Thursday, April 30, 2009

Telaga Senja (24)

http://www.youtube.com/watch?v=OFNLoDLDqJM

====================
Jadi elu serius mau menikahi gue.? Kalau mas serius, jemput gue kesini pukul 03 dinihari. Jangan lupa bawa kunci kamar untuk gue, bukan untuk kita, faham..?”
=====================
AKU meninggalkan Rina dirumah Wiro dengan kesepakatan, menjemputnya pukul 3:00 dini hari. Segera aku menuju rumah Magdalena, aku ingin istrahat disana menunggu hingga dini hari. Aku menduga-duga, kunjunganku dan Rina ke klinik ini akan menjadi “laporan pandangan mata” disiarkan secara langsung oleh perawat Maria kepada keluarga Magdalena. Maria adalah saudara jauh Magdalena dari pihak ayahnya.

Wajah Magda kucoba mereka-reka; bringas, tatkala amarah memuncak hingga keubun-ubunnya. Kalau yang satu ini memang dia asli boru batak, lugas, tegas bila menganggap dirinya benar meski kadangkala over heating

Entahlah apakah kiat yang selama ini aku gunakan , diam, muka dikasihani lalu membujuk, masih berlaku menghadapinya malam ini. Beca yang aku tumpangi kuberhentikan beberapa blok sebelum rumah Magdalena, karena aku tidak yakin kiat lama dapat melumpuhkan amarahnya. Aku melangkah di sisi bahu jalan sambil memikirkan jawaban tepat meredam amarahnya nanti. Dengan rasa yakin, menggunakan kiat lama, aku melangkah mendekati pintu rumah lalu mengetuknya.

Inang uda..!, Magda..!” panggilku lembut dari luar.
Diluar perhitunganku, Magdalena membuka pintu dan secepat itu pula dia menghujatku. “Fuigh! Bandit! ngapain kamu datang kesini?” teriaknya, lalu menghempaskan pintu rumah hampir mengenai wajahku.

Ah..duluan dia yang keluar , aku mati langkah. Kiat yang aku rencanaku hilang bersama rasa syokku. Diliputi rasa sakit hati dan terpukul, bagai patung hidup, aku hanya diam membisu didepan pintu rumahnya. Mami Magda dan Jonathan bergegas menyongsongku ke depan pintu ketika Magda berteriak histeris lalu berlari kekamarnya sambil menangis.

“ Oh.. nak Tan Zung, kapan datang amang,?” tanyanya Mami Magda sembari mengajakku keruang tamu.
“ Tadi pagi inanguda ( bule, pen) “ ujarku, kakiku sedikit bergetar menahan marah dan rasa malu.
“ Kapan kamu menikah? Kenapa nggak mengundang inanguda? Tan Zung marahan sama inganuda?”
“Abang sudah nikah? “ tukas Jonathan, adik Magdalena.
“ Belum! Aku belum menikah.!”
“ Siapa perempuan temanmu ke tempat klinik oom Robert tadi pagi,?” tanya mami Magda.

Ohh.. iya namanya Rina. Dia diusir oleh orangtuanya karena “kecelakaan” dan mereka menganggap akulah ayah janin itu karena aku dan Rina seharian selama hampir sebulan tinggal berdua di rumah. Aku bersedia mencari Rina atas dasar pertimbangan kemanusiaan. Aku khawatir Rina bunuh diri atau dia akan menggugurkan kandungannya.”

“ Jadi, bukan nak Tan Zung suaminya.?”
“ Bukan! Aku bukan suaminya. Menurut pemeriksaan om Robert, usia janin dalam kandungan Rina hampir tiga bulan, sementara aku di Jakarta belum ada tiga bulan bulan. Aku hanya kasihan, ingin menyelamatkan Rina dan bayinya.” tegasku lagi. Jonathan dan maminya Magdalena memahami penjelasanku, mereka lega. “ Aku juga tidak berfikir abang melangkah sejauh itu,” tukas Jonathan.

Jonathan berkali-kali mengetuk kamar Magdalena, disusul oleh maminya. Dia bergeming, tak mau membuka pintu kamarnya. “Nggak aku nggak mau ketemu dengan bandit. Aku mau muntah melihat mukanya,” ujarnya dari dalam kamar.

“ Kak, jangan muntah dikamar, bau!” gurau Jonathan. Aku, Jonathan dan maminya Magdalena mengalah, kami mengundurkan diri dari depan kamarnya. Magdalena terus berteriak histeris memakiku. Jonathan mengajakku ke ruang belakang, sementara maminya membereskan kamar tempat tidurku.

“ Zung , kamu menginap disini sampai urusanmu selesai. Jangan pikirin itomu, besok inanguda jelaskan kepadanya,” ujar mami Magda.
Menjelang makan malam, Jonathan dan maminya berusaha membujuk Magda untuk makan malam bersama. Tetapi Magda bersikukuh tak mau membuka pintunya. Jonathan dan maminya juga membujukku makan bersama. Aku menolak sebab, aku baru saja makan bersama Rina dirumah Wiro. Mulutku hampir melepaskan kepenatan hati kepada inanguda karena sandiwara yang baru saja aku hadapi.

“ Kenapa kamu, sakit?” tanya mami Magda setelah melihatku gagap setiap mau berbicara dan tampak tak bergairah. “ Kamu masih marah sama Magda iya? Nggak usah difikirin itomu itu. Kamu sudah tahu banyak tentang dia. Nanti juga amarahnya reda.”

Hingga kami selesai makan, Magda tak kunjung keluar dari kamar, tetapi aku melihat pintu kamarnya sedikit terbuka. Mungkinkah dia menatapku dari dalam kamarnya dengan wajah beringas? Atau dia hanya menguping apa yang aku bicarakan dengan mami dan adiknya Jonathan?

“ TanZung istrahat dulu, nanti pukul tiga dinihari mau menjemput Rina bukan!?”
Baru saja inanguda selesai bicara, Magda berteriak dari kamar. ” Itukan mam, abang itu bandit. Ngapain dia jemput perempuan berengsek itu pukul 3 pagi. Mau kawin lari? Jangan bawa perempuan itu kerumah ini. Tan Zung keluar kau dari rumah ini, berengsek.!”

Mami Magda tak kuasa lagi menahan amarahnya, balas teriak; Magda diam mulutmu.! Kau nggak tahu persoalan. Nggak ada hakmu mengusir abangmu dari rumah ini. Kalau kau nggak senang, diam kau disitu, mengerti.!?”
Ohh...kenapa jadi begini? Kali pertama mendengar inangudaku yang sehariannya lembut, sangat marah kepada putrinya Magda.! ( Bersambung)
Los Angeles. April 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

Telaga Senja (23)




http://www.youtube.com/watch?v=aWyeVfuolT4

Baby I don’t understand /Why we can’t just hold on /To each other’s hands
This time might be the last /I fear unless I make it all too clear /I need you so

Take these broken wings /And learn to fly again /And learn to live so free /And when we hear the voices sing /The book of love will open up /And let us in

Baby I think tonight /We can take what was wrong /And make it right
I need you so /Baby it’s all I know /That you’re half of the flesh
And blood makes me whole /I need you so

==============
Keluarga Wiro semakin sumringah menyaksikan adegan kami saling berbisik, tampak mesra. Mereka nggak tahu isi pembicaraan kami mau saling menerkam
==============
Setelah selesai makan, sedikit berbasa-basi, Rina permisi kepada keluarga Wiro. “Om, kami mau keluar sebentar,“ ucapnya. Rina menggandeng tanganku keluar rumah, amat mesra. Rina memang pemain ulung. Dalam sekejap setelah di serambi rumah, wajahnya garang bagaikan singa betina lapar. Dia menghentakku dengan suara hampir berteriak.
“ Dasar Batak! Kenapa sih muka elu cembrut melulu.?"
“ Hei Jawa penipu! Kapan aku menyemaimu hah? Memang orang bisa hamil hanya dengan ciuman? Dasar serigala!”

“ Hei Batak! Gue hanya menyelamatkan muka kau, tahu!? Gue nggak mau ribut dengan setan-setan dirumah om itu, geblek!” balasnya sengit.
“ Rina, apa maksud kau?”
Heh, gue sudah berapa kali ingatkan, jangan panggil “kau” kepada perempuan!” entaknya.
Lanteung kau! Kau telah menjeratku, serigala!”
“ Mas, tenanglah,” suaranya agak reda karena aku ngotot.
“ Tenang kata kau, besok aku harus kawin sama kau hah? Enak benar kau!?”
“ Mas Lanteung, eh...apa sih artinya lanteung?.
“ Sayang!” jawabku kesal

“ Mas lanteung. Gue menjawab om, supaya kita aman dari tangan-tangan setan itu.”
“Amanlah kau, karena aku harus mengawini kau, begu !”
“ Mas lateung, kok namaku berubah terus Ya lanteung, serigala lah, begu lah. Apa sih arti begu itu. ?”
Heh..Rin! Itu tak perlu. Nggak usah bertele-tele kau. Sekarang aku baru tahu kebusukanmu, tahu.!?”
“ Mas lanteung, gue tak ada niat kawin dengan kamu. Aku sudah bilang, gue mengiyakan supaya urusan dengan setan-setan itu tak berlarut-larut. Nanti, pukul 3:00 dini hari jemput gue di ujung jalan itu. Mau nggak.?"
“ Bah! aku jemput kau, lalu mau kemana lah kau?”

“ Dasar, keras kepala! Gue bilang, jangan panggil” kau” sama perempuan!”
“ Jadi maksudmu aku panggil mama? Karena kamu panggil aku papa.? Tak usah iya!”
“ Nggak usah pangil mama, panggil saja nama asliku, jangan panngil lanteung, serigala atau begu.”
“ Jadi bagaimana lanjutan sandiwaramu.?”
“ Antarkan aku ke rumah ibu, tempat kosmu dulu. Tadi kan kita sudah bicara dengan ibu itu. Mas, lebih baik gue tinggal disana daripada tinggal dirumah sarang penyamun ini. Tolonglah mas. Gue tunggu nanti, jangan lupa bawa kunci kamarnya.”
“ Maksudmu, kita satu kamar padahal belum menikah. Gatal amat sih kamu.!”

“ Kok mas bringas amat sih. Gue tak bilang kita satu kamar. Gue hanya minta tolong, bantu aku keluar dari rumah ini. Sudahlah mas! Gue mengira mas mau menolongku. Datang jauh-jauh dari Jakarta, ternyata malah ikut menghinaku.” ujarnya meninggalkanku.

“ Rin, iya aku mau menolongmu, tetapi tidak dengan jebakan seperti ini, mengawinimu...” ujarku, lalu menarik lengannya.
“ Tutup mulutmu. Gue tak ada niat kawin denganmu. Mas egois, tak pernah mau mengerti. Sudah, sekarang tinggalkan aku,” teriaknya tertahan. Bibirnya gemetar menahan amarahnya.
“Rin, maaf. Aku sungguh tidak mengerti apa dibalik sandiwaramu: “ Aku harus menikahimu?”
“ Bebal.! Gue tak sudi menikah dengan manusia bebal. Tadi gue bilang, ingin menyelamatkan mukamu dari manusia setan itu, tahu!?” teriaknya.

Isteri Wiro menemui kami diteras belakang setelah mendengar aku dan Rina saling bantah.
“ Ada apa ? Mengapa kalian ribut!?”
“ Nggak tan, kami nggak ribut. Memang suara papa Tan Zung seperti itu kalau bicara serius,” jawab Rina.
“ Bah! Siapa pula papa mu,?” tanyaku kesal setelah tante Wiro meninggalkan kami.

“ Mas pulanglah dan jangan datang lagi. Gue besok mau pindah.”
“ Rina mau pindah kemana.!?”
“ Itu bukan urusan elu. Terserah gue mau kemana.”
“ Rina? Jadi pernikahan kita besok lusa batal.?”
“ Pernikahan siapa mas lanteung?”
“ Kita!”
“ Nikahlah kau dengan oom Wiro itu. Gue ogah.”
“ Jadi kita nggak jadi nikah?”

“ Maksudlu gue mau nikah dengan orang bebal seperti elu ? Ogah mas.!”
“ Iya bilanglah kepada om Wiro, nggak jadi!”
Begu...eh..Bego!. Elu sendiri saja yang bicara. Gue ogah.!”
Lha, kan bukan aku yang batalin!?
“ Jadi elu serius mau menikahi gue.? Kalau mas serius, jemput gue kesini pukul 03:00 dinihari. Jangan lupa bawa kunci kamar untuk gue. Ingat, bukan untuk kita, faham..?”(Bersambung)
Los Angeles. April 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/