Tuesday, October 6, 2009

Telaga Senja (135)

=====================
“ Kalau mau bersahabat abadi denganku, tolong jangan beritahukan kepada Magda keputusanku ini. Biar nanti aku yang jelaskan.”
“ Nggak janji mas.!” ujarnya pelan. Wajahnya murung sembari merebahkan tubuhnya diatas tempat tidurku.
=====================
MESKIPUN dengan perasaan terpaksa, Luara bersedia menemaniku menjumpai Sony boss klub malam dimana Rizal bekerja. Setengah jam sebelum pukul sembilan Laura datang menjemputku kemudian berangkat bersama dengan perjanjian, segera pulang setelah bertemu Sony.
“ Tidak usah mampir di bar. Mas butuh istrahat setelah tiga malam bergadang terus dengan Tia, “ sentilnya.
“ Bagaimana kalau malam ini waktu akan ku habiskan dengan Laura.?” godaku
“ Belum cukupkah enam bulan mas menghabiskan waktu percuma untukku?” jawabnya genit
“ Mungkin malam ini simpul dari enam bulan itu?”
“ Nggak ah... Takut malam ini penuh dengan duri-duri tajam menyengat,” hindarnya.

Tiba di kantor klub malam, Rizal menyambut kami hangat. Sebelum bertemu dengan Sony, sambil jalan Rizal berbisik : “ Yang di sana sudahan? Yang ini boleh juga bang, ” usilnya.
“ Yang disana itu siapa?”
“ Lho, perempuan teman abang yang menangis histeris ketika kita “fight” dulu. Yang rambutnya panjang itu bang!?” balasnya. Aku hanya menjawabnya dengan tawa, takut Laura tersinggung.

Tiba di ruang kerja Sony, kali kedua Laura kaget mendengar pengakuanku seperti kepada Ririn, Laura calon isteriku. Kepada Sony aku mengenalkannya, “ Laura, calon isteri mas ” ujarku, disambut hangat Sony.
“ Wah..kebetulan mbak ikut hadir. Memang lebih baik isteri..eh..calon isteri tahu apa pekerjaan calon suami, apalagi pekerjaan seperti ini berat dan penuh dengan resiko. Salah satu contohnya, peristiwa malam minggu lalu. Selain kerjasama dengan Rizal, mas bekerja paruh waktu pada bagian keuangan. Saya dengar mas tamat dari jurusan akuntansi. Kebetulan kami butuh menggantikan bagian keuangan yang sedang cuti hamil,” jelas Sony.

Segera aku menyanggupi pekerjaaan yang di tawarkan Sony. Sebelum aku melanjutkan pembicaraan dengan Sony menyangkut jam kerja dan gaji bulanan yang akan kuperoleh, tiba-tiba Laura memotong pembicaraan dan memanggilku papa.

“ Papa, pikriin dulu matang-matang. Papa terlalu capek dua pekerjaan sekaligus.” celutuknya. Kemudian dia berbicara kepada Sony,” Bagaimana kalau papa kerja hanya di bagian keuangan. Papa lebih pengalaman disana kok pak.”
“ Terserah mas Tan Zung, aku hanya memberi pilihan. Tetapi, kalau bekerja sebagai staf keuangan, pendapatannya tidak begitu berarti. Bagaimana kalau mas Tan Zung bekerja rangkap sebelum kalian menikah. Lumayan untuk persiapan pernikahan!” usul Sony. Sebelum Laura memberi reaksi, segera kusambar usulan Sony.

“ Iya mas, aku setuju. Nanti setelah kami menikah, aku hanya bekerja sebagai staf keuangan .”
“ Kapan waktu mas mulai start ?” tanyanya
“ Besok!” jawabku singkat
“ Jangan dulu pap. Besok kita masih mengurus pakaianku.” sergah Laura.
“ Bagaimana kalau besok lusa? Mulainya pukul lima sore kok.” ujar Sony menengahi.
“ Siap mas. Aku datang sebelum pukul lima,” jawabku mantap.
***
Setelah pembicaraan kami berakhir, aku mengajak Laura mampir sebentar ke bar sebelum meninggalkan klub malam, tetapi dia menolak.
" Nggak!" ujarnya sambil menarik lenganku keluar dari halaman klub malam. Aku terus membujuknya sambil jalan menuju pelataran parkir.
" Laura, aku butuh penyesuaian sebelum aku memulai kerja besok lusa."
" Nggak. Siapa surtuh mas kerja disini. Atau mas kutinggal, nanti pulangnya naik taksi?" tanyanya kesal.

" Terserah, kalau Laura tega." ujarku sambil melepaskan pegangannya. Laura berhenti, diam kemudian menegurku," Mas? Tadi janji nggak mau mampir di bar!"
" Iya, tetapi aku nggak menduga kalau aku akhirnya diterima kerja," ujarku sambil terus melangkah meninggalkannya. Laura mengalah, dia mengikutiku masuk kedalam bar.
" Pulang saja, nanti aku bisa naik taksi,?" ucapku dengan nada mengusir.

Laura mengingatkan janjiku sebelum kami berangkat menemui Sony," Tadi mas janji tidak akan minum"
" Iya. Maksudku tidak minum banyak. Mama, tolonglah, aku cuma minta sekali saja."
Wajah Laura masem mendengar panggilan"mama".
" Jangan panggil aku mama," balasnya dengan wajah buram.
" Lho, tadi kamu panggi aku papa!?"
" Iya, tadi aku panggil papa sambil protes, mengharap Sony menolak mas berkerja disana. Kenapa sih mas putuskan secepat itu?"

" Lebih baik mundur sebelum aku di pecat Adrian. Sepertinya pekerjaan ini lebih tepat untuk manusia petualang sepertiku."
" Huh..petualang cinta. Emang maunya mas, setiap malam mau ketemu perempuan malam."

" Tapi kamu setuju aku berkerja disini bukan?"
" Nggak.!"
" Lho, aku bekerja rangkap untuk persiapan pernikahan kita.!?" ujarku dengan mimik serius.
" Nggak lucu mas!"
" Laura, aku tidak sedang melucu!" seriusku lagi
" Iya..mas sedang bermimpi," ujarnya, lantas menarik tanganku, pulang. ( Bersambung)

Los Angeles. October 2009


Tan Zung

Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/