Friday, May 8, 2009

Telaga Senja (27)





http://www.youtube.com/watch?v=TtdXkljGbjo

or

http://www.youtube.com/watch?v=Xe5rg05ZQNs
===============

Aku kebingungan tak tahu berbuat apa, sementara inanguda menuju dapur mengambil air hangat. Inanguda melap airmata Rina diatas pembaringan; “ Rina! sudahlah, aku juga ibumu. Ibu dan Magda akan membantumu,” bujuknya.

===============
Mami Magda meninggalkan kami setelah melihat Rina siuman. “ Zung, jagain Rina jangan sampai terjatuh. Jangan biarkan dia memegang apapun didapur, inanguda mau keluar sebentar. Nanti sore kami akan ke om dokter,” ujarnya.

Setengah jam kemudian, Jonathan tiba dirumah menemui kami dikamar, “ Kak Kenapa? Kenapa dia bang?” tanyanya gusar. Rina membuka matanya setelah mendengar kedatangan Jonathan, “ Nggak apa-apa mas,aku nggak apa-apa kok,”suaranya lemah. Jonathan mengajakku keluar dari kamar tidur menanyakan ulang kenapa Rin jatuh pingsan?; Tadi, mami beritahu kalau kak Rina pingsan, kenapa dia.?”

“ Mungkin dia hanya kelelahan."
“ Jon sudah bicara kepada kak Magda. Kakak bilang apa.?”.
“ Kakak ngomelin aku; Dia malah marah, bilang aku belain abang. Payah bang ! Tapi mami masih disana, jelasin lagi. ”

“ Apa nggak kami lebih baik kembali ketempat kost sebelum Magda pulang? Abang khawatir Magda masih marah dan memaki Rina bahkan mengusir .”
“ Nggak usah dipeduliin bang. Aku yakin Magda dapat mengerti dan menerima penjelasan mami.”

Tanpa sepengetahuan kami, Rina mendengar percakapanku dengan Jonathan. “ Mas, kita pulang. Perasaanku nggak enak. Ayo mas antar aku pulang.” ajaknya Rina
“ Pulang?. Kita harus booking tiket dulu.” Aku sengaja bergurau untuk menenteramkan hatinya yang sedang galau.

“ Mas, antarkan ketempat kostku,” bujuknya sendu.
“ Kak Rin, tunggulah mami pulang. Nggak usah khawatir dengan Magda, yakinlah. Aku jamin Kak Magda nggak akan marah," ucap Jonathan.

“ Mas, ayolah kita pulang. Atau aku pulang sendiri?” desaknya. Ajakannya menambah kegusaranku; pergi atau bertahan menunggu Magdalena pulang dari kantor, dengan harapan, inanguda ada bersama dengan kami. Tetapi bagaimana kalau inanguda belum juga pulang? babakbelurlah aku dan Rina, jawabku sendiri dalam hati. Sungguh, aku tak pernah setakut ini menghadapi Magdalena. Bayangan wajah angkaramurka kemarin malam dan tadi pagi sangat menakutkan diriku.

Rina kembali lagi kekamar Magdalena setelah melihatku belum siap mengambil keputuasan pulang atau tetap diam dirumah Magda. Dia merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, mengeluh kesakitan sambil memegang perutnya. Aku dan Jonathan mendegar dia sesugukan , berucap lirih :” Papi....mami....aku sakit papi. Rima aku sakit...aku rindu. Papi...aku ingin pulang tetapi aku takut papi....mami mengusirku lagi, aku sakit..papi...”

Jonathan tak kuasa mendengar rintihannya; diiringi tetesan airmata dia mendekap tubuh Rina dengan terbata ;” Kak Rina mau pulang ke Jakarta? Tunggulah, sampai kesehatan kakak sudah pulih. Masih belum yakin, kalau aku, mami dan Magdalena akan menolong kakak.?”

“Rina, kita akan pulang tetapi istirahatlah sebentar. Bukankah inanguda telah berjanji membawamu kedokter sore nanti,?” kataku.

“ Aku nggak apa-apa kok, nanti istrahat di kamarku saja. Ayolah kita pulang , aku takut mas,” bisiknya pelan setelah Jonathan keluar dari kamar untuk mengambil secangkir air hangat untuk Rina. Aku dapat memahami rasa takut Rina, apalagi setelah mendengar percakapanku dengan Jonathan tentang reaksi Magdalena atas kehadiranku dan Rina di rumahnya.

Awalnya, aku telah melihat seberkas sinar ditengah gelapnya malam, ketika inanguda dan Jonathan menerima aku dan beban Rina ditengah keluarga itu. Namun, rupanya, Rina belum melihat sinar itu akan menjadi suluh dalam kegelepan malam. Ketakutan, atau barangkali saja Rina trauma atas kebengisan kedua orangtuanya.

Jonathan meninggalkan aku dikamar sementara Rina masih tergolek ditempat tidur. Sebelum dia meninggalkan rumah, dia memanggilku, berkata pelan:” Bang aku mau kekantor kak Magdalena lagi.”

Sepeninggal Jonathan, aku berhasil membujuk Rina agar bersabar menunggu inanguda kembali dari kantor Magda untuk pergi ke dokter Robert. Meski hati diliputu was-was atas “keberingasan” Magda aku mencoba menghibur diri lewat gurauan denga Rina. Aku mengajak Rina keluar dari kamar Magdalena setelah melihat percaya dirinya kembali.

“ Ayo mam, kita keluar. Kita duduk diteras. Aku akan membuaimu dengan senandung siang penuh aroma cintakasih bagai sepasang rusa dilanda asmara,” ujarku lantas menggapit lengannya.

“ Mas, aku bisa jalan sendiri,” ujarnya sambil melepaskan gapitanku.
“ Kepada suami kok malu ?” godaku.
“ Mas, nanti mereka dengar, aku nggak enak.!”
“ Aku juga berani karena nggak ada orang. Bagaimana rencana pernikahan kita?” gurauku lagi.

“ Heh..! dasar lanteung. Sana lu gih kawin sama Wiro,” jawabnya masem.
Tak lama setelah aku dan Rina duduk diteras, Jonathan kembali. “ Aku nggak jadi kekantor ka Magda. Aku takut nggak dapat tahan diri, marah.” ujarnya berbisik kepadaku. Jontahan ikut bergabung dengan kami bercengkrama sambil menunggu inanguda kembali dari kantor “ratuku” Magdalena.

Kegalauan rasa takut Rina sirna seiring dengan percakapan diselingi guyonan segar. Agaknya Rina telah merasa “home” dengan keramahan Jonathan .
“ Kak mau minum apa? Kalau abang, bisa ngambil sendiri," ujar Jon berguyon. Rina bergegas bersama Jonathan kedapur,” Biar aku yang bikinin,” jawab Rina

“ Tadi mami pesan, kakak boleh pegang apa-apa. Istrahat dululah.”
Jonathan mengalah setelah Rina bersikeras mau menyeduh minuman untuk kami. Aku dan Jontahan tak tahan menahan gelak atas ulah Rina, karena dia hanya menyeduh minuman dua gelas, untuk dirinya dan Jonathan.

“ Mas seduh sendiri untukmu,” ucapnya.
Aku, Rina dan Jontahan duduk diteras sambil menunggu inanguda kembali. Tak lama kemudian Jonathan meninggalkan aku dan Rina setelah mendapat telephon dari pacarnya:” Aku tinggal dulu, pacar lagi merajuk,” ujarnya seraya meninggalkan kami. (Bersambung)

Los Angeles, May 2009
Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/