Thursday, August 13, 2009

Telaga Senja ( 100)

ahead/Just leave/Can’t hold you, you’re free/You take all these things/If they mean so much to you/I gave you your dreams/’Cause you meant the world/So did I deserve to be left and hurt/You think I don’t know you’re out of control/And then I’m finding all of this from my boys/Girl you said I’m cold, you say it ain’t so,/You already know I’m not attached to materials

*) I give it all up/But I’m taking back my love,/I’m taking back my love,/I’m taking back my love,/I’ve given you too much,/But I’m taking back my love,/I’m taking back my love,/My love,my love,my love,my love/

(Ciara)
What did I do to give us the cue/I’m just confused as I stand here and look at you/ From head to feet, all it’s from me/Go head, keep your keys,/That’s not what I need from you/You think that you know (Enrique:I do),

You’ve made yourself cold (Enrique:oh yeah),/How could you believe them over me, I’m your girl/You’re out of control (Enrique:so what?),/How could you let go (Enrique:oh yeah)/Don’t you know I’m not attached to materials

I give it all up/but I’m taking back my love,/I’m taking back my love,/I’m taking back my love,/I’ve given you too much,/But I’m taking back my love,/I’m taking back my love,/My love,my love,my love,my love

*)I give it all up/but I’m taking back my love,/I’m taking back my love,/I’m taking back my love,/I’ve given you too much,/But I’m taking back my love,/I’m taking back my love,/My love,my love,my love,my love

(Enrique)So all this love I give you, take it away
(Ciara)You think material’s the reason I came
(Enrique)If I had nothing what you want me to say
(Ciara)You take your money take it all away

*) 3 X
=========================
“ Aku mau kembali ke kantor,” ucapku sambil menepis tangannya.
“ Tunggu sebentar lagi mas,” mohonnya. “ Ntar, aku telepon om Adrian,” lanjutnya memelas.
“ Kenapa nggak kamu telpon Gunawan,?” ujarku lalu meninggalkannya.
“ Mas...jangan pergi dulu......!?” panggilnya ketika aku terus melangkah ke mobil.
===========================
HERAN! Kenapa kok aku seperti diliputi rasa cemburu setiap mendengar nama Gunawan. Pada hal sudah ada kesepakatan, aku dan dia hanya sebatas sahabat, setelah Laura mengetahui secara jelas hubunganku dengan Magdalena. Terakhir, ketika kami masih di Yogya menghabiskan liburan, dia telah menyatakan bahwa aku dan dia tidak akan saling memiliki. Namun, fakta berkata lain, khususnya setelah kami kembali dari Yogya. Agaknya “sekat” yang kami sepakati terbangun bersama bertumbuhnya bunga-bunga hati. Sadar atau tidak Laura juga semakin “berani” memarahiku dan merajuk bagai seorang kekasih butuh perhatian. Akupun tak habis pikir, kenapa dia masih lebih cendrung “mencintai”ku padahal Gunawan telah menunjukkan rasa cinta dan pengorbanan waktu.

Pesan yang disampaikan pembantu, bahwa Gunawan tidak dapat menjemput Laura karena kurang tidur selama dua malam menemani Laura di rumah sakit, sebenarnya cukup alasan, menyimpulkan bahwa, diantara kedua anak manusia ini telah tercipta hubungan batin meski tersembunyi. Bila kesimpulanku ini mendekati kebenaran setidaknya sembilan puluh persen, maka Laura adalah pemain cantik dan mampu mengecohku dalam dunia persilatan asmara. Jika tidak? Memang akulah manusia paling pencemburu namor wahid di seantero jagad, sebagaimana pernah dilebelkan Magda, Susan dan Mawar padaku.
Dalam keheningan saat jam istrahat dikantor, aku merasa telah mengkhianati Magda yang setia menunggu. Aku akan berusaha membunuh semaian kasih yang sudah mulai bertunas pada Laura. Aku harus mampu, sebelum tunas itu bertumbuh subur.

Sejam sebelum tutup kantor, Laura menghubungiku lewat telepon khusus diruang kerja Adrian, direktur utama kantor kami. Sekretaris Dirut memanggilku masuk ruangan kerja Adrian. “ Zung, telepon dari Laura,” ujarnya seraya menyerahkan gagang telepon. Benar-benar Laura bermain cantik, pikirku. Dia tahu kalau menghubungiku lewat nomor telepon kantor, pastilah aku menolak dengan berbagai alasan, dia tahu itu. Dengan keadaan terpaksa, aku melayaninya berbicara dengan cantik pula meski hati dongkol. Dalam pembicaraan, Laura menyuruh aku datang malam ini kerumah om Felix, kakak kandung Adrian.

“ Pulang dari kantor mampir kerumah mas. Aku ada perlu,” ujarnya diujung telepon. Aku menjawab”ya” meski hatiku menolak. Mulutku merasa enggan mengatakan” tidak” di hadapan Adrian, dan menurutku inilah jebakan manis yang sengaja diciptakan Laura. Sebelum keluar dari ruangan Adrian, dia menyuruh sekeretaris memberikan kunci mobil perusahaan untuk aku pakai.” Tolong sekalian isi bensin,” ujarnya seraya menyerahkan sejumlah uang.

Keluar dari kantor, aku tidak langsung menemui Laura. Pulang kerumah dan menunggu hingga Laura menghubungiku. Selang beberapa jam, Laura bertelepon,” Mas, lagi dimana? Kok belum datang. Katanya mas bawa mobil iya,?” tanyanya.
“ Apa sih yang perlu dibicarakan? Apa ngga bisa disampaikan sekarang juga.? Mengapa harus bertemu muka. Ngga bosan kamu lihat wajahku.?”
“ Nggak. Mas, datanglah. Aku ngga kesal lagi kok.!” bujuknya.

Aku sengaja menolak datang kerumahnya dengan dalih mau ke Casino dan ke klub malam. Buang suntuk,” dalihku. Aku yakin, dia pasti menolak pergi ketempat yang baru saja ku sebutkan; Dia paling benci dengan orang pemain judi. Hal ini pernah diungkapkannya pada suatu saat, ketika kami pergi ke Ancol. Namun, kali ini dia bersedia menemaniku. Jawabannya, diluar dugaanku.
“ Nggak apa-apa mas. Kita kesana. Tetapi aku nggak ikutan main,” ujarnya.
“ Setelah dari casino, kita ke diskotik.?”
“ Ya mas. Tapi aku nggak mau minum alkohol.!”
“ Laura sudah boleh nyetir ? Manatahu nanti aku kebanyakan minum, kamu yang nyetir. Sampai pukul berapa kamu dapat ijin keluar.?”
“ Terserah mas.!” jawabnya singkat. Weleh....godaan apa lagi nih. Menghindar malah kejebak.
***
Laura tampak kikuk ketika masuk keruangan casino. “ Kali pertama masuk kesini mas.!” ujarnya, matanya liar melihat interior ruangan yang tertata rapi dan memikat. Sebelum duduk di meja bacarat, aku mengajaknya ke bar mini di pojok dalam gedung casino. Sambil menikmati makan kecil, aku menanyakan alasannya mengajakku jalan bareng malam ini.” Kamu mau menebus dosa tadi siang.”

“ Ah...aku nggak berdosa. Mas iya!. Aku juga ingin tahu mas.! Kenapa akhir-akhir ini mas gampang tersinggung.?”
Yach, tersingung karena disinggung.!”
“ Kapan aku menyinggung perasaan mas.?”
“ Ketika Laura mengusirku dari rumah siang itu, dan Gunawan ada dirumah.”
“ Aku tidak mengusir. Mas sendiri yang langsung pulang.”
“ Sekarang aku baru sadar, ternyata Laura bermain sangat rapi.”
“ Bermain apaan.?”
“ Bermain di dua tungku api sekaligus.?”
“ Ah...mas, aku nggak mengerti maksudnya.”
“ Nggak ngerti? Atau berpura-pura tidak mengerti.?”
“ Apa sih maksudnya mas.?”

“ Laura, Sabtu sebelum ke rumahsakit berpura-pura menelponku. Padahal sebenarnya, Gunawan telah kamu hubungi sebelumnya. Namun demikian, aku masih menghargai kepura-puraan itu.” Mendengar tudinganku, Laura tersandar dikursi, nafasnya terdengar sesak.
“ Gunawan juga menjagamu selama dua malam di rumah sakit, bukan!?”

Segera Laura memperbaiki posisi duduknya, menatapku sembari mengenyitkan dahinya,” Gunawan menjagaku selama dirumah sakit.? Fitnah apalagi ini mas.?” tanyanya dengan mata melotot.
“ Laura, aku tidak memfitnah dan aku juga tidak keberatan jika kamu berteman dengan Gunawan, bahkan bila menikah. Tetapi kita harus terbuka dan jujur. Nggak usahlah play game.”
“ Sungguh. Aku semakin tak mengerti arah pembicaraan mas.!”
“ Kamu masih menyanggah kalau Gunawan menemanimu di rumahsakit selama dua malam ? Lalu Gunawan mana lagi yang pembantu sampaikan bahwa; Gunawan tidak bisa menjemputmu, karena dia kurang tidur selama jaga dirumah sakit. Ada Gunawan lain selain tunanganmu itu.?” Mendengar tudinganku bertubi-tubi, malah dia tersenyum. Eh...sudah terjebak tersenyum pula, kesalku dalam hati.

“ Aku bertunangan dengan Gunawan? Kapan hah....? tanyanya sengit. " Memang dia yang mengantarkanku tetapi aku nggak suruh dia menjemput. Mas, tidak ada seorangpun menjagaiku selama di rumah sakit, sungguh.!”ujarnya masih tersenyum sambil meletakkan tangannya dipangkuanku.

“ Nggak ada orang menjagimu di rumah sakit selama dua malam itu.!?”
“ Ya...ada mas..!”
“ Ah..kok malah berbelit. Tadi bilang nggak ada. Sekarang ada. Siapa dia?”
“ Malaikat mas.!” ( Bersambung)

Los Angeles, August 2009


Tan Zung

Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/