Saturday, May 16, 2009

Telaga Senja (38)





http://www.youtube.com/watch?v=JSRW4ecIDyQ

I gotta take a little time /A little time to think things over /I better read between the lines /In case I need it when Im older /Now this mountain I must climb /Feels like a world upon my shoulders /I through the clouds I see love shine /It keeps me warm as life grows colder

In my life theres been heartache and pain /I dont know if I can face it again /Cant stop now, Ive traveled so far /To change this lonely life
I wanna know what love is /I want you to show me /I wanna feel what love is /I know you can show me

Im gonna take a little time /A little time to look around me /Ive got nowhere left to hide /It looks like love has finally found me / In my life theres been heartache and pain /I dont know if I can face it again /I cant stop now, Ive traveled so far /To change this lonely life

*) I wanna know what love is /I want you to show me /I wanna feel what love is /I know you can show me
I wanna know what love is /I want you to show me /And I wanna feel, I want to feel what love is /And I know, I know you can show me

Lets talk about love /I wanna know what love is, the love that you feel inside /I want you to show me, and Im feeling so much love /I wanna feel what love is, no, you just cannot hide /I know you can show me, yeah
*) Show me love is real, yeah I wanna know what love is...

===========
Kesehatan Rina tampaknya telah pulih, sepanjang perjalanan, didalam mobil, Rina “mengerjai”ku karena aku pergi tanpa permisi dan meninggalkan surat. “ Mas, lain kali kalau bikin surat, pakai perangko dong.” sentilnya disambut tawa Magdalena.
===========

AKU merasakan rasa sukacita dihati Magdalena. Berulangkali dia menatapku kemudian mengalihkan pandangannya kedepan ketika aku membalas tatapannya. “ Magda, aku belum pernah melihatmu berpakaian seperti itu, kenapa.!?”
Magda tersentak setelah menyadari pakaian yang membungkus tubuhnya agak tipis. Namun dia menutupi rasa malunya dengan menjawabku: “ Pakaian ini kukenakan khusus orang yang selalu menyakitiku,” ujarnya pelan, tangannya mengusap pipiku.

“ Magda ngingau. Sikapmu sendiri penuh misteri dan jawaban selalu berkelok.”
“ Bang, sudahlah! Ayo cepatan dikit aku lapar nih.!”desisnya.
“ Aku juga, tetapi kali ini aku yang milih tempat untuk serapan. Jangan ada yang ribut,” gurauku.
“ Kita mau kemana” tanya Magda ketika aku membelokkan mobil menyimpang dari jalan menuju rumahnya.
“ Kita serapan dulu sebelum kita melanjutkan pertengkaran,” jawabku. Magda tak mau turun ketika mobil kuhentikan di warung kopi si”panjang”.
Gue juga ogah. Biar saja mas Tan Zung ke sana,” celutuk Rina.
“ Penumpang harap tenteram,” balasku dengan canda.
Halah, sopir serep saja bertingkah, !” balasnya.

“ Zung kita serapan dirumah saja. Biar aku dan Rina yang masak. Masih ada waktu lima jam lagi sebelum abang berangkat.!”
“ Rina, emang elu sudah bisa masak?” tanyaku.
“ Sudah mas lanteung.! Ayo buruan, masya kamu bawa kami ke warung kopi, dasar.!” Magda tertawa mendengar gerutu Rina.

“ Zung, ayolah sebelum mami bangun.”
“ Iya tuh, ntar jadi ketahuan kelakuan elu,” selah Rina.
“ Salah apa aku?”
“ Duh...mas pake nanya lagi, sudah urakan, kabur dan itu nggak salah!?”
“ Iya..iya aku mengaku salah. Sudah puas kalian?”
“ Aku nggak ikutan bang,” jawab Magda diiringi tawa.

Aku berusaha menghangatkan suasana setelah kami di dapur memasak serapan pagi. Segera aku membuka lemari pendingin: “ Masak apa kita pagi ini,” ujarku dengan mimik serius.
Magda dan Rina tertawa melihat tingkahku. “ Mas, rebus air saja, itu yang paling gampang. Setelah itu mas kedepan duduk, tunggu dua bidadari menghidangkan untuk tuan paduka.!”
***
KEDUA sahabat mengantarkanku ke airport. Tidak ada acara khusus pelepasan seperti keberangkatan beberapa bulan lalu. Magda hanya mengingatkan jangan main judi, main perempuan dan mabuk-mabukan. “

Magda membuka kalung yang dikenakannya kemudian melingkarkan dileherku; Dia merapatkan tubuhnya seraya mengancingkan kalung itu; dia berkata: “ Zung, kamu menolak ini, abang nanti hanya mendengar namaku tanpa jasad,” ancamnya seraya memberi liontin berbentuk heart, pemberiannya tempo dulu, yang aku tinggalkan di meja kamar tidurku.
“ Beritahu aku kelautan mana kamu mau berlabuh.”
“ Huh..abang senang iya aku pergi untuk selamanya.!?”
“ Nggak. aku mau ikut bersamamu.”
“ Heh...ngapaian kalian ngomong jorok.” hentak Rina.

“Nggak Rin, kami tidak ngomong jorok, hanya berbicara persiapan kami menuju rumah masa depan, bila satu diantara kami akan mengkhianat.” ujarku bergurau.
Nafas Magda sengal ketika jari tanganku membuka kalung yang baru saja dikalungkan, lantas dia bertanya: “ Zung! Kenapa dibuka lagi? Abang masih marah.?” Matanya sendu memandang kearahku, sementara Rina menatapku dengan wajah geram.

“ Magda, ada yang kamu lupa, liontin belum kamu tautkan dengan kalung ini,” ujarku pelan seraya menyerahkan liontin yang baru saja diselipkan ketanganku.
Magda dan Rina saling berpandangan. “ Halah, mas belagu,” ucap Rina diiringi cubitan disisi perutku.

Bangngng...., jangan kagetin aku lagi. Aku jadi penakut karena abang selalu marah dan salah mengerti terhadapku,” mohon Magda sendu seraya menyandarkan kepalanya diatas dadaku. Aku mengusap kepalanya yang masih bersandar diatas dadaku.

“ Magda, aku tak marah lagi. Maafkan aku kalau tadi malam menyakiti perasaanmu. Tapi, minggu depan aku akan mengirimkan kalung untukmu, pengganti yang kamu tolak tadi malam. Magda mau menerimanya bukan?”
Magda mengangkat wajahnya menatapku, kelopak matanya memerah, berujar: “ Ya bang.”
Aku merangkulnya erat dan mengangkat tubuhnya sesaat dia menjawab “ Ya”.

“ Bang, banyak orang, lepaskan aku bang,” pintanya dengan suara lembut ke telingaku.
“ Persetan dengan mereka,” balasku sembari mencium keningnya. Rina mengusap airmatanya, dia ikut terharu melihat suasana mengharukan itu.
Sebelum aku meninggalkan mereka, Rina berucap pelan: “ Mas, maaf aku telah merepotkan. Jangan marah kepada papi dan mami iya mas,” pintanya.
“ Oh nggak. Aku nggak marah. Jaga kesehatanmu baik-baik, telephon aku kalau ada yang perlu.”
“ Eh, mbak Magda, jagain adikku Rina,” kelakarku.
“ Iya, mas jelek,” balas Magda. (Bersambung)

Los Angeles, May 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

Telaga Senja (37)





http://www.youtube.com/watch?v=p1V2-FodTec
Forever And For Always
In your arms I can still feel the way you/want me when you hold me/I can still hear the words you whispered/when you told me/I can stay right here forever in your arms


And there ain't no way--/I'm lettin' you go now/And there ain't no way--/and there ain't not how/I'll never see that day....
[Chorus:]
'Cause I'm keeping you/forever and for always/We will be together all of our day
Wanna wake up every/morning to your sweet face--always
Mmmm, baby/In your heart--I can still hear/a beat for every time you kiss me/And when we're apart,/I know how much you miss me/I can feel your love for me in your heart

*)
And there ain't no way--/I'm lettin' you go now/And there ain't now way--/and there ain't no how/I'll never see that day....
[Repeat Chorus]
(I wanna wake up every morning)
In your eyes--(I can still see/the look of the one) I can still see/the look of the one who really loves me

(I can still feel the way that you want)
The one who wouldn't put anything/else in the world above me
(I can still see love for me) I can/still see love for me in your eyes
(I still see the love)
*)
Repeat Chorus (2x)]
I'm keeping you forever and for always/I'm in your arms

==============
Ah....persetan dengan cinta. Selamat tinggal cinta, tampaknya aku masuk dalam kumpulan manusia terbuang dari kehidupan asmara. Kini, diriku ikut menambah bilangan insan putus asa mengikuti pilihan Magdalena, sendiri dan menyendiri untuk selamanya.
==============

SEMENTARA pikiran masih mengembara,aku mendengar suara mobil mendekat kearahku. Seseorang memanggil namaku dari dalam mobil: “ Mas... ayo masuk, airportnya masih jauh.” Aku terus melangkah tanpa memperdulikan suara itu meski memanggilku berulang, aku sangat familiar dengan pemilik suara itu, Rina. Dia turun dari mobil sementara Magda memarkirkan mobil dipinggir jalan, persis didepanku.

“ Mas, gila.! Tadi malam bilang nggak ada masalah, tetapi sekarang mas sediri malah buat masalah. Kenapa sih mas,?”
“ Aku tak mau merepotkan kalian.”
“Tetapi bukan begini caranya mas, pakai ninggalin surat segala, huh.!” ujarnya seraya mengikuti langkahku.

“ Rina, kenapa kamu ikut-ikutan memusuhiku.?”
“ Ya, aku sebal karena kelakuan mas.”
“ Tapi kan tidak ada hubungannya dengan dirimu. Ini sangat personal.!”
“ Ya, Aku tahu dan aku tidak ikut campur masalah pribadi mas dengan mbak Magda. Tetapi aku tidak senang cara mas meninggalkan rumah dengan cara diam-diam .”

“ Surat itu kutujukan untuk Magda, kenapa Rina jadi sewot.?”
“ Kenapa? Karena aku mas titipkan dirumah mbak Magda, secara tidak langsung mas juga mengusirku dari rumah itu.”
“ Rina, aku tidak punya hak mengusirmu. Dan, itu bukan rumahku.”
“ Ya, bukan rumahmu, tetapi rumah sahabatmu. Aku juga tinggal dirumah itu karena mas punya hubungan dengan mereka, bukan? Bagaimana aku tenang tinggal disana karena sikap mas yang urakan. Mas, tolong telephon ibukost tempatmu dulu. Rina mau kembali kesana,” ujarnya kesal.

“ Rina ! keluarga Magdalena telah menerimamu sebagai anggota keluarga.”
" Aku tahu, tetapi karena ulahmu aku tak merasa betah disana."
" Rina jangan kecewakan mereka.!"
" Karena sikap mas telah mengecewakanku," suaranya melemah. Tiba-tiba Rina berhenti, wajahnya pucat.
“ Mas, perutku mulas, aku tak dapat jalan lagi,” keluhnya. Butir -butir keringat mulai terkucur di keningnya.
“ Rina, maaf. Jika aku telah menyusahkanmu. Ya, aku akan menelephon ibukos setelah aku tiba di airport,” ujarku.
“ Mas,tolong antar aku ke mobil, aku mau rebahan,” pintanya. Magda keluar dari mobil berlari kearah kami setelah melihat Rina hampir limbung.

Magda tak kuasa menahan marah ketika aku turun dari mobilnya setelah membaringkan Rina di kursi belakang. Dia menyusulku turun dari mobilnya berucap dengan suara tertahan: “ Zung, Rina tak bersalah, kenapa dia ikut jadi korban?. Bang..tolongin aku, Rina sedang sakit.”
“ Pergilah kamu urus sendiri, aku takut ketinggalan pesawat.”
“ Abang kan berangkat sore hari.? Ayolah bantu aku dan Rina, nanti setelah dia kembali pulih, aku akan antarkan abang ke airport,” bujuknya.
Rina memanggil Magdalena. Sejenak mereka berbicara, diakhir pembicaraan aku hanya mendengar Rina berucap: “ Mbak Magda, aku nggak apa-apa kok.”

Magdalena kembali menemuiku disisi mobilnya. “ Zung, nggak mau menolong aku dan Rina?”
“ Ya, iya, ayolah,” ujarku seraya menarik tangannya. Magda tertegun ketika aku memeluknya.
“ Zung ! Kenapa kamu selalu memilih jalan berliku,?" tanyanya dengan tatapan kuyu.
" Telusur jalan luruspun aku selalu tersandung," jawabku

" Mengapa bang.?" tanyanya lantas menarik tanganku menjauh dari mobil.
" Sepanjang jalan itu berkubang dan bertabur duri serta kerikil tajam."
" Bukankah itu membuat abang melangkah lebih hati-hati?"
" Benar, tetapi setelah aku hampir berhasil melaluinya wajahku terbentur tembok, lembam."

" Tetapi belum berdarah-darah seperti yang aku alami, bukan.!?" balasnya ketawa.
" Jadi kamu baru puas setelah aku berdarah-darah, itu maksudmu.?"
" Bukan, abang hanya berhalusinasi," ujarnya ngenyek menirukan kalimatku kemarin malam. " Iya, aku melihat abang menapak disana, tetapi langkahmu tak pasti," imbuhnya.
" Aku tak tahu harus begaimana lagi. Jalan itupun Magda telah penuhi ranjau sebelum aku tiba diujung jalan."
" Tidak pernah aku menghempang apalagi menaruh ranjau di jalan yang akan abang lalui.!"
" Menghempang itu sama dan sebangun dengan membenci," ucapku, bibirku mendarat diwajahnya.
" Aku bermimpi bang?” ujarnya menatapiku setelah menerima ciuman.
“ Ya !. Kamu sedang bermimpi, kalau aku membencimu,” ujarku sambil menarik tangannya melangkah masuk ke tempat duduk pengemudi.

“ Bang, aku nggak membencimu, sungguh.” ujarnya seraya membalas cium di pipiku, berulang. Aku menoleh kebelakang kearah Rna setelah Magda”memperkosa”pipiku. Rina tersenyum sambil menggeleng-geleng kepalanya. Kesehatan Rina tampaknya telah pulih, sepanjang perjalanan, didalam mobil, Rina masih menyindirku karena aku meninggalkan rumah Magdalena tanpa permisi, meninggalkan surat pula. " Mas, lain kali kalau bikin surat, apalagi surat sakti pakai perangko dong." sentilnya disambut tawa Magdalena. (Bersambung)

Los Angeles, May 2009
Tan Zung

Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/