Monday, January 25, 2010

Telaga Senja (215)

Foreigner: I Don’t Want To Live Without You
I find myself in a strange situation/And I don't know how/What seemed to be an infatuation/Is so different now/(Aaaah) I can't get by if we're not together/(Eeeeh) ooh, can't you see?/(Aaaah) girl I want you now and forever/(Eeeeh) close to me...Aaaah

I'm longing for the time/I'm longing for the day/Hoping that you will promise to be mine/And never go away/I don't want to live without you/I don't want to live without you/I could never live without you/Live without your love/Oooh ooh ooh oooh

(Aaaah) I ask myself but there's no explanation/(Eeeeh) for the way I feel/(Aaaah) I know I've reached the right destination/(Eeeeh) And I know it's real / I'm longing for the time/I'm longing for the day/When I'll be giving you this heart of mine/Believe me when I say

I don't want to live without you/I don't want to live without you/I could never live without you/Live without your love/No, I don't want to live without you/ .
I don't want to live without you/
I could never live without you/Live without your love/ Now I don't want to live without you/I don't want to live without you/I could never be without you/Be without your love/I don't want to live without you/Live without your love

(Aaaah) (Live without your love) live without your love
(Aaaah) (Live without your love) you see I'm lost without your love
(Aaaah) (Live without your love) ooh ooh ooh oooh, ooh ooh ooh ooh oooh
(Aaaah) (Live without your love) without your love
(Aaaah) I can't live without it
(Live without your love) I can't live without your love

==========================
Mam, bacakan dulu surat dari mertuamu,” kataku mengingatkannya.
“ Oh..iya pap, aku hampir kelupaan,” jawab Magda seraya mengambil dari tasnya. Kubiarkan dia membaca isi yang tak terlalu panjang itu. Wajahnya berubah seusai membaca surat, menatap sendu, lalu merebahkan tubuhnya di pangkuanku.

==========================
SEGERA aku mengambilkan surat itu dari tangan Magda dan membacanya. Namun, aku heran tak menemukan sepotong kalimat yang membuat hati Magda terusik sehingga wajahnya redup dan tubuhnya lunglai di atas pangkuan. Apakah gara-gara pemeberitahuan ayah , bahwa ibuku jatuh sakit.?
“ Mama kenapa? Kamu mengidam,?” godaku. Wajah Magda berubah seketika, berbinar.
“ Papa...! Belum lah," jawabnya seraya meremas daguku. " Mama tua sakit karena mama iya?” tanyanya menduga-duga.
“ Apa hubungannya ibuku sakit dengan keberadaanmu?”
“ Mungkin mamatua nggak setuju dengan pernikahan kita?”

“ Setuju nggak setuju tokh kita sudah jalani. Tidak usah kamu menghukum dirimu sendiri. Pikirkan bagaimana agar kedua orangtua kita dapat menerima dan memahami apa yang telah kita putuskan. Mereka adalah orangtua yang melahirkan. Papa tidak yakin mereka akan menepis kita dari sisi kehidupan mereka. Aku yakin sejuta persen mam. Berhentilah menghukum diri sendiri. Hukuman ataupun tudingan dalam bentuk apapun dari manusia sekitar yang mengaku beradab, kita harus siap menerimanya. Mereka yang hidup tetapi tidak siap menanggung resiko, adalah mayat berjalan. Semakin mama takut ;ketakutan itu semakin melilit hati dan pikranmu. Mama belajarlah menjadi manusia pemberani. Mama berani ikut papa pulang kampung melihat mertua? Besok papa mau pulang. Hanya satu malam saja.”

“ Papa pulang? Mama mau ditinggal.?”
“ Baru diingatkan jangan dihantui rasa takut. Memang kenapa kalau mama ditinggal?”
“ Mama nggak takut. Mama kan sudah menjadi isteri papa? Justru papa yang ketakutan kalau mama ikut ke kampung,” tantangnya seraya bangkit dari pangkuan.
“ Meski madu terasa empedu, mama harus siap menerimanya. Tadi kan papa bilang, hidup adalah sebuah resiko.?"
" Kadangkala perasaan mengalahkan pikiran. Madu tetaplah madu. Madu itu tidak akan pernah berubah menjadi empedu. Tetapi perasaan kita mengubahnya menajdi empedu. Bagi papa keduanya adalah bagian dari kehidupan. Mengharaplah empedu itu akan menjadi penyegar tubuh. Papa yakin, mama tidak terlena dengan nikmatnya madu.”

“ Ya, iya...mama yakin, papa tidak sekedar “berkhotbah” tetapi ikut bersama mama menikmati keduanya. Nah, besok mama mau ikut papa pulang kampung, bersama-sama menikmati madu dan empedu.” ujarnya dengan hati berbunga-bunga. “ Papa , tidak perlu lagi melanjutkan “khotbah” karena semua telah ditutup dengan , Amin,” sergahnya diiringi tawa ketika aku akan melanjutkan pembicaraan.
“ Mam, aku bukan mau berkhotbah. Aku mau berdoa penutup,” jawabku ketawa .
***
Aku dan Magda sepakat pulang melihat ibuku yang sedang jatuh sakit sekaligus memberitahukan perubahan “status” ponakan menjadi menantu, dengan segala konsekwensinya. Malam itu aku mengajak Magda ke rumah Susan; Dia kaget karena kami pulang dua hari lebih awal dari yang direncanakan. Susan juga merasa surprise ketika Magda memberitahukan kami baru saja dari rumah Magda.
“ Hah..! Bagaimana sikap mami? Apa katanya Zung.!?” tanyanya semangat. Namun semangat itu meredup seketika saat diberitahu, mami Magda sedang berada diluarkota.
“ Mami nggak ada dirumah kak. Besok mereka baru pulang dari luar kota,” timpal Magda.
“ Ah...kakak pikir, kalian sudah berani ketemu dengan mami.”

“ Ya kak. Keberanian kami mulai timbul sejak tadi sore. Kami akan mengawali dengan kunjungan ke kampung, kerumah mertua, orangtua Tan Zung.”
“ Kapan..!? Iya Zung? Abang sudah siap menanggung resiko? Bukankah lebih baik menunggu suasana lebih tenang?”
“ Lebih cepat lebih baik kak !”
“ Tetapi abang harus siap menanggung resiko terburuk. Sedikit banyak tahulah aku adat batak. mamiku kan orang batak,” terang Susa.
“ Aku juga siap kak,” timpal Magda.
“ Memang kamu perempuan batak dik,” ujarnya seraya mememeluk l Magda yang duduknya berdampingan.

Tak hentingya Susan mendukung seluruh rencanaku dan Magda. Dia langsung menawarkan mobilnya kami pakai untuk pulang kampung. “ Mana tahu kalian belum diterima karena persoalan adat, bisa saja orangtua mengusir kalian dari kampung karena dianggap tabu menerima menantu yang belum diadatkan. Kalian boleh langsung pulang saat itu juga.” ujarnya seraya meninggalkan kami. Susan masuk kedalam kamarnya. Sejenak kemudian kemlabi dengan menyerahkan sejumlah uang dalam ampelop. Susan tersinggung ketika Magda menolak pemeberiannya.

“ Yang kakak kasihkan minggu lalu masih ada,” tolak Magda
“ Kamu belum sebulan jadi mama-mama sudah berani menolak pemberian kakak iya?” entaknya. “ Kalian berjalan jauh. Siapa tahu mobil mogok atau butuh nginap di jalan,” bujuknya. Susan terus menyorongkan amplop itu ke tangan Magda. Aku pun menghindar dari ruang tamu, tak mampu melihat pelukan Magda diiringi isak tangis. Menurutku juga, perhatian Susan, mantan dosen dan pacarku, sangat luarbiasa.

" Mumpung mami masih diluar kota, pulanglah ke rumah. Lanjutkan nostalgia kalian di rumah ketika masa kuliah."
" Susan mengusir kami,?" candaku.
" Ya. Aku mengusir kalian. Kakak nggak mau mencuri waktu kalian meski sedetikpun," ujarnya. Susan menarik tanganku dan Magda," Ayo bangkit. Pergilah, bersama, menikmat madu," pungkasnya. ( Bersambung)

Palm Spring. January , 2010


Tan Zung

"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/