Wednesday, November 4, 2009

Telaga Senja (155)


Lionel Richie: To Love A Woman
Enrique:
I don't know what it is but she drives me crazy/I don't know what she does but she drives me wild/If only she could let me be the man I wanna be/Well she can leave me helpless as a child
Lionel:
I don't know how it is but she has the power/She can make me laugh when I wanna cry (oh yeah)/She tells me that I'm in control but I know it's just a lie


Both:
And I don't mind oh/Will she love you tomorrow like she loves you today/She can keep your heart guessing but she's yours if she stays/And that's what it feels like/To love a woman/To love a woman

Enrique:
When you're looking in her eyes you can see forever (forever)You're captured by the beauty of her soul (oh yeah)
Lionel:
You know you're never gonna find a woman like this again

Both:
So don't let go oh (don't let go)/Will she love you tomorrow like she loves you today/She can keep your heart guessing but she's yours if she stays/And that's what it feels like/To love a woman/To love a woman

Oh she can make your day/Oh she can take it away (take it all way)/And oh whether it's wrong or right/You know it in the end/ you'd do it all again/To love a woman/Just to love a woman (uh huh)

Oh you know (yes I know, yes I know)/She loves you tomorrow like she loves you today (well she love you)/She can keep your heart guessing but she's yours if she stays/(she's yours if she stays)

And that's what it feels like (I'm gonna say it)/And that's what it feels like (what it feels like oh)/And that's what it feels like/To love a woman/To love a woman (mm hmm)/Yes to love a woman
==================
"...Entah kenapa aku pun terkapar dalam buaian cinta abang, hingga kini. “ujarnya sambil memeluk pinggangku.
“ Magda kau berhasil mengecohku. Aku pikir, maksudmu, pemberian berupa barang. Ya iya, aku masih ingat, tetapi sudah nggak terpikir kesana.”
“ Abang melupakannya? Zung, hingga akhir usiaku tidak akan mungkin melupakannya. “

======================

UNGKAPAN kasih kenangan lama yang terucap dari mulut Magda seakan membakar sukma yang hampir terbagai dua. Aku masih melihat jendela hatinya lewat kebeningan mata kekasih jiwa, Magdalena. Siang ini bagai hari kemarin bahkan seluruh waktu, minggu dan bulan serta tahun berlalu.
Lewat tawa merekah dan airmata sukacita di kamarku, tadi malam bunga-bunga cinta tertata indah, menyatu diatas kemilau pualam. Malam itu, aku dan dia duduk bersanding disana. Diatas pualam itu kami bersimpuh dalam pelukan rindu nan damai. Seakan tak ada akhir, ungkapan dan pesona jiwa Magda siang itu berlanjut. Aku masih menikmati ucapan dan getaran hatinya.

Sebelum masuk ke ruang rawat Laura, Magda masih sempat menggodaku,” Siapa yang menyerahkan kembang ini. Aku atau abang?"
" Magda, jangan biarkan aku dalam pencobaan," ujarku disambut tawa. Lingkaran tangan dipinggangku pun semakin erat.
" Sepertinya masih ada yang tersisa bang?"
" Sudah nggak. Semuanya telah terlahap olehmu."
" Iya bang?" tanyanya manja didepan mulut ruangan Laura.
" Yeah... mam," kataku pelan menyuburkan hatinya yang sedang berbunga.

Laura dan kedua orangtuanya menyambut hangat atas kedatanganku dan Magda. Kali ini, Laura hanya mentapku sekilas. Penilaianku, dia telah pasrah dan tulus melepaskanku kembali kepangkuan pemilik awal, Magdalena. Dalam kunjunganku siang itu, sengaja mengajak bicara kedua orang tua Laura menghindar kontak batin dengan Laura sekaligus memeberikan kesempatan bicara sepuasnya dengan Magda.

Tengah aku dan orangtua Laura asyik mengobrol, Laura memberitahu maminya kalau sore nanti Magda ikut menghadiri undangan makan malam om Felix. ” Mam, nanti malam mbak Magda ikut dengan mas Tan Zung ,” teriaknya girang.
“ Mas Tan Zung, aku bawa Magda jalan ke Yogya iya ? Boleh mas?” tanyanya serius.
“ Tanya Magda atau tanyanya maminya ke Medan. Aku belum punya hak memberi ijin atau melarang,” jawabku disambut tawa Magda dan orangtua Laura.

“ Mas, kesini dulu. Mas, kayak orangtua banget. Lusa, kita bertiga ke Yogya iya, ntar aku bilangin ke mama. Dua hari saja mas. Magda sudah mau kok,” bujuknya pelan. Aku merasa terpojok, tetapi aku harus mengambil keputusan.

” Laura, aku harus segera ke Medan. Bahu dan lenganku semakin perih dan ngilu. Jenis penyakit ini harus segera di obatin sebelum semakin sukar menyembuhkannya. Aku janji, setelah pernikahan, kami akan berbulan madu ke Yogya.”
Laura terus membujuk Magda, tetapi Magda melemparkan ke aku lagi.
“ Tunggu menikah? Kelamaan mas. Mumpung masih di Jakarta. Kan nggak begitu jauh, nanti kita naik pesawat iya mas!?”

Aku tahu tabiatnya Laura. Dia akan terus mendesak dalam rengekan hingga permintaannya terkabul. Sebenarnya aku tahu bagaimana meredam keinginannya. Berdasar pengalaman bersahabat selam enam bulan, cukup menjawab dengan kecupan dipipinya, urusan selesai. Tetapi aku tak tega melakukan itu dihadapan Magda.

Namun, akhirnya Laura mengakhiri rengekannya setelah Magda ikut mendukung janjiku.
" Mbak, nanti setelah pernikahan kami akan berbulan madu ke Yogya. Kita bertiga akan berjalan sepuasnya," janji Magda.
***
MAGDA tidak tega membiarkan aku sendirian kembali ke tempat kostku setelah melawat Laura. " Kita pulang bareng saja, ntar aku bantuin menyiapkan pakaian abang. Setelah itu kita ke tempatku nginap."
" Magda menyertaiku ke kamar mandi. " Hati-hati bang, jangan sampai terpelest. Nanti aku nggak tahan mendengar rintihan abang," ujarnya diiringi tepukannya di pipi. Sekembali dari kamar mandi, dia telah memilih pakaian yang di kenakan. Aku sedkit kaget melihat pilihan Magda pada kemeja dan pantalon yang dibeli Susan ketika dia sedang di Jakarta beberapa waktu lalu.

" Aku senang bahan dan warnanya bang," jawabnya ketika aku menanyakan, kenapa dia memilih kemeja dan pantalon itu. " Sebenarnya aku nggak suka mengenakan pakaian formal seperti ini. Jenis sepatunya pun kamu pilih sepatu kayak bapak-bapak. Tetapi daripada kita ribut, aku terpaksa memakainya."
" Tergantung yang mendampingi lah bang. Aku kan bangga, jika orang memberi pujian pada abang."
" Iyalah, kamu bangga, aku tersiksa," tawaku takut dia tersinggung.

***
Aku ingin meniru Magda, menyiapkan pakaian yang akan dikenakannya ketika dia sedang mandi. Tetapi aku enggan masuk ke kamarnya. Rima adik Rina ada di sana. Sebelum masuk kamar mandi, aku godain dia. " Mau ditemani mbak.?"
" Rima, mas Tan Zung lagi kumat tuh. Tolong berikan obatnya," ujarnya disambut tawa geli Rima.

" Kak, bagaimana dengan Laura,?" tanya Rima ketika Magda di kamar mandi.
" Kenapa dengan Laura?"
" Selama ini kak Tan Zung pacaran dengan dia. Kasihan mbak itu ditinggal begitu saja." Waduh..calon anggi boru ( isteri adik lelaki, pen) ngurusin, pikirku. Aku pun menjawab seadanya. " Yang bilang ditinggal siapa?"
" Jadi, maksud kakak, Laura dan Magda....."
" Iya lah. Kenapa emang?"
" Memang di ijinkan dalam agama kakak?"

Bah, pertanyaan semakin dalam pula. Sebelum semakin rarat ( berkelanjutan, pen) aku mengalihkan pembicaraan. " Kapan rencana pernikahanmu dengan Lam Hot.?"
" Tergantung dia kak. Besok pun aku sudah siap.?"
" Sekolahmu bagaimana?"
" Tinggal bulan depan, sudah selesai."
" Heh...Rima. Jangan dahului kami iya. Setelah penyakitku pulih segera kami akan menikah." Rima menyambut permintaanku dengan ketawa genit. Aku akhiri cengkrama dengan Rima setelah Magda selesai keluar dari mandi.
***
Wuih...cantiknya calon isteriku, meski bibirnya tanpa lipstik, ucapku dalam hati, ketika Magda keluar dari kamar mengenakan bluose dipadu serasi gown berwarna cerah. Ah...pilihannya tepat sesuai dengan seleraku. Seperti aku baru mengenalnya, detak jantungku tak beraturan. Gemas, aku ingin memeluknya. Tetapi Rima ada disana. Hhmm...tak peduli sekitar. Aku songsong dia sebelum duduk dikursi. Magda terkesima, ketika aku memberi ciuman, hangat. Rima tepuk tangan.
" Cantik benar kamu 'yang. Sudah lama aku tidak melihatmu secantik ini," pujiku.
" Aku masih cantik meski setua ini pap?" ( Bersambung)

Los Angeles. November 2009

Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/