Monday, June 1, 2009

Telaga Senja (45)

I know theres something in the wake of your smile. /I get a notion from the look in your eyes, yea. /Youve built a love but that love falls apart. /Your little piece of heaven turns too dark.

Listen to your heart /When hes calling for you. /Listen to your heart /Theres nothing else you can do. /I dont know where youre going /And I dont know why, /But listen to your heart /Before you tell him goodbye.

Sometimes you wonder if this fight is worthwhile. /The precious moments are all lost in the tide, yea. /Theyre swept away and nothing is what is seems, /The feeling of belonging to your dreams.

And there are voices /That want to be heard. /So much to mention /But you cant find the words. /The scent of magic, /The beauty thats been /When love was wilder than the wind.
==============
“ Adik Lam Hot marah?” tanya Laura.
“ Ya. Dikirain aku nggak jadi pindahan.”
Laura kaget mendengar rencana kepindahanku “ Mas mau pindah? Pindah kemana? Kok nggak bilang-bilang?” tanyanya.
===============
LAURA mengingatkan setelah dia tahu wilayah tempatku pindah, “ Hati-hati mas, disana banyak perempuan malam dan waria mangkal. Juga club malam.”
“ Baguslah, penguji iman,” jawabku iseng.
“ Mas masih sering ke club malam.?”
“ Selama di Jakarta baru 4 kali berkunjung; kali pertama secara kebetulan, karena aku pisah tak sengaja dengan adikku dan Rina ketika berkunjung ke Ancol; kedua pergi dengan Rina, ketiga dan keempat pergi sendiri karena ketagihan. Tahu dari mana kalau aku ke club malam?”
“ Aku tahu dari Rina sebelum dia ke Medan.”
“ Laura tahu kalau Rina ke Medan?”
“ Dia telpon aku sehari sebelum berangkat. Tetapi yang aku tahu dia sendirian, bukan dengan mas.”
“ Memang dia pergi sendirian. Jadi kamu tahu apa yang dialami Rina.?”
“ Setelah mas menyusulnya. Sebelumnya Rina nggak pernah cerita kalau dia sedang hamil. Aku dengar dari tetangganya mas mau bertanggungjawab atas kehamilannya.”
“ Itu sebabnya Laura sakit.?”
“ Bukan mas. Aku kaget, sebelumnya aku menyangka kalau Rina berbicara dari dua sudut bibir.”
“ Maksudmu.?”
“ Sebagai seorang sahabat, Rina menceritakan padaku tentang mas, sementara dia juga larut dalam impian tentang mas juga. Sudah mas, semua sudah berlalu kok. Aku harap Rina sehat-sehat saja dan mau merawat bayinya.”

Penuturan Laura mengundang tanya, Rina “menjodohkan”ku dengan Laura, sementara menurutku, dia juga menaruh hati. Aku telah merasakan hal itu ketika kami pulang nonton dan pergi ke club malam di Ancol, kemudian dilanjutkan di tepi pantai hingga menjelang tengah malam. Bahkan semua “rekaman” perjalanan kami diabadikan dalam buku hariannya. Apakah Rina berubah pikiran setelah menyadari rajutan cintanya dengan Paian telah “berbuah”. Penasaran, aku mencoba selidik, kapan foto itu diserahkan kepada Laura.

“ Laura, aku menduga fotoku kamu peroleh dari Rina, benar!?”
“ Ya mas,” jawabnya tersipu.
“ Kapan itu kamu dapatkan? “
“ Seminggu setelah mas kerja.”
“ Ok, aku sekarang mengerti. Diam-diam rupanya Rina jadi mat comblang iya. Dia cerita apa.?”
“ Rina nggak cerita banyak. Katanya mas punya banyak pacar bahkan juga ibu dosen, benar?”
“ Benar. Tetapi semuanya sudah putus kecuali Magdalena.”
“ Oh..iya, dia menyebut nama itu, katanya pacaran cukup lama tetapi sudah berakhir karena dia di jodohkan dengan pilihan orangtuanya.
“ Ya. Tetapi Magda menolak lelaki itu. Sepertinya, kami akan kembali menata ulang bila hal itu mungkin.”

Aku mengalihkan pembicaraan berkaitan dengan diriku dan sengaja menyebut nama Magdalena, mengharap, Laura dapat “menahan” diri. Cukuplah sekedar sahabat biasa tanpa merajut cinta, rasanya terlalu mumet bila aku bercinta dengannya dan disandingkan dengan Magdalena, meski kamipun belum tahu pasti ujung perjalanan.

“ Bagaimana dengan pacarmu yang di foto itu., siapa sih namanya?” tanyaku.
“ Ryian. Kami juga sudah putus. Tak ada titik temu. Aku dan dia mempunyai keyakinan yang berbeda dan masing-masing bertahan dengan keyakinannya. Akhirnya kami berakhir dengan baik-baik.”
“ Sebelumnya kalian saling mencintai.? “
“ Ya. Hubungan kami berlangsung selama dua tahun. Mas, cinta bukanlah segalanya. Aku dan dia masih beruntung tidak terbuai cinta sesaat, dan tak satupun kami “menggadaikan” iman hanya karena cinta. Aku dan dia sepakat, pernikahan sekali untuk selamanya, kami tidak ingin ditengah jalan pernikahan meributkan hal-hal prinsip misalnya, mengenai pembinaan rohani anak, kelak.”

“ Sejauh itu kalian sudah pikirkan.?”
“ Ya. Kenapa.?”
“ Aku dan Magdalena pacaran lima tahun lebih masih “cakar-cakar”an, padahal punya satu keyakinan. Jangankan mikirin bina rohani anak, kelak, Magda tanpa sadar masih membina “rohani” ku agar aku kembali kejalan yang benar, agaknya aku dan dia mempunyai jalan pikiran yang berbeda,” ujarku ketawa.

“ Kadangkala dalam alam perbedaan itu kita semakin dewasa, sepanjang kita rela dan sabar mendengar dan tidak ngotot mau benar sendiri. Juga, butuh waktu mendengar kata hati berdasarkan pertimbangan matang dengan pikiran yang tenang. ......and there are voices that want to be heard.”
“ Ah, Laura seperti memberi kuliah subuh saja,” ujarku sambil permisi pulang. (Bersambung)

Los Angeles. June 2009


Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/