Tuesday, October 20, 2009

Telaga Senja (144)

Il Divo : The Man You Love Lyrics
Si me ves hallaras en mis ojos el amor/eres tunla mitad que a mi vida completo/Lo que soy te darensin miedo a algun error/creo en ti y dejarnen tus manos mi ilusion./Quiero estar dentro de tu corazon,/Poder lograr que me ames como yo.

I only wanna be the man/to give you everything I can/every day and every night/love you for all my life./I don’t wanna change the world/as long as you’re my girl/it’s more than enough,/just to be the man you love.

Quiero ser el lugar donde puedas refugiar/el temor y calmar en mis brazos tu ansiedad/Desde hoy voy a ser todo para ti/Hasta ayer te soñe y ahora estas/ aqui Quiero oir tus secretos, lo que sueñes descubrir,/quiero amarte asin

I only wanna be the man/to give you everything I can/every day and every night / love you for all my life./I don’t wanna change the world/as long as you’re my girl/it’s more than enough,/just to be the man you love.

I only wanna be the man/to give you everything I can/every day and every night/love you for all my life./I don’t wanna change the world/as long as you’re my girl/it’s more than enough,/just to be the man you love./Just to be the man you love
================
“Nggak sayang. Aku nggak marah. Namamu masih menyatu dalam hati dan jiwaku. Cintaku semakin bergelora diatas kegusaran hatimu. Meski aku terbujur dengan kelopak mata terluka, namun indera lain melihat cerah hatimu. Mendekatlah kesini Magda, aku ingin membisikkan sesuatu sebagai tanda apresiasiku malam ini; You were wonderful tonight. Magda, You know how much I love you.
===============
Jendela hatinya terbuka tulus sepanjang waktu. Luka yang mendera tubuhku seakan ikut dia rasakan. Tangannya mengelus wajahku ketika mengerang sakit manakala pengaruh obat penenang purna guna. Kening bersimbah peluh, sepanjang malam, diusap penuh kasih sayang. Bisikan kata-katanya di telinga membangkitkan gairah hidupku. “ Zung, ada apa ? Aku masih ada disini. Bang...! Kenapa...?“ tanyanya, ketika aku merintih menahan sakit pada pangkal lenganku, terasa disayat sembilu beraduk linu, lantas dia menempelkan wajahnya disisi wajahku.

“ Zung, seandainya rasa sakitmu dapat dipindah ke aku. Aku siap bang! Sebentar ‘yang, aku panggilkankan perawat,” desahnya prihatin. Tidak lama berselang, Magda menyuruh membuka mulutku sembari memasukkan sebutir obat penenang; “ Bang, malam ini aku jadi perawat khusus,” bisiknya. Pengaruh obat yang baru saja diberikan menghilangkan rasa sakit sekaligus menghantarkan tidurku menjelang dini hari.
***
Magda tidur lelap dikursi disisi tempat tidur. Kepalanya terkulai diatas tempat tidur, disisi wajahku, hingga pagi. Perlahan aku menaruh telapak tanganku ke atas pipinya. Dia terjaga dari tidur, jari tangannya meremas telapak tanganku yang masih menempel di pipinya.

“ Pagi Zung,” sambutnya, sementara wajahnya masih menempel diatas tempat tidurku. Walau aku belum dapat melihat, tetapi aku merasakan betapa lelahnya Magda. Sejak kedatangannya hingga pagi ini, dia terus mendampingku di ruang rawat. Lembut ku berujar : " Magda pulanglah. Lebih baik kamu istrahat di rumah. Pagi ini aku akan periksa ke dokter mata. Menurut dokter, mataku akan dapat melihat seperti sediakala setelah membuka balutan dan membersihkan luka kelopak mata. Aku tak sabaran lagi melihat wajahmu nan cantik sebentar siang. Ntar, jangan lupa pakai lipstik.”
“ Abang getek (genit, pen)” balasnya.
“ Nanti siang kita bezoek Laura, mau? Setelah itu kita ke dokter spesialis tulang.”
“ Mau.... mau bang. Aku mau kenal pesaingku. Gimana sih cantiknya Laura hingga abang menggelepar,” ujarnya ketawa sambil menciumku sebelum keluar dari kamar.
***
Pagi sepeninggal Magda, Lam Hot dan ibu menemaniku ke dokter spesialis mata. Ibu berurai airmata setelah melihatku keluar dari ruang periksa dokter. Aku telah dapat melihat meski belum sempurna. Menurut dokter, aku dapat melihat dengan sempurna beberapa jam kedepan. Ibu menciumiku,” Mauliate ma Tuhan. Nungga boi be anakhi marnida/ Terimakasih Tuhan, anakku telah dapat melihat kembali.”

Seperti biasanya, Lam Hot selalu berulah. Dia mengipa-ngipas lembaran uang di depan mataku.
” Coba terka bang, lembaran berapa ini,” tanyanya. Dia ngakak setelah aku menyebutkan nilai nominal uang itu. “ Dasar mata elang. Wajahku dan ibu belum tampak jelas, kok lembaran sekecil ini abang melihat cukup jelas!?"
“ Iya, tetapi kok aku melihat wajahmu seperti beruang,” balasku. Ibuku hanya tertawa, ceria mendengar candaku dengan Lam Hot yang sengaja mengambil cuti khusus, dua minggu, untuk menemani ibu dan Magda.

“ Siap mental bang, bila mau lihat wajah di cermin. Hidung berantakan, bibir sompel,” ujarnya. Ibu menegur Lam Hot; ” Unang songoni margait/Bercanda , jangan begitu.”
Meski adikku bercanda, tetapi perasaan agak terganggu. Sebelumnya, ada niat pergi ke toilet melihat bentuk wajahku pada cermin. Niat itu ku urungkan setelah mendengar gurauan Lam Hot. Aku setuju, harus siap mental melihat perubahan bentuk hidung yang dihajar bajaj dan bibir sompel akibat beradu dengan jalan berlapis aspal.
***
Tak sabaran ingin melihat wajah Magda, aku menyuruh Lam Hot menjemputnya. Satu jam kemudian, Lam Hot kembali ke rumahsakit tanpa Magda. “ Abang ribut dengan kak Magda tadi malam? Kakak nggak mau datang.” ujarnya dengan mimik serius.
“ Apa yang kalian ributkan amang?” tanya ibuku.
“ Aku nggak ribut. Aku menyuruh dia pulang dengan baik-baik kok. Bahkan Magda sudah janji, petang nanti, temanin aku melihat Laura dan ke dokter spesial tulang. Nggak mungkin dia ngambek. Pasti kamu kerjain aku. Ayo Hot, bilang yang sebenarnya. Kemana kak Magda?”

“ Ada dirumah, tiduran. Dia bilang malas mau datang kesini, katanya, abang banyak maunya,” ujarnya masih dengan mimik serius. Lagi, ibu bertanya: “ Kenapa kalian ribut? Kurang apa lagi baiknya Magda nak!?” sesal ibu.
Aku nggak habis pikir, ada apa masalah dengan Magda. Apakah tadi malam aku mimipi dan menyebut nama Laura tanpa aku sadari ? tanyaku dalam hati. Tetapi kenapa dia nggak bilang? Malah dia menciumku sebelum keluar dari ruang rawat. Dengan suara agak meninggi, aku suruh Lam Hot menjemput Magda. “ Sekarang juga,” tegasku setelah Lam Hot mengulur waktu dengan gurauan.
“ Jangan berteriak amang. Nanti ikut aku yang jemput,” bujuk ibu.

Tidak beberapa lama berselang, sebelum Lam Hot dan Ibu pergi menjemput, aku melihat Magda datang dengan membawa rantang berisi makanan. Rantangan yang dibawanya hampir jatuh ketika menyerahkan kepada ibu. Dia berlari menemuiku diatas tempat tidur, berteriak seperti orang histeris;” Heiiii...Zung....abang sudah dapat melihat...!?”. Magda memelukku dan meniciumi kelopak mata bekas luka.
“ Bang sudah dapat melihatku?
“ Ya. Magda cantik sekali ! Kok Magda seperti mau kepesta!?”
“ Iyalah bang, aku sengaja. Kan pandangan pertama, setelah mata abang celik, aku harus terlihat cantik. Tapi aku nggak pakai lisptik lho bang.”
" Kenapa..?"
" Nanti pada nempel dimana-mana,"ujarnya genit, sementara hidungnya masih beradu dengan hidungku. " Zung....kita pulang ke Medan iya...!?" ( Bersambung)

Los Angeles. October 2009


Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/