Wednesday, December 2, 2009

Telaga Senja (175)

The Reason - Hoobastank
I'm not a perfect person/There's many things I wish I didn't do/But I continue learning/I never meant to do those things to you/And so I have to say before I go/That I just want you to know

I've found a reason for me/To change who I used to be/A reason to start over new/And the reason is you

I'm sorry that I hurt you/It's something I must live with every day/And all the pain I put you through/I wish that I could take it all away/And be the one who catches all your tears/That's why I need you to hear

I've found a reason for me/To change who I used to be/A reason to start over new/And the reason is you / And the reason is you/And the reason is you/And the reason is you

I'm not a perfect person/I never meant to do those things to you/And so I have to say before I go/That I just want you to know

I've found a reason for me/To change who I used to be/A reason to start over new/And the reason is you

I've found a reason to show/A side of me you didn't know/A reason for all that I do/And the reason is you
=======================
“ Bagaimana mama harus memainkannya?”
“ Papa tak butuh instrumen lain untuk memainkan simfony yang sedang bergayut syahdu pada rembulan.”
“ Bukankah rembulan itu bersama dengan papa.?”
“Ya mam! Tetapi papa tidak mau ada sinar lain, kecuali rembulan milikku.”
========================

MAGDA menyadari kalau hatiku merasa tak tenteram setelah melihat Maya di dalam restauran bersama paribanku, Shinta. Dia mengikutiku masuk ke dalam kamar. Meski suasana hati terganggu, aku berusaha menutupinya. Magda tak beranjak dari kamarku walau aku merebah diatas tempat tidur.

“ Papa kok mau tidur. Nggak lapar?”
“ Magda duluan. Nanti aku nyusul.”
“ Katanya sudah nggak ada apa-apa lagi dengan Maya. Melihat sekilas saja, papa langsung panas dingin,” godanya sembari mendekat ke tempat tidurku. “ Ayo pap, bangun. Temanin mama makan,” ajaknya, lantas menarik tanganku.
“ Rin, lihat nggak perubahan wajah abang kita? Muram. Ketemu Maya selintas, langsung selera makannya hilang. Padahal sebelumnya abang mau pingsan karena kelaparan,” ujarnya diruang makan.

“ Ya Zung? Ketemu dimana? Sudah tanya, kenapa Maya melarang mas datang ke pesta pernikahannya.?”
“ Aku dan Magda hanya lihat selintas ketika Maya dan Shinta berada di restauran. Bertemu pandang pun belum sempat, karena Magda langsung menarik tanganku mengajak pulang.”
“ Jangan peracaya Rin. Abang bohong.”
“ Mbak juga keterlaluan lah. Mbok kasih kesempatan kek mereka berdua sebelum Maya berbaring di ranjang pengantin!?” kata Rina ngomporin.
“ Tadi aku sudah ajak ketemu dengan Maya, abang pura-pura nggak mau. Tapi hatinya? Huh...tiba dirumah abang langsung masuk kamar mau menyendiri mengenang kisah cinta di kampung.”

“ Jadi kalian berantam lagi gara-gara Maya?” tanya Rina.
“ Iya nggaklah. Wajah abang saja yang cemberut selama dalam perjalanan,” ketus Magda. “ Zung, sini duduk dekatku, biar mama suapin,” ujarnya centil. Percakapan singkat nan akrab dibumbui”kompor” Rina, menyingkirkan pikiran pada Maya. Magda memintaku pindah duduk persis di sebelahnya, ketika Rina meninggalkan kami.

“ Pap, duduk dekat mama.”
“ Nggak enak ntar mami lihat.”
“ Pap..! Mau nggak? Memang kenapa kalau mami lihat?”
“ Emang makanan beda rasa kalau duduk dekat mama?” isengku, sambil beranjak dari kursi sebelum di bentak ulang. “ Mama tahu, pikiran papa masih ke Maya." Tangan pun tak diam. Pahaku jadi korban”penyiksaan” ketika duduk dekatnya.
“ Memang papa nggak salah nyebut kamu seperti ibu tiri. Kasih makanan, tetapi tangan mencubit,” keluhku, disambut tawa geli.

“ Mam, jawab dengan jujur. Jangan pakai kalimat bersayap. Ketika Susan berkunjung ke Jakarta dan tahu bahwa papa bersama dengan dia, saat itu mama sangat marah. Tetapi, tadi pagi, Magda serius mau mengantarkanku ke rumahnya dan mama setuju pula papa nginap disana. Kenapa.?”
“ Karena mama lihat semangat papa berapi-api ingin ke rumah Susan. Itu saja.”
“ Mama nggak kuatir terjadi seperti pernah mama tuding, meski tidak benar, aku akan selingkuh .?”

“ Nggak. Mama tahu suaminya sedang berada disini.”
“ Kalau suaminya tidak ada?”
“ Iya nggak mungkin lah mama ijinkan. Emang mama gila? Sudah puas? Sekarang mama ingin tanya, papa jawab tanpa harus marah. Tadi setelah melihat Maya, kenapa wajah papa langsung berubah?”

“ Wajah papa berubah? nggak lihat tuh.”
Papaaaa...mama tanya serius,” kesalnya sambil meletakkan sendok makannya.
“ Oh...ya..ya. memang aku merasa kaget saja. Itu pun hanya sebentar. Tadi juga aku lihat wajah mama cemberut ketika melihat Maya. Cemburu?”
“ Nggak. Untuk apa di cemburui, minggu depan dia sudah mau menikah. Papa kenal calon suaminya?”

“ Kenal. Teman sekolah ketika di es-em-pe. Kasihan Maya. Calon suaminya itu sudah pernah masuk penjara gara-gara memperkosa. Sudah bodoh malas pula. Dia juga lulus dari es-em-a karena nilainya di dongkrak. Papa juga bingung bagaimana dia mendapatkan ijazah sarjana muda.”

“ Mama dengar dari Shinta, dia pemabuk juga kayak papa.”
“ Dia mabuk di kedai tuak. Papa kan di bar. Beda lah!”
“ Apa bedanya? Sama-sama nggak bisa kontrol diri. Papa mau pergi ke pestanya.?”
“ Maya melarangku datang. Menurutmu bagaimana baiknya?”
“ Terserah papa. Bagaimana kalau kita pergi bareng?”
“ Papa nggak tega lihat Maya. Dia semakin tersiksa bila melihatku bersama dengan Magda. Atau lebih baik tanyakan dulu Shinta, kenapa dia melarangku hadir pada pesta pernikahannya.” (Bersambung)

Los Angeles. December 2009


Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/