Tuesday, August 25, 2009

Telaga Senja ( 108)

From the day that I met you, girl /I knew that your love would be /Everything that I ever wanted in my life /From the moment you spoke my name /I knew everything had changed /Because of you I felt my life would be complete

Chorus:
Oh baby, I need you /For the rest of my life, girl /I need you /To make everything right, girl
I love you /And I'll never deny that /I need you


Nothing matters but you, my love /And only God above would be the one /To know exactly how I feel /I could die in your arms right now /Knowing that you somehow /Would take my soul and keep it / Deep inside your heart

(Repeat Chorus)
Girl, your love to me feels just like magic /When you smile you have total control /You have power like nothing I felt before /I've let all of my feelings show /'Cause I want you to know /That I need you

I need you /For the rest of my life, girl /I need you /Say that you'll be my wife /Oh, I love you
Won't you marry me, marry me /I need you

Oh, I need you /For the rest of my life /Oh, I need you /Won't you marry me, marry me /I love you /I really need you, baby /I need you /Girl, I really need, I need you /Girl, I really need, I need you / Need you, baby

Oh, baby /I love you /Girl I really need you, need you /Babe, oh baby /Won't you marry me /Won't you marry me, marry me /I love you /Oh, I need you
===================
Wajah Susan tampak kesal ketika pengamen gonta ganti menggangu percakapan dan kenikmatan makan malam kami. “ Zung. Kita pulang, berisik.”
“Aku menikmatinya kok.”
“ Zung. Aku pulang duluan?”
“ Susan, ini Jakarta bukan Medan,” gelakku sambil menarik tangannya kembali ke hotel
====================

TIBA dikamar hotel, Susan memutar telephon sementara aku merebahkan tubuh ditempat tidur. “ Nih Zung, Hendra mau bicara.”
“ Zung! Tolong tante Susan dibantu, besok dia mau ke kantor P&K dan BAKN,” mohonnya.
Kami hanya bicara sebentar, kemudian menyerahkan telepon kembali pada Susan. Dalam percakapan mereka, aku menangkap, Hendra menaruh kepercayaan penuh terhadap aku dan Laura. " Nggak pap, dia masih seperti dulu. Genitnya sudah berkuranag kok pap." ujarnya genit pula diakhir percakapan.

“ Susan, sejak kapan kamu jadi tante-tante,? tanyaku setelah pecakapan usai dengan Hendra.
“ Mulai malam ini. Tante, bukan tante-tante.”jawabnya tertawa.
Susan kembali memutar telephon. Diiringi senyuman, dia menyerahkan gagang telephon, “ Nih kamu bicara,” ujarnya. Sebenarnya aku malas mau bicara setelah mengetahui Susan menelepon Magda. Namun, aku berusaha menutupi agar keributan yang baru saja terjadi dengan Magda tidak diketahui Susan. Magdalena kaget setelah mendengar suaraku. Hatiku kembali luluh ketika dia masih memperhatikan kesehatanku.
“ Abang dengan Susan hingga tengah malam begini?” tanyanya dingin.

“ Ya. kami baru pulang makan. Sebentar aku mau pulang,” jawabku setengah berbisik, takut kedengaran oleh Susan.
“ Jangan terlalu lama. Nanti abang sakit,” pintanya.
“ Iya. Aku mau pulang kok.”
Susan tiba-tiba “merampas” gagang telephon dari tanganku dan berbicara kepada Magda: “ Magda, malam ini aku pinjam dulu abang kita Tan Zung, boleh kan.!?” ujarnya setengah memaksa.

“ Iya....dia sehat dan semakin ganteng..hahahah. Oh..gitu...iya..iya...besok aku bawa dia ke dokter, Hanya malam ini saja. Besok pagi kami mau pergi ke direktorat mau ketemu pak direktur pendidikan tinggi.” ujarnya mengakhiri pembicarannya dengan Magda.
“ Kamu sakit apa Zung? Kelihatannya segar begini kok dibilang sakit? Kamu bohong ke Magda iya.? Nih, Magda mau bicara lagi,” ujarnya seraya menyerahkan gagang telepon lantas pergi ke kamar mandi. Aku mendahului sebelum Magda bicara” Kenapa Magda belum tidur? Kamu menyesal marahin aku iya.?”
“ Abang yang selalu marah-marah. Sudah salah juga masih ngotot. Sekarang abang juga macam-macam. Ah...abang nggak pernah mau jujur. Tadi abang bilang disana bersama dengan om Hendra. Manalah mungkin Susan menahanmu menginap malam ini kalau om itu disana,” ujarnya dengan suara lemah.

“ Aku ketakutan Magda merajuk dan marah lagi. Aku takut kehilangan kamu. Yakinlah Magda, aku nggak akan mengulang kesalahan yang sama seperti dulu. Aku tak tega menolaknya, seperti Magda tahu, ibu itu banyak membantuku ketika kita mau skripsi. Ini kesempatanku membalas kebaikannya. Tadi Susan sudah minta ijin, kamu bilang apa? Atau aku pulang sekarang.?”

Magda tak segera menjawab, sementara aku gelisah, takut Susan keburu keluar dari kamar mandi. “Magda buruan jawab, sebelum Susan datang.!” desakku.
“ Aku bilang "Ya". Tetapi bang, tanyakan kepada hati nuranimu lagi. Aku jauh, manalah aku tahu apa yang abang lakukan. Kalau juga abang melakukan apapun, itu hak abang. Sebagai sahabat, aku hanya mengingatkan,” suaranyanya makin lemah, hampir tak kedengaran.
“ Magda, jangan bilang sebagai sahabat. Kamu calon isteriku. Kalau hanya sebagai sahabat, aku nggak perlu minta ijin darimu. Magda juga nggak pernah tegas, selalu bilang terserah. Nanti aku jalani Magda marah lagi. Gimana dong?”
“ Tadi aku katakan pulang. Tetapi keputusannya bukan padaku. Jalankan saja mana menurut abang yang baik,” jawab Magda dingin.
“ Iya sudah. Aku pulang.” ujarku mengakhiri percakapan dengan Magda setelah Susan keluar dari kamar mandi.
***
“ Zung, besok pagi mampir dirumahmu sebelum kita ke kantor, sekalian abang minta ijin kekantormu.”
“ Maksudmu malam ini aku tidur disini.?”
“ Tadi kan aku permisi kepada Magda, mau “pinjam” abang malam ini. Abang juga sudah janji dengan Hendra mau bantu aku, besok.” ujarnya tertawa. “Abang tega tinggalin aku sendirian disini.?” lanjutnya.
“ Aku pulang mau ganti pakaian dulu, besok aku balik. Masya temani pacar pakaian seperti ini,” candaku.

“ Zung, kalau di Medan aku tak butuh bantuanmu,” ujarnya seraya membalikkan tubuhnya membelakingiku. Busyet.! Mantan pacar ngambek. Aku diperhadapkan pada situasi yang sangat pelik. Susan butuh bantuan, sementara Magda agak keberatan aku menginap dengan Susan. Pada posisi sulit seperti ini, aku putuskan pulang. Aku hampiri dirinya, berujar: “ Susan, aku janji besok pagi akan menemanimu kemana kamu mau. Tetapi , besok kita menghadap bossku, katakan kalau Susan butuh bantuanku.”
Susan bergeming. Aku mengulang kalimatku, Susan tetap tak mau menyingkap selimut yang membungkus tubuhnya.
“ Zung, pulanglah. Biar aku sendiri menyelesaikan urusanku,” ujarnya masih membelakangiku.

“ Eh...sudah mau golongan IV masih ngambek, malu dong.”
Tiba-tiba Susan membalikkan tubuhnya, duduk, menatapku lama.“ Duh, jeleknya wajahmu kalau lagi merajuk,” godaku.
“ Abang mangkak.!’ serunya sambil melemparkan bantal kearahku.
“ Sengaja. Sudah lama aku nggak mangkak kepada perempuan.Tidurlah bu sudah larut malam,” ujarku. Susan kembali merebahkan tubuhnya tanpa memberi reaksi.
“Susan, kamu masih marah? Selamat malam! Sampai ketemu besok pagi.” ujarku meninggalkannya sendirian dikamar.( Bersambung)

Los Angeles, August 2009


Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/