Monday, November 9, 2009

Telaga Senja (158)


"Faithfully"
Highway run/Into the midnight sun/Wheels go round and round/You're on my mind /Restless hearts/Sleep alone tonight/Sending all my love along the wire/They say that the road/Ain't no place to start a family/Right down the line it's been you and me / And loving a music man/Ain't always what it's supposed to be/Oh Girl You stand by me/I'm forever yours/Faithfully

Circus life/Under the big top world/We all need the clowns to make us smile/Through space and time/Always another show/Wondering where I am lost without you/And being apart ain't easy on this love affair/Two strangers learn to fall in love again/I get the joy of rediscovering you/Oh girl/You stand by me/I'm forever yours/Faithfully

Oh oh oh oh oh oh oh oh oh oh/Oh oh oh oh oh oh/Faithfully/I'm still yours/I'm forever yours Ever yours/Faithfully

=====================
Magda menatapku heran. ” Aku nggak menolak. Tetapi papa kan masih sakit.?”
“ Hanya sebentar mam. Aku kangen!”
“ Papa kangen kepada siapa lagi?” tanyanya nelangsa.

=====================
“ Aku kangen duduk bersamamu.”
“ Halah.... bikin aku deg-degan. Tadi malam kan sudah. Belum cukup ?. “
“ Sekarang merayakannya mam.!”
“ Nanti ketemu lagi dengan perempuan "operator" teman papa ketika mabuk hingga dini hari itu .”
“ Ya, pasti ketemu. Memang dia bekerja disana. Nggak usah kuatir, aku dan dia nggak ada apa-apa.”
“ Aku mau ikut, tetapi papa janji, nggak boleh minum berlebihan !” tegasnya , lalu minta ijin mengganti pakainnya.
“ Papa kenapa ketawa? Belum minum sudah teler!”
” Justru papa ingin “memamerkan” dan menikmati keindahan busanamu.”
“ Jadi papa hanya butuh busanaku? Nggak butuh mama? Iya sudah aku bukain dulu, biar papa bawa busananya. Mau!?” tanyanya geli, lantas tangannya menggaet lenganku: “ Ayolah, nanti papa ngambek.”

Baru saja keluar dari rumah, kami bersua dengan adikku Lam Hot dan Rima di halaman depan. Keduanya minta ikut. “ Kami boleh ikut mbak?” tanyanya ketika aku beritahu rencana pergi ke klub malam. Magda mengangguk setuju. Dasar perempuan japang ( jawa-padang), gumamku dalam hati. Nggak ada sungkannya ke calon haha doli ( abang ipar,pen). Huh....sirnalah sudah angan bermanja ria dengan Magda. Rina berlari masuk ke rumah minta ijin ke papinya untuk pakai mobil. Dia tahu, papinya pasti mengijinkan karena mereka ikut dengan kami. Sejenak aku menciptakan “keributan” dengan Lam Hot , soal siapa yang nyetir, sekedar mengusir rasa dongkolku atas keikutsertaan mereka dengan kami.

“ Abang lah yang setir.” jawabnya ketika aku tanyakan siapa yang akan setir.
“ Memang ada potonganku jadi sopir kalian?”
“ Iya sudah. Aku yang bawa. Abang dan kak Magda duduk dibelakang.”
“ Kok kamu tega amat !”
Bah! Disuru nyetir, ngaku nggak ada potongan jadi sopir. Disuruh dibelakang, dibilangnya pula awak tega. Iya, sudah diatas saja. Payah kalipun abang.!” kesalnya.

Magda tahu bahwa aku sengaja angekin Lam Hot. Dia menengahi “keributan” itu dengan memita kunci mobil dari tangan Lam Hot. “ Rina, temanin aku duduk di depan. Tunjukin jalan ke sana. Biarkan abang-adik ribut di belakang,” ujar Magda, disambut tawa Rima. Selama dalam perjalanan, dalam mobil, Lam Hot kesal dan terus ngedumel.
“ Pulangnya abang naik taksi saja.” celutuk Lam Hot
“ Kalian ribut terus diturunin di tengah jalan.” teriak Magda.
Iyalah, kakak pasti belain pacarnya, sibuta dari gua hantu,” balas Lam Hot. Rima dan Magda tak dapat menahan gelak mendengar jawaban Lam Hot.

Tiba di pelataran parkir, Magda memainkan peran “kocak” babak berikutnya. Dia menggandeng tangan Rima berjalan cepat mendahului aku dan Lam Hot. Belum begitu jauh dari kami, tiba-tiba Magda dan Rima berbalik kearah kami, Magda berteriak: “Pap, buruan dong!”
Aku dan Lam Hot ketawa melihat Magda merasa ketakutan karena diikuti dua orang pemuda yang baru keluar dari gedung casino menuju pelataran parkir. Kedua pemuda menoleh kearah kami kemudian meninggalkan Magda, sementara Rima menutup mulutnya menahan geli melihat Magda ketakutan.

Aku dan Lam Hot membalas dagelan ini. Kami terus melangkah menuju klub malam seakan tak mengenal mereka. Magda kelimpungan, “ Hei...pap, tunggu.....” teriaknya sambil berlari kecil menangkap tanganku.
“ Kok papa ketawa sih? Huh....mulut mereka sengak, bau minuman,” tawanya kecut.

Mendekati tangga klub malam, aku terkesima melihat sosok perempuan mirip Ria. Dia berjalan buru-buru ke pelataran parkiran. Aku melepaskan pegangan tangan Magda. Aku tarik Lam Hot menjauh dari mereka, kemudian menyuruhnya memastikan bahwa dia Ria. “ Abang gimana sih. Aku nggak pernah mengenal Ria.”
“ Pakai akal lah kau. Panggil namanya dari jauh. Kalau dia menoleh langsung tinggalkan.” perintahku sambil meninggalkannya. Tidak lama kemudian datang tergopoh. “ Benar dia bang. Dia menoleh saat aku panggil namanya,” bisiknya. Magda hanya senyam-senyum melihat aksiku dan Lam Hot. Dia masih mengira, kami melanjutkan adegan angek-angekan (ledek-ledekan, pen)

Aku berusaha sekuat tenaga menahan geram mengingat uangku yang di deposit atas nama kami berdua, enam bulan lalu, belum dapat di cairkan. Namun, rasa geramku kubungkus dengan wajah ceria, meski dipaksakan. Niat menikmati keanggunan dan kemolekan Magda lewat bermanja ria malam itu buyar. Sebelumnya telah diliputi kecewa dengan kehadiran Lam Hot dan Rima. Kini, munculnya Ria semakin memporakporandakan bayangan nikmat.
Sementara Magda asyik bercengkrama dengan Rima, Lam Hot menyikutku dari samping, mengingatkan, karena dia merasakan perubahan diriku. “ Main cantik bang. Ntar ketahuan ke kakak, suasana malam ini bisa runyam.” bisiknya.

***
Alunan lagu lembut khusuk mendayu dengan lirik cinta berhasil mengenyampingkan pikiran ke Ria. Ah...segepok uang hasil "kongkalingkong " dengan Tia masih ada dalam lemari pikirku. Pada lagu berikutnya Magda mengajak "turun". Wih...Magda mengajakku? Surprise! Ada kemajuan sepeninggalku, dalam kurun waktu enam bulan. Aku dan Magda serta sejumlah pasangan tetap bertahan di floor, menunggu senandung berikut. " Magda, kamu semakin berani dan langkahmu tidak kaku seperti ketika kita ke bar dengan ibu Susan, dulu. Kamu belajar dengan siapa 'yang?" tanyaku pada alunan lagu berikut.

" Dilatih oleh seseorang," bisiknya.
" Sebutkan siapa," tanyaku gusar.
" Aku tahu papa curiga," jawabnya sambil menaruh kepalanya di bahu, sisi wajahku. Aku dilatih sahabat kita hanya untuk melayani dirimu pap."
" Mama sering ke klub malam?" desakku. Magda tidak menjawab pertanyaanku.
" Papa puaskan hatimu malam ini. Aku juga sudah kangen pap," desah bisiknya persis ke telingaku. " Pap, langkahnya jangan terlalu cepat," tegurnya. ( Bersambung)

Los Angeles. November 2009

Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/