You hear what you wanna hear/Play it once I could disappear/Some rules to the game of me/Get it right for both of us/ Just say what you wanna say/I’ve got it to give away/ We both want to make it last/ So keep your eyes on me/Your eyes on me
It’s not an illusion That you’re the one And I have fallen deep/I said it from the start When we’re apart/ You must only think of me
Temptation is all around/ Take good care of what you found/ That’s why when I turn around/ You better keep/ You better keep your eyes on me/ No matter what you think I need/No matter what you once believed/ If you’re mine
So you better say/ No matter what you think of me/No it doesn’t really matter what you once believed/I wanna be the air you breathe/ Yeah you better be everything you said you’d be
I’m gonna be your only one/We really can’t go on/ No matter what you think of me/ You better keep your eyes on me/ You say that you want me/Open up your heart/Even if it’s hard/ Say that you need me/ Then let him know/Baby don’t put on a show
You say that you need me/Tell him how you feel/Let him know it’s real/And if you love me/ Never turn your back/Gonna keep my eyes on there
...............
Mas hanya bengong dan marah, padahal pukulan berikut masih gigliranku. Kata mas, orang batak, banyak taktik, nyatanya, setidaknya batak sebiji ini, nul.! ujarnya lantas dia melemparkan tas tangannya kearahku.
“ Magda, boleh bicara, sebentar saja sebelum aku kembali ke Jakarta. Aku mau menjelaskan hal yang sebenarnya.”
“ Aku tak butuh penjelasanmu.” ketusnya.
“ Kenapa Magda nggak mau dengar dulu. Terserah kamu percaya atau tidak. Aku hanya ingin menolong Rina dan janin dalam rahimnya.”
“ Memang kamu pantas menolongnya dan harus bertanggungjawab atas perbuatanmu.!”
“ Magda, aku bukan ..”
“ Cukup bang! Tak perlu menguliahiku,” potongnya sebelum aku mengakhiri penjelasanku.
Magda beteriak ketika aku memegang tangannya, menahan agar jangan dulu pergi.
“ Inanguda belum ceritakan pada Magda, sejak tadi malam dia nggak mau buka kamarnya. Tadi juga dia buru-buru mau berangkat ke kantor tanpa serapan,” ujarnya.
Rina menolak ketika aku mengajaknya makan siang kerumah Magda. Berulangkali aku membujuk Rina, namun tetap menolak, hingga akhirnya aku mengancam bila dia terus menolak ajakanku.
“ Aku makan di warung saja mas. Nggak enak, aku belum kenal dengan keluarga pacarmu,” bujuknya.
“ Magda bukan pacarku lagi sejak enam bulan lalu, dan lagi pula yang mengundang Rina makan siang adalah maminya, buleku. Magda sedang dikantor, ayolah.!” ujarku agak memaksa.
Rina akhirnya turut bersamaku meski dengan perasaan terpaksa , wajahnya murung.
“ Rina, ini namanya ikan arsik , mau coba cicipi?” tanya mami Magda.
“ Iya tante, aku pernah makan di Jakarta, ketika mas Tan Zung ajak aku dan adiknya makan arsik di warung batak.”
“ Nak Tan Zung ini anak Batak asli, jarang anak muda mau makan arsik,” jelas inaguda, disambut tawa Rina. Setelah selesai makan, Jonathan tidak membiarkan Rina sendirian membereskan meja makan.
“ Rin, kamu tinggal dirumah ini saja. Selama ini Jonathan tidak pernah mau bantuan kakaknya beresin meja makan sebelum dan setelah makan.” ujar mami Magda diiringi tawa.
Mami Magda mengajak Rina ke tempat praktek dr. Robert sore harinya; dia merasa surprise ketika tahu dr. Robert adalah adik mami Magdalena. “Iya tante, aku mau,” ucapnya dengan wajah binar diiringi senyuman, lalu Rina permisi ke kamar mandi.
Aku dan mami Magdalena kaget melihat matanya memerah, sembab. “ Kenapa? Rina sakit? Ayo kita sekarang ke dokter,” ujar mami Magda.
Tiba-tiba Rina mendekap mami Magda dalam tangisan. Rina menciumi pipi mami Magda seraya terisak pilu: “ Tante, Rina dibuang oleh kedua orangtua yang melahirkanku, mereka mengusirku dari rumah. Terimakasih tante atas perhatiannya,” suaranya lirih.
Mami Magda tak mampu membendung airmatanya mendengar ratapan lirih Rina, lantas dia mendekap erat serta mengelus kepala Rina.
“ Rina tidak ada orangtua membuang anak, percayalah. Mungkin orangtua mu merasa shock mendengar berita kehamilanmu. Rin, sudahlah pikirkan kesehatanmu, kami siap membantumu kok. Kalau nggak keberatan, Rina tinggal dirumah ini saja sampai kamu melahirkan.”
Ajakan mami Magda tinggal dirumahnya membuat Rina semakin sesugukan: “ Papi, mami, maafkan Rina, aku bukan anak durhaka. Aku telah mempermalukan papi dan mami,” keluhnya dalam tangis kemudian lunglai dalam dekapan mami Magda.