http://www.youtube.com/watch?v=h9qA2KzHp6s
*)
I’ll be waiting for you/Here inside my heart/I’m the one who wants to love you more
You will see I can give you/Everything you need/Let me be the one to love you more
I will make you see/All the things that your heart needs to know
*)
And some way all the love that we had can be saved/Whatever it takes we’ll find a way *)
"Mau tidur dikamarku? Biar aku tidur di kamar adik Rima.”“ Nggak ah. Takut mimpi jelek. Kecuali tidur bareng,” godaku“ Huh..dasar.!”
RINA dan adikku datang berkunjung kerumah setelah dua kali akhir pekan tidak mengunjungi mereka.
“ Mas, ini surat dari isterimu, Magdalena," ujar Rina dengan wajah cembrut. “Suratnya sudah sebulan lalu. Kakak itu tak menuliskan RT/RW rumah,” tambah adikku Lam Hot tersenyum mendengar suara Rina agak kecewa.
Aku heran membaca nama pengirim, tertulis : Mama Magdalena, tetapi alamat Mawar; Ditujukan kepada papa Tan Zung. Aku mengenal karakter tulisan Magda, beda dengan karakter tulisan diluar ampelop itu.
“ Kenapa mesti bohong sih mas, mengaku single tetapi sudah punya isteri,” gerutunya.
“ Kan baru satu,” guyonku sambil membuka amplop. "
" Apa mas!?" Baru satu? Mauanya mas berapa?" tanyanya masih dalam suara marah.
" Dua! Satu di Medan satu disini," jawabku lepas seraya membuka amplop. Akh...ini pasti kerjaan Mawar, pikirku, setelah menemukan satu lagi envelope didalam; Asli tulisan Magdalena.
Aku menunjukkan amplop itu kepada Rina dan adikku: “ Aku dikerjain temanku Mawar. Ini asli tulisan Magda,” ujarku sambil menyerahkan envelop bertuliskan: Pengirim Magdalena.
" Lho, kenapa Rina sewot kalau bukan urusanmu, aneh.! Tunggu dulu kubaca isinya, setelah itu aku bakar. Atau mau baca bareng ?"
"Heh...kenapa jadi ribut urusan surat bekas pacar,?" sela Lam Hot ketawa.
" Okey Rin. Bagaimana kalau kita makan bareng!" ajakku.
" Ogah..." ketusnya.
"Bagaimana kalau sebentar lagi kita kerumahmu. Aku kangen makan bersama denganmu. Mau Rin.?" Rina tak menjawab, tetapi rona wajahnya berubah, normal.
" Iya, bang nanti kami tunggu dirumah, biar kita selesaikan dulu urusan surat itu," gurau adikku.
"Aku nanti beli makan malam kita," tambahnya.
Aku segera membaca isi surat Magdalena setelah keduanya pulang. Magda merangkaikan kata-kata romantis diatas kertas biru, sejuk. Dia mengingatkan hubungan kami ketika di es-em-a. Magda juga menuturkan kedekatannya dengan Susan:
Zung, entah kenapa aku merasa rindu dan kehilangan atas kepergianmu. Dulu, ketika abang pulang kampung meski kita berpisah selama dua minggu, perasaanku tidak seperti kini. Aku semakin tak mengerti meski abang telah menyakitiku, tetapi , kepergianmu ke Jakarta dua hari lalu seakan menambah torehan perih dalam hatitu.
Tadi malam, aku malu, ketika mami datang kekamar. Mami mengelus kepalaku, berujar: “ Tidurlah inang, besok telephon itonya. Zung, ah... aku ketangkap basah, menangis. Padahal, sepeninggal papi, aku sudah katakan kepada mami, aku tak punya hubungan lagi dengan abang. Memang ya, iya kan bang.? Kita nggak punya hubungan lagi, tetapi masih saling merindukan. Abang, rindu kepada Magda? Ah..nanti juga abang melupakanku setelah berteman dengan perempuan di Jakarta yang cantik-cantik.
Zung masih ingat? Ketika itu aku marah-marah saat abang pulang dari kampung, dengan mata kepalaku sendiri melihat, di dalam beca, paribanmu Sinta tertidur diatas dadamu. Malam itu aku sangat marah. Dadaku bagaikan terbakar, mataku tak dapat ku pejam, karena aku tak ingin ada wajah lain bersandar diatas dadamu, siapapun dia kecuali aku.
Zung kan tahu juga, aku punya pariban tamatan dari akademi militer. Namboruku, ibunya, sangat senang kepadaku, tetapi aku menolak. Bahkan mami dan papiku tak berani lagi omongin pariban itu. Cukuplah hanya abang seorang pemilik cintaku.
Kala itu, ribut karena paribanmu Sinta. Kkita berdua di teras rumah Mawar. Abang membujukku dan mencium ujung jari tangan serta mencium wajahku meski masih dibanjiri oleh air mata. Masih ingat Zung? Malam itu, aku lari kekamar Mawar, menangis.
Bang, sekarang aku mengaku jujur, itulah malam paling berkesan bagiku diantara sejumlah kesan lainnya selama kita berhubungan. Tetapi malam itu abang kesal, karena aku terus menangis. Abang tidak mampu membedakan tangis kecewa dan sukacita. Bang, sukacita tidak selalu dengan derai tawa, kadangkala diiringi derai airmata, bahagia.
Sepulangmu, aku menciumi sweater yang abang taruhkan diatas punggungku. Saat itu hatiku sangat terguncang karena rasa cemburu. Ya aku maha cemburu. Bang, sepanjang malam sweater itu mebungkus kujur tubuhku, hangat, seakan kedua lenganmu yang kokoh itu memeluk diriku yang baru saja tercabik-cabik rasa cemburu.
Oh..iya..masih ingatkah abang, guru olahraga pak botak si genit itu ketika tangannya menyentuh pahaku?. Terlihatku wajah abang sangat marah. Tetapi abang diam ketika hal yang sama dilakukannya kepada teman kita Siti, lucu iya abang.! Sebenarnya saat itu hatiku sudah mulai berbunga-bunga. Abang juga tahu bukan?. (Bersambung)
Los Angeles. April 2009
Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku":