Monday, October 26, 2009

Telaga Senja (148)

"Every Little Thing You Do"
Hello, let me know if you hear me /Hello, if you want to be near /Let me know /And I'll never let you go/ Hey love /When you ask what I feel, I say love /When you ask how I know /I say trust /And if that's not enough
[ Chorus ]
It's every little thing you do /That makes me fall in love with you /There isn't a way that I can show you /Ever since I've come to know you /It's every little thing you say /That makes me wanna feel this way /There's not a thing that I can point to /
'Cause it's every little thing you do Don't ask why /Let's just feel what we feel / 'Cause sometimes /It's the secret that keeps it alive /But if you need a reason why

Is it your smile or your /laugh or your heart? /Does it really matter why I love you? /Anywhere there's a crowd, you stand out Can't you see why they can't ignore you /If you wanna know /Why I can't let go /Let me explain to you That every little dream comes true /With every little thing you do
[ Chorus X2 ]
==================
“ Om dan tante salah apa kepada Tan Zung? Tan Zung tidak mau lagi makan masakan tante? Nggak mau lagi pijak rumah kami?” cecarnya.
“ Iya om, kita kerumah om saja. Pingin makan masakan tante ,” balasku mengobati kekecewaanya.
“ Halah..bang. Bilang saja kelaparan,” sambung Magda disambut tawa riuh seisi mobil.
====================
SAMBUTAN orangtua Rina sangat luarbiasa ketika kami tiba dari rumah sakit. Ibu Rina memeluk dan menciumi ku setiba dirumahnya. Kesempatan, sepulang dari rumahsakit, oleh orangtua Rina dipergunakan untuk menyampaikan ucapakan terimakasih secara formal kepadaku dan Magda serta kepada ibuku.

Walau ibuku dan Magda telah tiga hari menginap disana, mereka hanya bertemu sore ketika ayah Rina pulang dari kantor, dan pada malam harinya bertemu dengan ibu Rina setelah kios dagangannya tutup. Setelah makan siang, dengan linangan airmata ibu Rina mengucap syukur karena aku lepas dari malapetaka. Kepada ibuku dia bertutur, aku telah dianggap anak kandung karena menutup aib keluarga dan menyelamatkan putrinya Rina dari keputusasaan. Tak kalah terharunya, bahkan hampir tak mampu menyelesaikan kalimatnya, saat menyampaikan ucapan terimakasih kepada Magda yang telah bersedia “menampung” dan mendampingi Rina hingga saat ini, menjelang melahirkan.

Didampingi suaminya, ibu Rina menyerahkan dua bungkusan masing-masing untuk Magda dan untukku. Ayah Rina dan kami semuanya tak dapat menahan haru ketika ibu Rina memeluk Magda dengan isakan tangis, berujar,” Magda melebihi putri yang kulahirkan dari rahimku. Kami menyerahkan sepenuhnya Rina ke tanganmu nak dan keluarga di Medan. Sampai sekarang Rina belum dapat memaafkan om dan tante,” isaknya. Memang, menurut Magda, Rina bersikeras tak mau menerima kehadrian kedua orangtuanya saat akan melahirkan.

“ Kami berdoa semoga rencana pernikahan nak Tan Zung dan putri Magda diridhoi oleh Allah. Seandainya Rina mengijinkan kami datang ke Medan, om dan tante akan menghadiri pernikahan nak Tan Zung dan putriku Magda,” ucap ibunya setelah menyerahkan bungkusan kepadaku. Tanpa sengaja, aku menoleh ke arah ibu. Di wajahnya aku melihat perubahan rona setelah mendengar restu ibu Rina perihal rencana pernikahanku dengan Magda. Entah darimana pula kedua orangtua Rina dapat bocoran rencana pernikanaku dengan Magda.
***
Menjelang malam, aku dan Magda pulang ke rumah kostku. Ibukost menyambut ramah ketika aku memperkenalkan Magda. “Ini toh Magda yang sering telepon Tan Zung. Manis iya Zung, semanis suaranya,” sanjungnya. Magda tersipu mendengar sanjungan ibu.

Kamar masih tampak tertata rapi, hasil “karya” Laura sebelum kecelakaan.
Wah...Zung, kamarnya rapi seperti kamar perempuan. Beda jauh dengan ruang”perpustakaan” di Medan,” sindirnya ketika masuk dalam kamarku.
“ Magda, nggak usah menyindir seperti itu. Aku mengaku jujur, Laura yang merapikannya. Seperti aku telah beritahukan kemarin dulu, Laura datang ketika aku sedang jatuh sakit sepulang tugas dari Bandung. Dia juga membawa makananku.”

“ Aku mengatakan sebenarnya. Aku nggak menyindir. Abang saja yang merasa.” Meski merada kesal, aku terpaksa menahan diri, sebelum hal lainnya di bongkar habis. Khawatir omelannya berlanjut, aku minta ijin istirahat.
“ Mandi dulu bang” ujarnya mengingatkanku. Aku menggaguk setuju. Magda menuntun ke kamar mandi. Wajahnya merengut ketika aku menolak membantu membuka t-shirt yang aku kenakan. Dia kesal, kemudian meninggalkanku sendirian di kamar mandi tanpa sepatah kata.

Setelah selesai melap tubuhku, tertatih-tatih aku kembali ke kamar. Aku menemukan dia duduk di ujung tempat tidur. Wajahnya masih merengut, juga tak mau menolehku. Ketika melangkah masuk kamar, tak sengaja bahuku tersentuh ke ujung pintu kamar. Aku kehilangan keseimbangan tubuh hampir terjerembab. Magda tersentak dan berteriak,” Nah kan!? abang sok. Biarin jatuh,” ujarnya. Tetapi, dengan sigap tangannya menahan tubuhku. Tanpa sengaja dia menyentuh pangkal lenganku yang masih dalam taraf pengobatan. Aku mengerang kesakitan. Ibu kostku berlari ke kamar mendengar teriakanku. Dia membantu Magda memapahku ke tempat tidur.

Agaknya Magda menyesal ketika dia berteriak kesal saat aku mau jatuh. Dia melap tubuhku sebelum mengenakan baju tidur. " Masih dalam rintihan, aku menegur Magda:
" Kenapa wajahmu murung?"
" Bangggg....! Aku kesini mau ngapain kalau bukan membantu abang?. Tadi aku mau bantu melap tubuh malah menolak."
" Magda, aku mencoba melatih diri sendiri."
" Ah...bilang saja abang nggak mau! Dulu, waktu dirumah pak Ginting, setiap hari Mawar mandiin abang. Kenapa mau?" protesnya.

"Ya, iyalah. Mandiin aku lagi, tapi matanya ditutup." gurauku setengah merintih, tetapi Magda bergeming. " Ayolah Magda, bantuin aku bangkit,"
" Bangkit sendiri saja. Atau aku panggil Laura?"
" Iyalah, kalau Magda nggak bersedia bantuin aku. Tolong panggilkan Laura."
Tiba-tiba Magda melemparkan bantal kearahku. " Dasar! Bilang dong dari tadi," ketusnya.
" Tega amat sih kamu menyiksa orang sedang menderita?"
" Ughhh..abang tangkang ( nakal, pen)!" ujarnya sambil membekap mulutku dengan tanganya. ( Bersambung)

Los Angeles. October 2009


Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/