, bahwa papa mempunyai koleksi perempuan segudang? Masihkah papa punya rasa malu?” cecarnya, seraya meletakkan sendok diatas piring.

“ Itu yang mau papa jelaskan. Maka tadi papa tanya, boleh nggak kita bicara. Maksudku bicara baik-baik.”
“ Penjelasan atau pembelaan? Kenapa dulu, papa tidak pernah memberi mama kesempatan menjelaskan tentang keberadaan Albert? Melihat wajahnya saja pun, papa sudah seperti orang gila. Lalu, papa melarikan diri, meninggalkan mama menahan siksa kemudian “membunuh” semua semaian yang tinggal menuai itu. Papa, bahkan, merajamku hingga terkapar tanpa pernah mendengar penjelasanku.”

“ Lalu kapan masalahnya akan selesai jika mama tidak mau mendengar penjelasanku.? Mama masih percaya dengan papa? Kalau kepercayaan itu telah hilang, tak ada gunanya kita melanjutkan rencana selanjutnya, “ kataku pelan. Magda mencegah, ketika aku meraih sendok dari piring. Lagi, dia menyendok makanan ke mulutku.
“ Percaya? Bukankah mama yang paling pantas menanyakan itu kepada papa? Setelah , di Jakarta, papa janji tidak akan mengulang lagi mengkhianati ketulusanku.”

“ Papa tidak akan pernah mengkhianati mama. Kejadian tadi siang itu hanya kebetulan, tanpa direncanakan. Untuk lebih jelasnya, tanyakan kebenarnanya dengan bapak atau ibu Ginting. Sebagai orang tua, mereka tidak akan berbohong; mereka akan mengatakan yang sebenarnya. Tanyakan, kenapa Maya membatu membersihkan tubuhku. Tanyakan juga, apa yang kami lakukan di kamar mandi. Mama juga boleh menghubungi Shinta, apa yang kami bicarakan dengan Maya di kampus. Sebelum mama pergi ke rumah pak Ginting, mama mau mendengar penjelasanku kan?”

Meski Magda tak menjawab pertannyaanku, tetapi sikapnya mulai berubah, lembut. Dia mendengar dengan seksama tuturanku sejak awal hingga Maya ngotot ikut ke kamar mandi membersihkan tubuhku.” Sebenarnya, lanjutku, mama patut mengucapkan terimakasih pada Maya karena dia bersedia menggantikan mama saa itu.
“ Halah...memang maunya papa.”

Setelah selesai makan, aku coba memberanikan diri mengutarakan keinginan Maya agar aku menjadi pendamping calon suaminya saat acara pernikahan. “ Mungkin nanti malam Maya dan Shinta mau datang menjumpai mama.”
“ Menjumpaiku? Keperluan apa.? “
“ Maya minta tolong, papa jadi pendamping pengantin pria. Mama setuju.?”
“ Aneh! Maya yang minta atau kemauan papa.?” tanyanya.
“ Bukan kemauanku! Papa juga merasa aneh. Sebelumnya, Maya melarangku menghadiri acara pernikahannya, sekarang malah Maya sendiri yang memintaku ikut terlibat dalam acaranya . Tetapi papa masih pikir-pikir, seandainya pun mama mengijinkan.”

“ Mama nggak setuju papa jadi pendamping calon suaminya.”
“ Ada alasan spesifik kenapa mama melarangku.”
“ Mungkin Maya ingin membalas kekecewaannya kepada om John, karena sebelumnya melarang papa berhubungan dengan Maya. Mungkin juga, dia mau memuaskan batin atas cinta yang tak kesampaian pada papa.”
“ Jika alasannya adalah kemungkinan yang pertama, papa bersedia mendampinginya.”
“ Papa bagaimana sih? Kalau memang papa mau putuskan sendiri, kenapa berpura-pura menanyakan pendapatku?” kesalnya, sembari beranjak dari kursinya.( Bersambung)

Los Angeles. December 2009

Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/