Sunday, January 10, 2010

Telaga Senja (203)


Bed Of Roses
Sitting here wasted and wounded at this old piano /Trying hard to capture the moment this morning I don't know /'Cause a bottle of vodka is still lodged in my head /And some blond gave me nightmares, think that she's still in my bed /As I dream about movies /They won't make of me when I'm dead

With an ironclad fist I wake up and french kiss the morning /While some marching band keeps it's own beat in my head /While we're talking /About all of the things that I long to believe /About love, the truth, what you mean to me and the truth is /Baby you're all that I need

*)
I wanna lay you down in a bed of roses //For tonight I'll sleep on a bed of nails /I wanna be just as close as your Holy Ghost is /And lay you down on a bed of roses

Well I'm so far away the step that I take's on my way home /A king's ransom in dimes I'd give each night /To see through this pay phone /Still I run out of time or it's hard to get through /Till the bird on the wire flies me back to /You I'll just close my eyes, whisper baby blind love is true

*)
Well this hotel bar's hangover whiskey's gone dry /The barkeeper's wig's crooked /And she's giving me the eye /Well I might have said yeah /But I laughed so hard I think I died /Ooh yeah

Now as you close your eyes /Know I'll be thinking about you /While my mistress she calls me to stand in her spotlight again /Tonight I won't be alone /But you know that don't mean I'm not lonely /I've got nothing to prove for it's you that I'd die to defend

*)
I wanna lay you down in a bed of roses /For tonight I'll sleep on a bed of nails /I wanna be just as close as your Holy Ghost is /And lay you down on a bed of roses
======================
“ Terimakasih pak. Kami hanya istrahat sebentar, mobil kami nggak apa-apa kok,” balas Susan. Magda merangku erat, saat melihatku bengong, “ Pap...!?”
“ Baru pulang dari pesta,?” tanya seorang dari mereka.
“ Iya pak, kami baru menikah tadi siang.....Terimaksih pak,” ujarku seraya menarik Magda masuk mobil.
=======================
KEJADIAN siang pasca penculikan Magda, aku mencurigai setiap manusia disekitar, kecuali Susan, Mawar dan Jonathan. Kekhawatiran yang sama juga dialami oleh Susan. Tiba dirumah, Susan sibuk menyiapkan sesuatu yang aku nggak tahu untuk keperluan apa. “ Zung, bawa Magda ke kamar. Tunggu aku disana,” ujarnya seraya menyerahkan bungkusan berisi pakaian Magda. “ Zung, jangan bengong seprti itu, bawa Magda ke kamar kataku,” sentaknya.
“ Ya..ya...Magda mau ke kamar mandi ganti pakaian,” jawabku.

“ Magda ganti pakaian ke kamar mandi? Norak!” lantas menarik tanganku dan Magda masuk kamar, berujar, “Sama suami kok masih malu-malu. Magda, jangan terlalu lama,” ujarnya seraya menutupkan pintu. Aku dan Magda saling pandangan sepeninggal Susan. Magda membalikkan tubuhnya setelah mata kami bericara pada kedalam jiwa. Aku membuka ritsleting baju pesta yang masih dikenakannya. Meski hanya kami berdua dalam kamar, aku masih menghargai privacynya. Aku menyingkap gorden setelah mematikan lampu kamar, kemudian aku membalikkan tubuh membelakanginya hingga Magda selesai mengenakan pakaian pengganti.

“ Sudah pap,” suaranya pelan. namun, aku tertegun melihat Magda belum mengenakan pakaian pengganti. “ Mam...belum sekarang. Bukan disini tempatnya mam...” bujukku seraya menyerahkan gaun malam yang akan dikenakannya. “ Papaaaaa......?” bisiknya di telingaku.
“ Ya mam. Aku sangat mencintaimu. Tetapi bukan disini tempatnya mam. Percayalah aku akan...” ujarku disambut pelukan erat. Sejenak, kami melampisakan rindu dalam pelukan kasih diiringi air mata Magda. “ Bawalah aku kemana papa mau. Mama sudah nggak tahan lagi ditindas oleh keluarga,“ suaranya berdesah.

Susan seakan tahu, kami sedang melampiaskan asmara yang hampir terhempas. Dia membiarkan kami agak lebih lama diam didalam kamar. Selang beberapa saat kemudian, Susan mengetuk kamar,” Zung..Magda, sudahan,?” tanyanya dari depan pintu kamar. Aku dan magda tersenyum mendengar pertanyaan Susan. “ Sudah dari tadi,” jawabku dari kamar, ditingkahi suara nakal Magda,” Belum kak. Sebentar lagi,” ujarnya diiringi tawa renyah disisi wajahku. Aku dan Magda saling pandang ketika mendengar Susan melangkah menjauhi kamar.

“ Sudahan kan?” tanyaku ke Magda. Dia tak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya. Sesaat kemudian dia mengajakku keluar kamar. Mata Susan berbinar menyambut kami setelah keluar dari kamar. “ Sudah...!? tanyanya ulang.
“ Sudah...Tadi aku bilang sudah. Eh...maksud Susan, sudah, ngapain,?” tanyaku iseng.
“ Ganti pakaian,” jawabnya ketawa disambut tawa geli Magda
“ Ya, sudahlah, kalau nggak kami masih telanjang,!?”
Oalah..Zung. Baru sekejap lalu, jadi bapak-bapak genitnya minta ampun,” balasnya
“ Sekejap katamu? Sudah puluhan jam berlalu!”
***
Aku dan Magda kaget ketika melihat pembantu rumah tangga Susan berpakaian rapi. Semakin tak habis pikir melihat peralatan dapur sudah siap dimasukkan ke dalam mobil. “ Bawa pakain abang dan Magda. Kita berangkat ke kebun.”
“ Ke kebun malam begini?” tanyaku heran.
“ Bang, jangan banyak tanya. Magda bantuan si mbak bawa barang-barang ke mobil,” suruhnya.
Mendengar Susan menghardiku, Magda menuruti perintahnya. Susan mengajakku dan Magda serta pembantunya ke mobil setelah memastikan semua barang keperluan sehari-hari telah masuk ke dalam mobil. Susan menolak, ketika aku minta menyetir mobil.

“ Susan, kita gantian, sejak siang kamu sudah terlalu capek nyetir ,” ujarku.
“ Zung, kamu duduk dibelakang dengan Magda. Jagain Magda, jangan sampai diculik lagi. Gayamu sok jagoan. Masya isteri bisa hilang dari pangkuannya bang!?” ujarnya berlagak serius, disambut tawa Magda sembari merebahkan tubuhnya di pangkuanku. Tampaknya Magda kelelahan. Tangannya meraih tanganku kemudian menaruhnya diatas pipinya. Lama aku tak menggerai rambutnya dalam pembaringan sebagaimana sediakala ketika di ruang”perpustakaan”. Geraian itu mengingatkanku pada “tragedi” dulu. Magda memotong rambutnya sebagai balasan keberingasan, memutuskan, secara sepihak hubungaku dengannya.

Paaap...!” ujarnya lirih lalu meraih tanganku, menaruhnya kembali keatas pipinya. Geraian itu tak dibiarkannya berlangsung lama, entah alasan apa. Susan menghentikan mobil persis di depan rumah penjaga kebun peninggalan almarhum ayahnya. Keluarga penjaga kebun itu menyambut kami, ramah, meski tak dapat menyembunyikan rasa kaget atas kedatangan kami pada malam hari. Tidak seperti biasanya.

Aku dan Susan bergegas kembali ke mobil setelah menerima kunci rumah ditengah kebun yang terjaga rawat. Tiba dirumah, Susan memberi instruksi kepada pembantunya, menyiapkan makanan dan memasak air. Susan melarang Magda ketika berusaha membantu mengangakat barang-barang dari mobil. “ Itu urusan bapak-bapak,” cegahnya.

Susan menunjuk kamar untukku dan Magda. “ Aku tidur di kamar sebelah. Pembantu tidur di ruang tengah,” tuturnya memberi petunjuk. Magda masuk ke kamar yang ditunjuk sambil merapikan tempat tidur, sementara jantungku berpacu kencang mendengar instruksi Susan. Aku akan tidur sekamar bersama Magda? Aku menemui Susan saat membenahi kamarnya, berujar,” Susan, biar aku tidur diruang tengah. Magda tidur denganmu.”
Susan beringasan mendengar usulanku. ” Zung..! Memang kamu lelaki sinting. Bilang..kalau kamu juga lelaki seperti Hendra.!” teriaknya mengagetkanku.

“ Susan, jangan berteriak. Nggak enak didengar Magda. Dikirain aku mau memperskosamu,” godaku, mengharap amarah Susan reda. Diluar dugaanku, Susan menampar wajahku sangat keras seraya berteriak, “ Kenapa abang nggak pulang saja? Ngapain aku bawa kamu dan Magda kesini..hah..!?” Meski sangat mengagetkan dan menyakitkan, aku hanya diam dan menahan diri. Aku tahu Susan sangat baik kepadaku dan Magda. Namun bagiku belum dapat menerima “kesungguhan” dirinya mempersatukan kami sebagai suami isteri. Aku hanya berdiri menatapnya seraya mengelus pipi dan menahan sakit tamparannya. Dia menatapku, tertegun, dengan bibir bergetar lalu memelukku, “ Zung , maaf. Aku sayang abang dan adikku Magda,” isaknya lantas mengelus pipiku bekas tamparannya.

Mungkin karena mendengar teriakan Susan, Magda datang dan membuka pintu kamar, sementara Susan masih memelukku dengan tangisan, diiringi permintaan maaf. Mataku dan Magda saling menatap, saat dia membuka pintu. Seketika, Magda menutupkannya dengan perlahan lalu meninggalkan kami di kamar Susan. ( Bersambung)

Los Angeles, January 2010


Tan Zung

"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/