Saturday, October 17, 2009

Telaga Senja (143)



http://www.youtube.com/watch?v=ZctjBM16dAc

Wonderful Tonight
(by eric clapton)
Its late in the evening/Shes wondering what clothes to wear /She puts on her make up / And brushes her long blonde hair/And then she asks me/Do I look alright/And I say yes, you look wonderful tonight

We go a party/And everyone turns to see/This beautiful lady/Thats walking around with me/And then she asks me/Do you feel alright/And I say yes, I feel wonderful tonight

I feel wonderful/Because I see the love light in your eyes/And the wonder of it all / Is that you just dont realize/How much I love you

Its time to go home now/And Ive got an aching head/So I give her the car keys/She helps me to bed/And then I tell her/As I turn out the light/I say my darling, you were wonderful tonight/Oh my darling, you were wonderful tonight

===================
“ Tadi sudah kubilang, abang selalu berpura-pura. Abang lupa , dulu, ketika mabuk di ruang ”perpustakaan” aku mebersihkan tubuhmu, bahkan muntah abangpun aku bersihkan. Huh...kalau aku ingat itu, aku sangat marah terhadap diriku sendiri. Entah apalagi yang kuharap dari seorang pemabuk dan “don juan”( sama dan sebangun dengan play boy, pen -:)
“ Ada Magda. Cinta!”
====================


“ Mengharap cinta dari seorang penjaja cinta? Itu sebabnya teman-teman kita menyebut aku bodoh. Aku mengharap kesabaranku yang dianggap bodoh itu tidak akan sia-sia kan bang!?”
“ Ya Magda. Bagiku punish yang telah aku terima adalah blessing in disguise. Petualanganku berakhir setelah diterjang angkaramurka, terkapar diatas aspal.”
Magda tertawa setelah mendengar penyeselanku.” Magda, kenapa tertawa ? Kamu senang aku menderita?”
“ Sedih amat sih bang, bertobat gara-gara di tabrak bajaj? Mobil Mercedez kek. Awakpun nggak malu ceritra kepada teman-teman.”
“ Nantilah aku tabrakin lagi ke mobil Mercedez.”
“ Abang mau bunuh diri?” tawanya.
***
Menjelang malam, ibu dan Lam Hot datang ingin menggantikan Magda. Sebelumnya aku telah menyarankan agar Magda pulang istrahat setelah berjam-jam menemaniku, namun dia menolak. Magda berucap pelan ke telingaku ketika ibuku memintanya pulang untuk istrahat:
” Bang, aku nggak mau pulang. Aku nggak capek kok. Bilangin, biar mamatua saja yang pulang.” bujuknya. Aku hanya tersenyum mendengar rengekannya. “ Magda, pulanglah. Mamatua juga sayang kepadamu. Ibu nggak mau calon mantunya ikut menderita.” godaku.
“ Ah...abang jelek. Sejak dulu, nggak pernah belain aku. Dulu juga, waktu di Medan, ketika mami cerewetin aku, abang selalu ketawa.”

" Ya, sudah kalau mau tetap tinggal disini, kamu bilangin sendiri ke calon mertuamu."
" Nggak seru bang. Masya awak sudah berantuk belum jadi mantu? Memang abang nggak pernah perduli dengan perasaanku," rengeknya pelan.
"Iyalah. Nanti ada waktunya aku belain kamu hingga titik darah penghabisan. Pulanglah istrahat. Besok pagi temanin aku periksa mata dan ke dokter tulang."
“ Pulanglah inang , nanti malah kamu yang sakit,” susul ibuku. Dengan perasaan terpaksa, Magda mengalah pulang kerumah Rina tempat mereka menginap.
Sepulang mengantar Magda, adikku Lam Hot kembali ke rumahsakit menemani ibu. Ketika ibu sedang terkantuk-kantuk, Lam Hot menuturkan perihal kekesalan Magda ketika disuruh pulang. “ Sejak kami keluar kamar, kakak Magda terus bersungut-sungut karena abang nggak belain dia. Maunya kakak, tungguin abang sampai pagi.” tutur Lam Hot geli.
***
Menjelang tengah malam, aku meminta Lam Hot membawa ibuku pulang. Belum lama ibu dan Lam Hot keluar dari ruangan, aku dikagetkan dengan suara Magda di ruang rawatku.
“ Kamu masih sempat ketemu dengan ibu dan Lam Hot?”
“ Ya. Kami berpapasan dan ngomong sebentar.”
“ Kenapa nggak sabaran nunggu Lam Hot?”
“ Aku nggak bisa tidur bang.”
“ Magda sudah tanya perawat kalau kamu bisa tinggal diruangan hingga nanti pagi?”
“ Boleh kok bang. Aku sudah “sogok” duluan dengan nasi goreng.” ujarnya tertawa
“ Nanti giliranku nggak bisa tidur," gurauku.

“ Zung bosan temanin aku ngomong iya? ujarnya lantas menjewer kupingku sambil ketawa. “ Aku hanya jagain abang tidur, siapatahu nanti bermimpi sambil panggil nama Laura.”
Meski ku respon dengan tawa, namun aku tersentak mendengar sindirannya. Aku tak perlu lagi berpura-pura heran. “ Kok kamu tahu akan menyebut-nyebut nama Laura?”
“ Aku kan kan punya intel juga !” ujarnya geli di dekat telingaku ; ” Nggak kok bang. Aku tahu secara tak sengaja dari perawat, ketika dia memanggil aku Laura. Dia pikir aku pemilik nama Laura itu.

Perawatnya cerita, hari pertama dan hari kedua abang selalu meronta dan menyebut nama Laura. Nama Magdalena Elisbeth telah hapus dari memory abang iya?” ujarnya samblil mengelus kepalaku. “Iya bang, namaku sudah terlupakan ?” lanjutnya.

“ Magda, aku kasihan dia. Kalau bukan karena mengantar makananku nggak mungkin dia mengalami kecelakaan itu. Kebetulan pula terjadi didepan mataku. Apa yang salah ketika kecelakaan tragis itu tersimpan dalam memory dan secara spontan memanggil namanya.? Aku kira itu sangat manusiawi. Jika kamu menyalahkan ketidaksetiaanku, dapat ku terima. Tetapi tidak dengan kekhawatiranku atas keselamatan jiwanya.”

“ Maaf bang! Tolonglah juga memahami kegalauan diriku. Resahku sangat manusiawi kan bang? Perasaanku terganggu ketika baru saja mendengarkan itu dari perawat. Abang nggak marah kan?”
"Nggak sayang. Aku tidakj marah. Namamu masih menyatu dalam hati dan jiwaku. Cintaku semakin bergelora diatas kegusaran hatimu. Meski aku terbujur dengan kelopak mata terluka, namun indera lain melihat cerah hatimu. Mendekatlah kesini Magda, aku ingin membisikkan sesuatu sebagai tanda apresiasiku malam ini; You were wonderful tonight. Magda, You know how much I love you..... " (Bersambung)

Los Angeles. October 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/