Monday, October 12, 2009

Telaga Senja (140)

http://www.youtube.com/watch?v=RTGRtajINTY

======================
Mataku kini rabun bahkan mungkin akan mengalami kebutaan untuk selamanya. Iyalah...Magda, aku telah siap, seandainya saat ini juga meninggalkanku. Terimakasih kamu telah datang bezoek. Masihkah Magda rela memberi ku ciuman terakhir, penyejuk rongga dada sebelum meninggalkanku. Magda! Masih bolehkan aku titip salam kepada mamimu, inangudaku, dan adik Jonathan.” ucapku terbata.
======================

SEJENAK hening di sekitarku. Tak ada suara, juga tak merasakan Magda disekitarku setelah dia melepaskan gemgamannya dari telapak tanganku. Aku mulai gelisah. Jangan-jangan dia benar-benar meninggalkanku. Tetapi kenapa dia pergi tanpa sepatah kata? Rasa sakit akibat kecelakaan berangsur pulih, kini jiwa terbelengu siksa batin. Dalam ketidakberdayaan, aku hanya pasrah. Apapun yang akan terjadi, aku telah rela jika Magda meninggalkanku, bahkan akupun telah siap jika nyawaku meninggalkan raga. Saat hati dan jiwa nelangsa, aku merasakan gerakan seseorang disekitarku, tetapi aroma tubuh itu bukan milik Magda. Namun aku ragu, meski hidungku masih menyimpan aroma tubuhnya.

“ Magda dari mana?”
“ Oh..aku perawat.Buka mulutnya mas,” ujarnya sambil menyorongkan obat ke mulutku.
“ Adikku kemana mbak?"
“ Adik atau pacar? Dia ke toilet. "
" Ya mbak, dia calon isteriku."
" Mas ribut dengannya?”
“ Nggak. Kenapa ?”
“ Kelihatan wajahnya bersedih.”

“ Dia bersedih karena tubuhku rusak, wajah compang camping, mataku buta.”
Hush..! Mas ngomong jorok. Besok lusa juga perbannya sudah bisa dibuka kok,” jelasnya diiringi tawa.
“ Aku masih dapat melihat sempurna?”
“ Ya iyalah. Lusa, mas dapat dengan puas melihat calon wajah isterinya.”
“ Bagaimana dengan tulang hidung yang hampir remuk dan bibirku yang tebal sebelah? Masih dapat pulih seperti semula.?”
“ Kan sudah mulai membaik ? Lukanya sudah kering kok mas. Tuh..dia sudah keluar dari toilet. Sudah mas iya,” ujarnya latas meninggalkanku. Rasa percaya diriku kembali tumbuh setelah mendengar penjelasan perawat.

“ Darimana mam?” tanyaku setelah merasakan kehadiran Magda disisi tempat tidurku. Magda menutupkan kedua bibirku ketika mau mengulang ucapanku. Aku mengangkat tanganku ingin meraba wajahnya tetapi masih terasa sakit, aku mengaduh kesakitan. Perlahan, Magda mengangkat tanganku lantas mencium kelima ujung jariku.
“ Mendekatklah, aku ingin meraba wajahmu. Magda, kenapa kamu murung? “ tanyaku setelah Magda mengusapkan tanganku ke wajahnya. “ Maaf, kalau kamu tersingung atas ucapanku. Aku terlalu khawatir Magda akan meninggalkanku karena kondisi tubuhku.“
" Aku tak berpikir kearah itu. Itu hanya perasaan abang saja."

“ Tadi kamu pergi diam-diam. Kamu marah? Kamu menyesal datang membezoekku.?”
“ Karena abang mengusirku. Aku tak pernah diberi kesempatan untuk menanyakan sesuatu. Padahal aku hanya meyakinkan diriku, karena masih ragu akan ketulusan hatimu. Aku telah megorbankan segalanya, tetapi abang masih meragukan dan menghindar ketika aku butuh kepastian. Salahkah aku bertanya, ketika nuraniku yang terkoyak itu ingin bersanding tulus dengan padanan hidup yang aku dambakan?

Sebelumnya, ketika abang meninggalkanku, dulu, aku telah berjanji tidak akan bersentuhan lagi dengan cinta entah siapapun pemiliknya. Abang tahu itu. Tetapi aku luluh, kala abang datang minta maaf dan membujukku. Kini, abang mengusirku ketika aku bertanya tulus tentang hubunganmu dengan Laura. Bang, jika hari ini adalah saat terakhir untukku, aku juga telah siap. Tetapi ingatlah bang, aku tak akan pernah mendahului meninggalkanmu,” suaranya serak.

“ Magda, aku tak mengusirmu. Aku hanya meluaskan hatimu jangan sampai ada penyesalan setelah melihat kondisi tubuhku. Tentang Laura, bukankah dia telah terbuka terhadapmu? Kamu masih meragukannya? “
“ Yang akan menjadi padanan hidupku, abang! Bukan Laura. Aku butuh pengakuan jujur dari mulut abang.!”
“ Magda, kemari tanganmu. "

“ Untuk apa?”
“ Aku ingin mencium sebagai balas ketulusan cinta kasihmu. Magda masih marah?
“Aku nggak marah dan menyesal meski aku selalu dimarahi. Aku senang dapat bertemu abang.” ujarnya seraya meletakkan tangannya diatas dadaku.
“ ...meski dengan kondisi tubuh seperti ini?”
” Bang....jangan bicara seperti itu. Zung, aku tak pernah berubah meski abang berulangkali melukaiku.” jawabnya dalam isak tangis.
“ Magda, nggak malu bersuami dengan seorang tunatera?”
“Bang....! Jangan katakan itu lagi. Aku siap bang..!” Masih dalam tangis, Magda meletakkan wajahnya ke atas dadaku.

“ Magda pikirkan matang sebelum menyesal kelak ?”
Bangngng....cukup!” isaknya, lantas menutup mulutku dengan telapak tanganya. Magda terus merintih diatas dadaku.” Bang....jangan ucapkan itu lagi. Aku masih Magda yang abang kenal lima tahun lalu. Aku tidak pernah berubah. Aku sudah siap menerima dengan segala keberadaanmu. Abang masih percaya kepadaku kan ?Till the end of time, together, forever I love you !”( Bersambung)

Los Angeles. October 2009


Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/