Thursday, November 12, 2009

Telaga Senja (161)

Luther Vandross- Mariah Carey" Endless Love"
[LV:]
My love/There's only you in my life/The only thing that's right/Oh yeah
[Mariah:]
My first love (yeah)You're every breath that I take/You're every step I make
[both:](Oh)
And I
(And I)

I want to share/All my love with you, hey yeah/No-one else will do (mh)/And your eyes (your eyes, your eyes)/They tell me how much you care/Oh, yes/You will always be/My endless love/Oh yeah

Two hearts/Two hearts that beat as one/Our lives have just begun/And forever (forever)/I'll hold you close in my arms/I can't resist your charms/No no no no (no no no)
And I
And I)

I'd be a fool/For you, I'm sure/You know I don't mind (no, you know I don't mind)/'Cause baby you (baby, baby, baby, baby)/You mean the world to me, yeah /I know I've found in you/My endless love
[instrumetal break]
Yeah (yeah)/Do do, do dooo, do do do .......Whooooa
And I/I'd play the fool/For you, (for you baby) I'm sure/You know I don't mind (you know I don't mind)/Oh, yes
You'd be the only one/'Cause no-one can't deny/This love I have inside/And I'll give it all to you/My love (my love, my love)/My my my/My endless love
Mmh.......My love

=========================
Didalam mobil, Magda ngomel. " Didepan mataku saja papa berani macam-macam dengan perempuan lain. Pakai ciuman lagi."
" Papa kan nggak balas. Mama, itu sebuah resiko."
" Resiko apaan?"
" Resiko pemuda idaman!"
=======================
“ Pap, kesombongan mula kehancuran. Kelak bukan cuma bibir dan hidung papa jadi korban, seperti sekarang ini.” ingatnya.
“ Kenapa jadi serius mam? Kadangkala, tanpa kita sadari, ilalang tumbuh ditengah bunga yang sedang mekar.”
“ Kenapa perlu dilpelihara kalau sudah tahu itu ilalang pap?”
“ Anggap saja sebagai peringatan. Agar jangan terlalu yakin bahwa hanya kembang bertumbuh disana. Barangkali saja ada tumbuhan mekar liar mirip kembang yang mama semai itu.”
“ ...dan papa memelihara ilalang itu tumbuh subur?” sergahnya

“ Tidak! Tetapi mama juga harus ikut memelihara semaian yang mama taburkan agar jangan sampai ada ilalang dan tumbuhan lain mekar bersama.”
Halah. Jika nanti ada tumbuhan liar disana, papa akan meyalahkan mama juga. Begitu kan?”
“ Ya. Mama harus ikut bertanggung jawab. Seperti papa telah perlihatkan selama ini.”
“ Papa perlihatkan apa? Kecuali marah-marah, mabuk, main judi dan selingkuh” cecarnya. Agak serius. Magda mulai bergeser, mebuat jarak duduk denganku. Dia menarik tangannya dari peganganku. Tubuhnya sedikit miring mengarah keluar jendela. Mendengar “pertarungan” agak memanas, Lam Hot mengganti gelombang radio dari musik lembut ke musik hingar bingar dan menambah volume radio. Magda menepiskan tanganku ketika menyentuh lengannya. Sejenak aku biarkan dia “berlayar” dengan pikiran aneka ragam diantaranya, curiga dibungkus cemburu. Ku ulang lagi. Berbalas. Dia memutar tubuhnya, memandangku tajam. “ Apaan?” ketusnya.

“ Selain marah-marah, mabuk dan berselingkuh, papa tetap mememelihara semain yang papa tabur. Papa tidak membiarkan ilalang tumbuh disana. Juga tidak akan ada kembang lain yang mirip, mekar bersama. Papa tahu , seperti pengakuan mama minggu lalu, Hary dan Rony ingin mempersuntingmu. Tapi akhirnya bagaimana? Satu persatu mereka mundur teratur setelah mereka tahu bahwa, papa masih merawat kembang yang papa semai itu.”
“ Memang apa yang papa lakukan?”
“ Tanyakan lah kepada mereka.!”
“ Papa egois.!”
“ Itu demi cintaku yang tulus!”
“ Tulus? Tetapi masih menuai di tempat lain.”
“ Sekedar cadangan mam.” ujarku.

“ Papa!” teriaknya. “ Papa sengaja membuat cadangan? Ayo pap! Katakan lagi.... !“ gemasnya seraya menarik telingaku..
“ Ya. Kelak, jika ada semaian yang layu, disini, aku tinggal memindahkan.” Magda mulai sadar, bahwa aku sengaja gocekin dia.

“ Malam ini tidur di kamarku?”
“ Nggak. Mama capek.”
“ Siapa yang siapkan serapan dan obatku besok pagi ?”
“ Panggil saja Laura atau ilalang lain!”
“ Mama nggak menyesal?” lagakku serius. Tangannya menampar pelan pipi bekas ciuman Sonya.
“ Papa sok.”

“ Mam, boleh aku pinjam selampenya?” godaku. Magda diam. Dia hanya menatapku. Ternyata “antena” Lam Hot menangkap suaraku ditengah berisiknya suara radio. Tiba-tiba dia melemparkan kain lap mobil kebelakang, jatuh pas di depanku. Ulah Lam Hot menggelitik Magda. Dia ketawa lepas. Suasana kembali cair.
“ Masya kain kotor melap yang kotor? Kapan bersihnya?” ketawaku tak kalah seru. Magda mengambil kain lap dari depanku, menaruh ke bawah jok mobil. Kini, dia membiarkan tangannya ku usapkan di pipiku bekas ciuman Sonya.
“ Masih merasakan ada bibir lain disana?” tanyaku?
“ Masih.!” tawanya.

***
Tiba dirumah Rima, Magda belum mau melepaskanku pulang. Kebetulan pula lengan dan bahu mulai menggigit nyeri seperti disayat. Aku terus menahankan rasa nyeri itu tanpa merintih. Namun, peluh yang mulai mengucur di keningku terlihat oleh Magda ketika keluar dari kamar mengganti pakaiannya. Segera dia berbalik ke kamar mengambil obatku dari tas tangannya. Semua prihatin, tak terkecuali adikku si reseh, Lam Hot. Dia berlari ke dapur mengambilkan air minum.

Magda membaringkanku di kursi seraya melap peluhku menunggu air minum pendorong obat penenang. Magda mengangkat kepalaku keatas pangkuannya setelah memberiku tablet "pain killer" sekaligus obat penenang. Berulang dia memanggilku, lembut: "papa..papa...papa.." namun mulut agak berat menyahutinya, obat mulai meresap. Lam Hot dan Magda sepakat membawaku pulang setelah aku menolak tidur di kamar Lam Hot. Magda segera berkemas menggantikan daster yang dikenakannya. Ketika menuju ke mobil, dia tak membiarkan Lam Hot memapahku.
" Biar kakak yang tuntun," ujarnya.

Tiba di tempat kostku, Magda tidak tega meninggalkanku sendirian. Dia menyuruh adikku pulang. " Besok, jemput kakak, agak siangan iya dik. Kita lebih baik bawa ke dokter. Kasihan si abang," ujarnya. Obat yang baru saja aku telan, belum terasa membantu mengurangi rasa nyeri.
Meski dokter melarang makan obat penenang dalam waktu berdekatan, diam-diam aku mengambil obat itu dari tas Magda. Aku tertanggkap basah. Magda berteriak ketika melihatku mengambil obat penenang dari tasnya. Buru-buru aku menelannya. " Papa jangan! Papa mau bunuh diri?" cegahnya.
" Nyerinya luar biasa mam . Aku tak tahan lagi," rintihku. Dia mengajakku malam itu kerumah sakit, tetapi aku menolak. Tidak lama berselang setelah menelan obat yang kedua, aku terkapar diatas tempat tidur. ( Bersambung)

Los Angeles. November 2009


Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/