Sunday, May 31, 2009

Telaga Senja (44)

Will You Still Love Me Tomorrow?
Tonight you’re mine/Completely./You give your love/So sweetly.
Tonight the li-i-ight/Of love is in your eyes,/But will you love me tomorrow?


Is this a lasting Treasure//Or just a moment’s Pleasure?
Can I belie-e-eve/The magic of your sighs?/Will you still love me tomorrow?


Tonight with words Unspoken/You say that I’m the only one,
But will my heart /Be broken
When the night (When the night..)Meets the mor- (Meets the mor..) -Ning sun.

I’d like to know/That your love/Is love I can/ Be sure of.
So tell me no-o-w/ And I won’t ask again./Will you still love me tomorrow?/ /Will you still love me tomorrow?
==============
“ Makananmu lebih enak karena sudah dibungkus dengan doa.”
Spontan Laura ketawa lepas, dia berlari ke kamarnya sambil memegang perutnya. Yeach....selesailah sudah “ dosa “ku malam ini. Perasaan tidak lagi dihantui rasa bersalah karena “kelakuanku” di resaturan, apalagi setelah melihat Laura merespons setiap guyonanku.
==============
SETELAH selesai makan malam , aku menanyakan barang titipan maminya yang kami jemput. Laura menunjukkan jari manisnya melingkar cincin bermata merah delima, mungil, luput dari perhatianku lantas dia menyodorkan tangannya mendekat kearahku ; seketika itu mengingatkan janjiku kepada Magdalena yang belum kupenuhi, mengirimkan kalung bermata berlian pengganti kalung yang buang ke toilet ketika kami “bersengketa” sehari sebelum aku kembali ke Jakarta.

“ Dari mami atau dari pacar,” tanyaku
“ Dari mami. Yang ini dari “pacarku” , cakepan yang mana,?” tanyanya.
“ Keduanya bagus. Pacar mu tinggal dimana?”
“ Di Yogyakarta,” ujarnya diiringi tawa.
“ Fotonya yang ada dalam album,” tanyaku serius.
“ Bukan! Kami sudah nggak lagi sejak tahun lalu.”
“ Oh...kamu punya pacar lain.?”
“ Belum punya mas. Cincin ini dari “pacar” yang di Yogya itu ayahku,” katanya diiringi tawa.
“ Lho, kok....”
“ Iya mas. Dia itu ayahku, kakak, sahabat dan” pacar”ku. Aku hanya putri tunggal, nggak punya adik dan kakak .” tuturnya.
“ Putri satu-satunya kok papi-maminya tega melepaskanmu jauh dari mereka, kos lagi. Kenapa nggak tinggal berdsama tantenya?

“ Sebenarnya papi-mami merasa berat melepaskanku kerja di Jakarta. Sebelumnya aku bekerja diperusahaan papi kurang lebih setahun. Tetapi aku diperlakukan sama seperti dirumah bukan sebagai pegawai, terlalu dimanjakan. Aku tidak merasa enak dengan pegawai lainnya, selain itu, aku merasa perlakuan papi terhadapku akan menghambat perkembangan karir, karena nggak ada tantangan, sehingga kuputuskan keluar dari perusahaan papi.

Mami terus membujukku dengan urai airmata selama beberapa hari agar menungurungkan niatku. Aku juga hampir membatalkan niatku, aku kasihan kepada mami bila aku pisah ,dia dan aku seperti kehilangan sahabat. Mami tempatku curhat ketika pikiranku sumpek. Tetapi aku sudah tekad, ingin membina karir melalui usahaku sendiri. “
“ Kenapa nggak mau kerja di pemerintahan. Bukankah ada oom mu mempunyai jabatan menentukan.?”
“ Sampai sekarang belum ada niat masuk pegawai negeri.” jawabnya.
“ Kenapa nggak tinggal dengan oom Felix.?”
“ Apa bedanya aku tinggal dengan papi-mamiku ? Oom dan tante juga terlalu memanjakanku. Kapan aku dewasa? Mereka juga nggak setuju aku naik motor. Aku maklum kekhawatiran mereka karena aku hanya putri semata wayang, takut terjadi apa-apa. Tapi kelangsungan hidup ditangan Tuhan, bukan.!?”

“ Apa lagi sih yang Laura cari? Putri satu-satunya, orangtua punya perusahaan.!”
“ Kepuasan batin mas.!”
“ Kepuasan yang bagaimana maksudmu? Bukankah semua telah tersedia?”
“ Belum mas! Aku belum punya apa-apa. Harta orangtuaku bukan milikku.”
“ Ya, belum sekarang. Tetapi nanti tokh menjadi milikmu sendiri.?”
“ Nanti? Nantinya kapan mas? Setelah kedua orangtuaku meninggal? Papiku juga menyatakan itu. Aku merasa puas bila dapat menyalurkan hasrat dan karunia yang ku miliki melalui jerih payahku, sederhana bukan?”

“ Nggak. Jalan pikranmu rumit. Kamu juga bekerja, sekarang, untuk mencari uang dan sebenarnya semua telah tersedia didepan mata.”
“ Aku tidak membantah itu mas. Tapi semuanya jerih payah orangtuaku, kelak menjadi milikku setelah kedua orangtuaku menghadap khaliknya. Lalu, maksud mas, aku akan membelengu diriku sebelum mereka “pergi”? Diam dan cukup berpangku tangan? Capek sekolah hanya mengharap jerih payah orangtua? Masa semut lebih “wise” dari diriku.!?”

“ Ah ..itu semut jaman dulu, ketika gula atau manisan sangat terbatas, sekarang bertabur dimana-mana. Kini semut nggak perlu pontang-panting seperti dulu, mengumpulkan makanan untuk satu musim,” kelakarku.

Percakapan kami terhenti setelah dering telpon. “ Telpon dari adik Lam Hot,” ujar Laura. Lam Hot merasa kesal setelah menunggu lama tak kunjung datang kerumahnya dan tak menemuiku di tempat kos. Dia mengira aku membatalkan kepindahanku setelah bertemu dengan Laura.

“ Bang, aku seharian nungguin, kapan jadi pindahan.?” tanyanya diujung telpon.
“ Besok saja, sekarang sudah kemalaman.”
“ Gimana sih bang, katanya mau mejauhi Laura, kok malah ngendon disana.?”
“Ya, Besok sudah pasti, sebentar aku mau pulang,” jawabku mengakhiri percakapan.
“ Adik Lam Hot marah?” tanya Laura.
“ Ya. Dikirain aku nggak jadi pindahan.”
Laura kaget mendengar rencana kepindahanku “ Mas mau pindah? Pindah kemana? Kok nggak bilang-bilang?” tanyanya. (Bersambung)

Los Angeles. May 2009


Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/