Monday, September 14, 2009

Telaga Senja (122)

Celine Dion: I Love You lyrics
Send "I Love You" Ringtone to your Cell /I must be crazy now/Maybe I dream too much
But when I think of you/I long to feel your touch

To whisper in your ear/Words that are old as time/Words only you would hear/If only you were mine

I wish I could go back to the very first day I saw you/Shouldve made my move when you looked in my eyes/Cause by now I know that you'd feel the way that I do/And I'd whisper these words as you'd lie here by my side

I love you, please say/You love me too, these three words/They could change our lives forever/And I promise you that we will always be together/Till the end of time

So today, I finally find the courage deep inside/Just to walk right up to your door/But my body can't move when I finally get to it/Just like a thousand times before

Then without a word he handed me this letter/Read I hope this finds the way into your heart, it said

I love you, please say/You love me too, these three words/They could change our lives forever/And I promise you that we will always be together/Till the end of time

Well maybe i, I need a little love yeah/And maybe i, I need a little care/And maybe i, maybe you, maybe you, maybe you/Oh you need somebody just to hold you/If you do, just reach out and I'll be there

I love you, please sayYou love me too/Please say you love me too/Till the end of time/These three words/They could change our lives forever/And I promise you that we will always be together

Oh, I love you/Please say you love me too/Please please/Say you love me too/Till the end of time/My baby/Together, together, forever/Till the end of time/I love you/I will be your light/Shining bright/Shining through your eyes/My baby
===================
Mata terpejam dalam renung siksa. Kepalaku terkulai disandaran kursi tempat aku berhening pasrah. Dalam kesendirian, aku merasakan sentuhan sepasang tangan menggemgam tanganku, dingin. Aku terhenyak dari lamunan. Suara perempuan, sendu kudengar menyebut namaku;.
“ Mas...mas..Tan Zung! Bangun...mas!”
===================
AKU berusaha melepaskan tanganku dari pegangannya. Kepalaku tetap terkulai diujung sandaran kursi, aku hanya meliriknya tanpa gairah. Kedua tangan Laura berpindah, menempel ke pipi;” Mas...bangun. Ayo istrahat dikamarku. Mas...Tan Zung..bangun,” ajaknya lagi. Laura menarik lenganku ketika mataku kembali kupejam.
“ Mas..ayolah istrahat dikamarku. Aku tahu, mas terlalu letih seharian,” ujarnya.

Dari mulutku yang kehilangan gairah itu meluncur kalimat sindiran. “ Ya, aku keletihan melayani dua perempuan sekaligus, Tia dan Ririn. Maaf Laura aku tak mampu lagi melayanimu, aku terlalu letih. Setelah kamu memakiku, karena Ririn tidur di kamarku, kini mengajakku ke kamarmu? Lain waktu saja Laura, pergilah, biarkan aku sendiri. Ya, aku terlalu letih,” ujarku tanpa menolehnya.

Beberapa saat Laura diam. Dia tidak menanggapi ucapanku, kecuali kedua tangannya meremas telapak tanganku. Di ujung helaan nafasnya yang panjang, dia mencium ujung jari tanganku;
“ Mas, aku mohon maaf. Tadi aku terlalu emosi. Mas, ayolah, kita bicara dikamarku. Ntar nggak baik didengar orang.” bujuknya.

“Apa pedulimu? Bukankah Laura telah berteriak hingga keujung bumi kalau aku manusia bejat?” ujarku, lalu bangkit dari tempat dudukku.
“ Ya..iya mas, aku minta maaf. Ayolah kekamarku? Aku pasrah mau diapain, tapi jangan disini.” ujarnya.
“ Dikamarku saja Laura berani menamparku? Dan sekarang mengajak ke kamarmu kemudian kamu akan memenggal kepalaku, begitu!?” bentakku. Laura menegurku, lembut:” Mas.. suaranya jangan terlalu kencang, malu aku.”
“ Laura masih tahu malu? Tetapi kamu masih memaksaku ke kamarmu.?”

“ Terserah mas mau bilang apa, tetapi jangan disini. Aku juga sudah siap digamparin, sepuasmu mas.!” ujarnya pelan, lantas dia menarik lenganku. Merasa telah puas melampiaskan amarah, aku menuruti ajakannya. Agaknya Laura “tahan banting” juga, mirip Magda. Meski sudah disilet kata-kata, masih mampu menahan diri. Mungkin juga dalam hati mereka simpulkan,” percuma ngelayani orang lagi sinting.”

Aku yakin Laura berusaha memulihkan kembali hubungan yang hampir patah arang lewat bujuk rayu ditepi kesabaran yang aku miliki hampir kandas. Tiba didepan pintu kamar, Laura memberi kunci kamar, berujar; “ Tolong bukain mas,”
“ Kenapa nggak buka sendiri? Kamu juga punya tangan,!” ketusku.
“ Ya. Tetapi aku minta mas yang buka,” balasnya dengan wajah bujuk.
“ Hanya buka pintu kamar sajapun kita harus ribut. Bagaimana dengan pintu lainnya.?”
“ Kan, dari tadi sudah kebuka. Mas saja selalu mau berdiri diluar,” tawanya renyah seraya menarik tanganku masuk kamar.
“ Bagaimana mau masuk? Pemilik pun, galaknya seperti nenek sihir.!?”
“ Nenek sihir ketemu tukang sihir kan mas,?” tawanya.
“ Laura merasa disihir.?”
“ Ya. Kalimat-kalimat mas pagi tadi “menyihir”ku. Itu sebabnya aku kembali, aku luluh dan sangat menyesal.”

“ Itulah makna kejujuran,” tegasku.
“ Ya. Aku sangat menyesal, aku terbawa emosi setelah melihat perempuan itu ada bersamamu.”
“ Sekarang Laura yakin, kalau perempuan itu tidak aku sentuh.?”
“Ya, mas. Amarahmu tadi meyakinkanku. Dan, seperti bentakan mas, apa sih urusanku, seandainyapun mas telah melakukan jinah dengan perempuan itu? Hardikan mas menyadarkan bahwa, aku perempuan yang nggak tahu diri, mencampuri urusan orang lain,!” sesalnya, lantas meghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur.

“ Aku marah karena Laura tak mau mendengarkan meski telah aku bujuk, malah berteriak,” balasku sambil permisi kembali kekamarku
“ Mas, istrahat disini saja, sebelum kita selesaikan pekerjaannya.”
“Laura, aku mau kembali ke kamar, ingin istrahat. Jam tidurku terganggu gara-gara kecemburuanmu berlebihan."

“ Bagaimana mas mengetahui kalau aku cemburu?”
“ Iya tahulah, dari tamparan tanganmu.”
“ Berarti aku perempuan yang tahu diri dong. Wajar aku marah kan mas? “ujarnya sambil bangkit dari rebahan.
“ Iya, mestinya marah cukup dengan mulut, nggak harus pakai nampar. Itu namanya kekerasan dalam persahabatan.”
“ Itu sebabnya aku minta maaf. Mas memaafkanku kan.?"
“ Sebagai teman sekantor, aku sudah memaafkan. Sebagai sahabat, belum.”

“ Apa bedanya mas? Bukankah aku sahabat dan teman sekantor juga,?” tanyanya seraya mendekat ketempat dudukku.
“Sebagai seorang sahabat, kamu telah gagal mengenalku lebih jauh meski kita telah menelusuri jalan berliku lebih dari enam bulan. Kemudian Laura menambah nama baptisku,”bejat”. Aku belum bisa menerimanya. Sebagai teman sekantor, aku memaafkanmu. Kamu wajar marah, mestinya aku tak berhak menerima orang lain di kamarku, karena fasilitas itu dibiayai oleh kantor. Ngomong-ngomong, kita ini lucu iya. Kita telah sepakat untuk tidak saling memiliki, tetapi kok masih ada rasa cemburu.?”

“ Jujur, aku telah berusaha untuk mengabaikan semua harapanku. Tetapi ternyata tidak semudah menghapus jejak telapak diatas lumpur. Simpony yang aku dengar hanyalah sebuah ilusi, meski lirik-lirik yang mas dendangkan masih melekat. Mas, Bukan hanya kepada mbak Magda, tetapi juga pada diriku sendiri; berjanji, untuk tidak “merampas” mas dari pelukan kasihnya. Apa yang terjadi tadi pagi, semuanya diluar sadarku. Kemudian mas menudingku cemburu? Iya , aku cemburu. Mungkin jalan terbaik untukku adalah, kembali ke tanah kelahiranku menangisi sebuah kehidupan yang tak punya makna. (Bersambung)

Los Angeles. September 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/