Monday, April 20, 2009

Telaga Senja (15)

http://www.youtube.com/watch?v=h9qA2KzHp6s

Take me back in the arms I love Need me like you did before/Touch me once again/And remember when/There was no one that you wanted more
Don’t go you know you will break my heart/She won’t love you like I will/I’m the one who’ll stay/When she walks away/And you know I’ll be standing here still
*)
I’ll be waiting for you/Here inside my heart/I’m the one who wants to love you more
You will see I can give you/Everything you need/Let me be the one to love you more
See me as if you never knew/Hold me so you can’t let go/Just believe in me
I will make you see/All the things that your heart needs to know
*)
And some way all the love that we had can be saved/Whatever it takes we’ll find a way *)

===========
"Mau tidur dikamarku? Biar aku tidur di kamar adik Rima.”“ Nggak ah. Takut mimpi jelek. Kecuali tidur bareng,” godaku“ Huh..dasar.!”
===========

RINA dan adikku datang berkunjung kerumah setelah dua kali akhir pekan tidak mengunjungi mereka.
“ Mas, ini surat dari isterimu, Magdalena," ujar Rina dengan wajah cembrut. “Suratnya sudah sebulan lalu. Kakak itu tak menuliskan RT/RW rumah,” tambah adikku Lam Hot tersenyum mendengar suara Rina agak kecewa.

Aku heran membaca nama pengirim, tertulis : Mama Magdalena, tetapi alamat Mawar; Ditujukan kepada papa Tan Zung. Aku mengenal karakter tulisan Magda, beda dengan karakter tulisan diluar ampelop itu.
“ Kenapa mesti bohong sih mas, mengaku single tetapi sudah punya isteri,” gerutunya.
“ Kan baru satu,” guyonku sambil membuka amplop. "
" Apa mas!?" Baru satu? Mauanya mas berapa?" tanyanya masih dalam suara marah.

" Dua! Satu di Medan satu disini," jawabku lepas seraya membuka amplop. Akh...ini pasti kerjaan Mawar, pikirku, setelah menemukan satu lagi envelope didalam; Asli tulisan Magdalena.
Aku menunjukkan amplop itu kepada Rina dan adikku: “ Aku dikerjain temanku Mawar. Ini asli tulisan Magda,” ujarku sambil menyerahkan envelop bertuliskan: Pengirim Magdalena.

Adikku ketawa, wajah Rina masih kusut meski aku jelaskan bahwa Mawar adalah sahabat akrab dan teman sekolah sejak es-em-a. Wajah Rina tetap cembrut bahkan tidak berkata apapun ketika dia meninggalkan tempatku.
"Rina , kenapa wajahmu murung? Apa yang salah? Tadi aku sudah bilang, ini surat dari bekas pacarku, bukan dari isteriku."
" Idih..merasa sendiri. Mau punya isteri satu atau lima apa peduliku!?"

" Lho, kenapa Rina sewot kalau bukan urusanmu, aneh.! Tunggu dulu kubaca isinya, setelah itu aku bakar. Atau mau baca bareng ?"

"Heh...kenapa jadi ribut urusan surat bekas pacar,?" sela Lam Hot ketawa.
" Okey Rin. Bagaimana kalau kita makan bareng!" ajakku.
" Ogah..." ketusnya.
"Bagaimana kalau sebentar lagi kita kerumahmu. Aku kangen makan bersama denganmu. Mau Rin.?" Rina tak menjawab, tetapi rona wajahnya berubah, normal.
" Iya, bang nanti kami tunggu dirumah, biar kita selesaikan dulu urusan surat itu," gurau adikku.
"Aku nanti beli makan malam kita," tambahnya.

Aku segera membaca isi surat Magdalena setelah keduanya pulang. Magda merangkaikan kata-kata romantis diatas kertas biru, sejuk. Dia mengingatkan hubungan kami ketika di es-em-a. Magda juga menuturkan kedekatannya dengan Susan:

Zung, entah kenapa aku merasa rindu dan kehilangan atas kepergianmu. Dulu, ketika abang pulang kampung meski kita berpisah selama dua minggu, perasaanku tidak seperti kini. Aku semakin tak mengerti meski abang telah menyakitiku, tetapi , kepergianmu ke Jakarta dua hari lalu seakan menambah torehan perih dalam hatitu.

Tadi malam, aku malu, ketika mami datang kekamar. Mami mengelus kepalaku, berujar: “ Tidurlah inang, besok telephon itonya. Zung, ah... aku ketangkap basah, menangis. Padahal, sepeninggal papi, aku sudah katakan kepada mami, aku tak punya hubungan lagi dengan abang. Memang ya, iya kan bang.? Kita nggak punya hubungan lagi, tetapi masih saling merindukan. Abang, rindu kepada Magda? Ah..nanti juga abang melupakanku setelah berteman dengan perempuan di Jakarta yang cantik-cantik.

Zung masih ingat? Ketika itu aku marah-marah saat abang pulang dari kampung, dengan mata kepalaku sendiri melihat, di dalam beca, paribanmu Sinta tertidur diatas dadamu. Malam itu aku sangat marah. Dadaku bagaikan terbakar, mataku tak dapat ku pejam, karena aku tak ingin ada wajah lain bersandar diatas dadamu, siapapun dia kecuali aku.

Zung kan tahu juga, aku punya pariban tamatan dari akademi militer. Namboruku, ibunya, sangat senang kepadaku, tetapi aku menolak. Bahkan mami dan papiku tak berani lagi omongin pariban itu. Cukuplah hanya abang seorang pemilik cintaku.

Kala itu, ribut karena paribanmu Sinta. Kkita berdua di teras rumah Mawar. Abang membujukku dan mencium ujung jari tangan serta mencium wajahku meski masih dibanjiri oleh air mata. Masih ingat Zung? Malam itu, aku lari kekamar Mawar, menangis.

Bang, sekarang aku mengaku jujur, itulah malam paling berkesan bagiku diantara sejumlah kesan lainnya selama kita berhubungan. Tetapi malam itu abang kesal, karena aku terus menangis. Abang tidak mampu membedakan tangis kecewa dan sukacita. Bang, sukacita tidak selalu dengan derai tawa, kadangkala diiringi derai airmata, bahagia.

Sepulangmu, aku menciumi sweater yang abang taruhkan diatas punggungku. Saat itu hatiku sangat terguncang karena rasa cemburu. Ya aku maha cemburu. Bang, sepanjang malam sweater itu mebungkus kujur tubuhku, hangat, seakan kedua lenganmu yang kokoh itu memeluk diriku yang baru saja tercabik-cabik rasa cemburu.

Oh..iya..masih ingatkah abang, guru olahraga pak botak si genit itu ketika tangannya menyentuh pahaku?. Terlihatku wajah abang sangat marah. Tetapi abang diam ketika hal yang sama dilakukannya kepada teman kita Siti, lucu iya abang.! Sebenarnya saat itu hatiku sudah mulai berbunga-bunga. Abang juga tahu bukan?. (Bersambung)

Los Angeles. April 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku":

http://tanzung.blogspot.com/

Telaga Senja (14)





=====================
“ Mas, Sudah!. Koq omongannya ngelantur.”
“ Iya Rin, begitulah pemulung.!”

=====================
SEMINGGU setelah pindah, aku berkunjung kerumah Rina. Agaknya dia memang sudah menunggu sejak sore. Rina dan adiknya Rima menyambut hangat.
“ Kenapa datangnya malam? Mas sudah makan?" tanya Rina.
“ Belum! Dua hari ini aku nggak selera makan.”
“ Kenapa. Pikirin apa mas!”
“ Ada sesuatu yang hilang sejak aku pindah dari rumah ini.”
“ Kehilangan? Kehilangan apa mas!?”

“ Akupun bingung kehilangan apa? Atau mungkin Rina mungkin mau mencari tahu aku kehilangan apa.?
“ Aneh! Yang khilangan mas, kok aku disuruh mencari tahu. Aku juga nggak tahu mas kehilangan apa.? "
“ Ya ! Aku kadangkala memang aneh. Aku pun tidak tahu apa yang aku tahu.”
” Duh...mas kambuh lagi nih,” ucapnya renyah.
“ Rin merasa kehilangan nggak?”
“ Iya. Aku merasa kehilangan sejak mas pindah dari rumah. Tidak ada lagi temanku ngobrol pagi dan siang. Huh......kadang aku berpikir, kenapa mas mampir dirumah kalau hanya sementara.”
“ Adakah sesuatu yang kamu peroleh dariku sejak tinggal dirumah ini.!?”
“ Ada! Mas bengal tapi mengasyikkan.”
“ Keasyikan apa yang Rin peroleh?”

“ Mas gampang diajak ngobrol dan nyambung meski kadang kala menyebalkan.”
“ Gampang, nyambung dan menyebalkan? Mana diantara ketiganya yang paling kamu suka.”
“ Menyebalkan....!” ketawanya lepas.
“ Rina juga ternyata manusia aneh seperti aku, orang yang menyebalkan.”
“ Lho, aku memang menyebalkan ?”
“ Ya.!"

“ Pernah aku nyebalin mas? Kapan?”
“ Pernah! Ketika kita menghantar Sonya pulang, malam itu, Rina mencurigai kalau aku menaruh hati terhadap Sonya. Kamu berucap: “ Cocoklah pasangan berdua sama-sama pemabuk. Memang, malam itu aku sedikit mabuk, tetapi tokh masih sadar apa yang aku lakukan. Juga tidak berbuat yang aneh-aneh bukan.?”

“ Aku kan hanya bercanda mas.”
“ Itulah salah satu kebengalanmu. Padahal aku telah mencurahkan kepahitan perjalannan kasihku yang masih membelit. Tetapi Rina masih menyisipkan sembilu diantara bulan dan mentahari yang sedang redup melalui candamu, menyakitkan.”
“ Mas...maaf. Sungguh! aku hanya bercanda,” mohonnya
“ Tak ada yang perlu dimaafkan. Aku sekedar mengingatkan bahwa diantara kita ada persamaan.”

“ Persamaan? Persamaan apa mas?”
“ Sama-sama bengal.”
Rina mencubitku kuat, berujar, “ Untuk itulah mas datang malam ini setelah seminggu menyimpan dalam hatimu? Bengal juga kamu,” ucapnya getir.
“ Iya. selain itu, barangkali ada setitik embun akan menetes dari awan gelap.”
“ Kok mengharap tanggung? Kenapa tidak mengharap curah?”
“ Takut nggak ketampung, meluber!”

Akh..kok aku ikut muter-muter. Mas, kita nonton yuk, filmnya bagus.”
“ Kenapa nggak ke bar saja menikamati live show.”
“ Nah khan bengal lagi. Baru sekali diajak langsung berdalih,” protesnya.
“ Ya..Iya. Ayolah.”
“ Kita naik taksi saja mas, nggak enak jadi sopir terus.”

Sebelum menonton, Rina mengajakku makan malam di warung pelataran terminal bus di Blok M. Rina memberitahukan bahwa tempat itu tongkrongan anak-anak muda. “ Mas jangan kaget, tempatnya dipelataran terminal, tapi makanannya bersih dan enak,” ujarnya.

Agak suprise mendengar uraiannya; dalam hati, selama berteman dengan perempuan belum pernah aku makan dikaki lima atau pelataran terminal. Aku teringat ketika bersama dengan Magdalena dan Mawar, kami selalu rendezvous di restaurant. Dengan Susan? Ah..kelasnya beda.!
***
Rina menikmati alur film sejak awal hingga akhir, sementara mataku mulai redup tak kuasa menahan kantuk. Aku terbangun ketika dia menggeser kepalaku dari jok kursi ke sisi lengannya. Rina membiarkannya hingga pemutaran film usai. Aku tersipu ketika dia mengangkat wajahku, berbisik: “ mas, kita pulang.”
"Filmnya bagus Rin.?" Rina diam. Dia melangkah cepat keluar dari ruangan bioskop.
“ Mas keterlaluan, aku ajak nonton malah tidur. Bilang saja tadi nggak mau nonton,”gerutunya didalam taksi.

“ Itu salah satu kelemahanku, sukar mengatakan tidak, bila sahabat menawarkan sesuatu dengan semangat. Lebih baik aku tunda kemauanku daripada memadamkan semangatnya.
" Coba, kalau tadi kita ke bar, pasti mas nggak bakalan tidur.”
“ Rin, aku trauma kalau nonton film.”
“ Mas norak! Kok nonton film trauma!?”
“ Sejak pacarku , dulu, membuat aturan tak tertulis; “ Selama pemutaran film berlangsung, tangan harus dilipat, wajah lurus kedepan.”
Halah mas, selalu mencari alasan, dasar bengal,” ucapnya tak dapat menahan gelak.

” Mas, tidur disini saja, sudah terlalu larut malam,” ujarnya ketika aku permisi pulang.
“ Nggak apa-apa. Aku biasa jalan malam di hutan jalang.”
“ Tidur dengan adik Lam Hot saja.”
“ Aku tidak tega membangunkannya, sekarang sudah pukul 02:00 dini hari.”
“ Mau tidur dikamarku? Biar aku tidur di kamar adik Rima.”
“ Nggak ah. Takut mimpi jelek. Kecuali tidur bareng,” godaku
Huh..dasar!”

Los Angeles. April 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “:
http://tanzung.blogspot.com/