Thursday, July 2, 2009

Telaga Senja (69)



There were nights when the wind was so cold/That my body froze in bed/If I just listened to it/Right outside the window/There were days when the sun was so cruel/That all the tears turned to dust/And I just knew my eyes were/Drying up forever

I finished crying in the/instant that you left/And I can’t remember where or when or how/And I banished every memory/you and I had ever made

But when you touch me like this/And you hold me like that /I just have to admit/That it’s all coming back to me/When I touch you like this/And I hold you like that/It’s so hard to believe but/It’s all coming back to me/(It’s all coming back, it’s all/coming back to me now)

*) There were moments of gold/And there were flashes of light/There were things I’d never do again/But then they’d always seemed right/There were nights of endless pleasure/It was more than any laws allow/Baby Baby

If I kiss you like this/And if you whisper like tha/It was lost long ago/But it’s all coming back to me/If you want me like this/And if you need me like that/It was dead long ago/But it’s all coming back to me/It’s so hard to resist/And it’s all coming back to me/I can barely recall/But it’s all coming back to me now/But it’s all coming back

There were those empty/threats and hollow lies/And whenever you tried to hurt meI just hurt you even worse/And so much deeper / There were hours that just went on for days/When alone at last we’d/count up all the chances/That were lost to us forever

But you were history with the/slamming of the door/And I made myself so strong again somehow/And I never wasted any of my/time on you since then

But if I touch you like this/And if you kiss me like that/It was so long ago/But it’s all coming back to me/If you touch me like this/And if I kiss you like that /It was gone with the wind/But it’s all coming back to me(It’s all coming back, it’s all coming back to me now)

*)
When you touch me like this/And when you hold me like that/It was gone with the wind/But it’s all coming back to me/When you see me like this /And when I see you like that/Then we see what we want to see/All coming back to me/The flesh and the fantasies/All coming back to me/I can barely recall/But it’s all coming back to me now

If you forgive me all this/If I forgive you all that/We forgive and forget/And it’s all coming back to me/When you see me like this/And when I see you like that
We see just what we want to see/All coming back to me/The flesh and the fantasies
All coming back to me/I can barely recall but it’s all/coming back to me now


(It’s all coming back to me now)/And when you kiss me like this(It’s all coming back to me now)/And when I touch you like that/(It’s all coming back to me now) If you do it like this/(It’s all coming back to me now) And if we...

======================
“ Terserah Rina mau bilang apalah. Aku sudah muak.!”
“ Masssss! aku juga muak melihat tingkahmu tahu!? teriaknya. “ Mas, tolong jangan siksa lagi dia. Magda cukup menderita selama ini sejak mas berteman dengan Laura. Mas, hidup jangan terlalu sombong, masih ada hari esok,” ujarnya , tangisnyapun meledak.
========================
Satu demi satu sahabatku segera menjauh oleh karena salah pengertian, itulah kesimpulanku sementara malam itu ditengah badai sedang menerpa. Rina tidak mau menutup telepon meski tidak sepatah katapun terucap dari mulutnya kecuali isak tangis. Begitu dalamkah kepedihannya ketika aku mengancam akan mengakhiri hubunganku dengan Magda? Aku juga tak tega menutupkan telepon, kecuali bersabar menunggu dia mengakhiri tangisnya.

Seketika hatiku terenyuh oleh tangisnya, dia berucap pelan dengan suara terbata; “ Mas, mbak Magda sangat sayang kepadaku. Dia telah menganggapku sebagai saudara kandungnya. Mas, aku tak mengenalnya kalau bukan karenamu. Tetapi semua akan berakhir ketika aku sedang mengaharapkan uluran tangan dari sahabatmu itu. Aku tahu, mas sayang padaku melebihi dari rasa kasihan. Mas telah menutupi kejalanganku melalui pengurbanan harga dirimu ketika itu.

Tante maminya Magda, adik Jonathan yang selalu mengagungkanmu dan Magda sangat bangga dengan dirimu, karena mau jadi kurban demi nyawaku dan bayi yang ada dalam kandunganku.....” Sementara dia bertutur sendu dalam tangisnya, hatiku terasa tercabik-cabik. “ Cukup....Rin! Aku mengerti, maafkan aku. Aku tak ada niat melukai hatimu juga dengan Magda.

“ Belum mas, belum cukup. Kita nggak tahu bila esok tak bertemu lagi, biarkalah aku sebentar saja mengeluarkan isi hatiku, agar mas tahu bagaimana keakraban kami yang sudah berjalan, barangkali juga kita tidak akan bertemu lagi.”
“ Rina, cukup kataku! Aku sangat menyesal. Tidak Rin, aku tidak akan meninggalkan mbak Magda dan Rina. Aku tidak akan mau memulainya, maafkan aku Rina. Jaga kesehatanmu dan bayi dalam kandunganmu,” ujarku.

“ Mas, masih sabar mendengar bagaimana indahnya perjalanan kami setelah merayakan hari ulang tahunnya kemarin?" tanyanya. Rina meneruskan tuturannya meski aku belum menjawab.
“Mbak Magda mengajakku ke restauran tempat kalian berdua memadu kasih tempo dulu. Magda bernostalgia, katanya; Tempat itu sangat berkesan baginya, tempat mas Tan Zung mencuri hatinya. Juga mas, bila dia melihatku dan perutku yang sedang hamil, dia bagai melihat wajahmu. Tanpa mas kami tak akan saling mengenal. Dia juga sangat memberi perhatian terhadap kesehatan kandunganku yang hampir berusia delapan bulan ini. Mas, Magda sangat senang dengan nama yang mas berikan, Thian. Bila kelak lahir sebagai seorang lelaki, dia mengharap wajah Thian mirip dengan wajah mas.”

“ Apa maksudnya Rina.?”
“ Mas jangan bepersangka buruk dulu. Aku juga tadi berpikir kalau mbak Magda menduga-duga bahwa janin dalam perutku adalah benihmu. Ternyata itu adalah ungkapan rasa cinta; dia tidak dapat menyembunyikan kerinduan dan ketulusan cintanya terhadapmu, sehingga bayi dalam kandungankupun menjadi media pelampiasan kasih sayangnya.”

“ Rina, selama ini aku merasa kesal karena selalu dicurigai telah mengkhianatinya. Padahal aku selalu memberitahunya kemana akan pergi. Kalau aku mau, apapun dapat aku lakukan tanpa sepengathuannya.”
“ Mas, sudahlah,! Hanya aku minta dengan sangat, kalau mas masih mau mendengar omonganku, jangan lagi marah dan bujuklah mbak Magda. Aku dan bayiku, Thian, tak rela mas memutuskan hubungan dengan mbak Magda,” harapnya.

Rina memanfaatkan senjata pamungkasnya, Thian, bayi dalam kandungannya. Rina tahu aku sangat sayang dengan bayi walaupun masih dalam kandungan. Memang, aku selalu menanyakan kesehatannya setiap menelepon meski kadang kala aku dan Rina sering ” bentrok”.
“ Rina, Magda masih bangun? Boleh aku bicara dengannya.?”
“ Aku lihat dulu mas. Tadi tante masih dikamarnya setelah dia berteriak-teriak dan menangis.”
“ Jadi, tante dirumah ketika kami ribut.?”tanyaku gusar.
“ Iya mas, makanya aku sangat sedih, akhirnya tante jadi tahu semua persoalan kalian. Aku tutup dulu teleponnya, nanti aku kontak lagi. Mas masih mau menunggu.?”
“ Iya, aku menuggu sampai kiamat.!”
“ Halah...emang lidah tak bertulang.!” ujarnya diakhir pembicaraan kami.
***
Aku menghubungi Magda setelah hampir tengah malam tak ada dering telepon, namun teleponnya bernada sibuk. Pikiran jauh melayang menyusuri hati Magda yang sedang memendam marah. Hati semakin gundah setelah Rina memberitahu bahwa maminya Magda telah mengetahui "kerusuhan" diantara kami. Aku sukar membayangkan bagaimana sikap maminya Magda, setelah mengetahui persoalanku dengan putrinya. Padahal selama di Medan, maminya selalu berpihak padaku jika aku ribut dengan Magda.
***
Adikku Lam Hot berulangkali mengetuk kamarku ketika kegelisahan melanda pikiran. Seperti biasanya dia langsung ngerocos bila ketemu denganku.
" Abang ribut lagi dengan kak Magda? Kebetulan aku barusan telepon kak Rina."
" Pantasan, dari tadi aku menguhubungi mereka teleponnya bernada sibuk, rupanya kau sedang on line. Ngapain kamu telepon tengah malam begini?"
" Tadinya mau beritahu kalau neneknya Rina sedang sakit. Bang, daripada bentrok terus, mending pulang lalu menikah dengan kakak itu. Kasihan dia, sementara abang di Jakarta melenggang bersama dengan Laura. Atau pilih salah satu, kak Magda atau mbak Laura.!"

" Tidak sedikitpun terpikir menjalin hubungan khusus dengan Laura. Pilihaku masih tetap dengan Magda, kecuali kalau dia menolak."
" Bila kak Magda menolak, baru berlanjut dengan mbak Laura, begitu maksud abang? Jangan-jangan abang sengaja memancing kesal kak Magda supaya dia marah dan memutuskan hubungan kalian. Abangpun cuci tangan.!"
" Diamlah mulut kau itu. Otakmu saja yang kotor. Kalau aku tidak serius, ngapain aku ribut dan capek-capek membujuknya. Dompetku juga bocor untuk bayar pulsa."

Lam Hot meninggalkanku dikamr setelah mendengar dering telepon. Rina menyapa dengan suara lembut. " Mas, aku sudah bujuk tetapi dia masih enggan bicara dengan mas. Dia ketakutan kalau mas marah-marah lagi."

" Aku janji tidak marah lagi. Yakinilah dia Rin. Maminya masih dikamar?"
" Tante sudah tidur. Mas, tunggu sebentar, aku bujuk lagi dia iya.?"

Tidak begitu lama menunggu, suara serak menyapaku; " Ada apa lagi bang? "

" Aku minta maaf, aku tahu Magda kesal denganku. Tadi mami tahu kalau kita ribut?"
" Tahu, memang kenapa?"
" Mami bilang apa. Masih belain aku,?" pancingku berguyon.
" Iya. masih."
" Mami bilang apa?"
" Mami bilang supaya kita nggak usah berhubungan lagi."
" Lho, katanya belain. Malah kok nganjurin putus."
" Biar abang lebih bebas berteman dengan siapapun."

" Ah...Magda bohong. Nggak mungkin mami omong seperti itu."
" Iya, sudah. Bang aku mau tidur, aku capek."
" Tunggu sebentar lagi, aku belum puas ngomong," bujukku.
" Tetapi abang sudah puas marah kan.?"
" Aku sangat menyesal Magda. Lupakanlah itu. Aku janji tidak akan marah lagi lewat telepon, kecuali dekat denganmu. Bagaimana khabar Thian?" pancingku. Aku sengaja menyebut nama Thian setelah Rina bercerita betapa Magda merindukan kelahiran bayi Thian yang masih dalam kandungan Rina.

" Thian sudah tidur," jawabnya mulai semangat. Ah..aku berhasil pikirku dalam hati.
" Kapan Rina melahirkan.?"
" Abang mau datang? Mungkin bulan depan." katanya seakan persoalan diantara kami telah raib ditelan angin.
" Ya. Aku pasti datang sekalian bawa pakaiannya."
" Abang datang dengan Laura.?"
" Lho kok.?" ( Bersambung)

Los Angeles, July 2009


Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/