Tuesday, January 5, 2010

Telaga Senja (199)


http://www.youtube.com/watch?v=6aQR-01fRSY


========================
Sepertinya aku mau berteriak dengan sekuat tenaga memanggil Magdalena. Langkahku tertatih keluar gedung. Susan dan Mawar menemuiku di trotoar jalan dengan perasaan duka. “ Zung, ayo kita temui dia kerumahnya,” ujar Mawar dan Susan serempak. Aku menolak ajakan mereka, tetapi Susan memaksaku ikut dengannya.
========================

TAK seujung rambutpun aku merasa curiga, juga tidak mempunyai firasat buruk perihal hubungan kami. Magda di ciduk? Siapa dan kenapa? Aku tahu persis Jontahan tidak keberatan atas hubunganku dengan kakaknya. Maminya, bersikap abu-abu; Tidak menyetujui tapi tidak melarang. Albert? Tak mungkin, dia tak lebih dari ayam sayur. Om Robert? Mungkin ya. Menurut pengakuan Magda, sebelum Magda datang menemuiku ke Jakarta, menolak keras hubunganku dengan Magda. Alasannya, karena kami mempunyai hubungan darah. Tapi mungkinkah om Robert berperilaku seperti bajak laut, perompak? Jika kecurigaaanku benar, apapun akan kupertaruhkan untuk merebut kembali Magda kepangkuanku. Itulah tekad akhir di benakku dalam kegeraman.

Susan memaksaku ikut kerumah Magda. “ Bila perlu aku ikut bicara ke maminya Magda. Cara begini aku tak setuju. Kalian bukan anak kecil lagi. Terserah maminya menuduhku apa, aku harus ikut bicara,” tegasnya. Sementara Mawar memisahkan diri dengan kami. ” Bang, aku akan cek Magda ke rumah om dokter. Nanti aku menyusul kerumah Magda,” ujarnya
***
Sebelum kami turun dari mobil, sejenak Susan menyandarkan tubuhnya diatas kursi kemudi seraya memejamkan matanya, lalu berucap, “Zung, kamu harus mampu menahan diri. Jangan sesekali menyinggung perasaan siapapun. Kalau kamu nggak dapat menahan diri, tetap didalam mobil, biar aku sendiri yang turun.”
Aku hanya mengangguk. Aku tetap berdiam dalam mobil dengan rasa marah hampir tak terkendali. Setelah beberapa saat, dari dalam mobil, aku mendengar tangisan Thian tak berhenti, segera aku menyusul Susan masuk ke dalam rumah.

Disana, Susan sedang berbicara dengan Rina yang sedang terisak. Aku semakin ternyuh setelah melihat Thian menangis dalam pelukan Rina seakan turut bersedih dengan “bencana” yang menimpaku. Pikiranku semakin terganggu dengan tangisnya Thian. Aku meminta Thian dari Rina. Kali pertama Rina memberiku ijin, menggendong Thian padahal usianya belum dua minggu. Surprise, Thian seketika diam dalam pelukanku. Meski airmata Rina masih mengalir menyusuri wajahnya, dia tersenyum menyaksikan Thian diam berteduh dalam momonganku. Tak kalah takjubnya perasaan Susan menyaksikan “keajaiban” itu.

“Memang abang sudah pantas jadi ayah,” ujar Susan. Susan melanjutkan pembicaraannya dengan Rina. Dalam penuturan Rina, maminya juga nggak tahu kalau om Robert akan membawa paksa Magda.
“ Awalnya, om itu mengajakku ke mobil karena Thian saat itu tertidur di dalam pangkuan mbak Magda. Mbak juga nggak tega membangunkan Thian. Tetapi sebelum aku masuk dalam mobil, mami Magda menyuruhku pulang duluan.”
“ Kenapa Rina tidak segera memberitahuku ? Kenapa kamu langsung pulang,?" tanyaku pelan, takut Thian terbangun.
“ Aku takut. Rina tahu mas Tan Zung, orang temparamenan. Sebelumnya, aku sudah punya firasat buruk, setelah mendengar pembicaraan om Robert. Memang, aku nggak mendengar semua percakapan mereka. Tetapi sesekali aku mendengar om dokter menyebut nama mas Tan Zung, dengan wajah tegang,” tutur Rina.

“ Magda mau saja dibawa seperti kerbau dicucuk hidung.?”
“ Mas! Aku nggak suka mendengar cemohan seperti itu. Magda berontak di dalam mobil. Tetapi karena orang banyak disekitar parkiran mobil, si mbak meraung-raung dengan membekap mulutnya. Tante pun nggak bisa berbuat banyak, kecuali tercenung sambil menatap mbak Magda menahan siksa. Maminya berusaha membujuk Magda suapaya diam. Tetapi Magda terus meronta dan berteriak memanggil -manggil nama mas.”
“ Rina tahu, mereka kemana?” tanya Susan
“ Aku tidak tahu persis bu. Mungkin ke rumah om dokter, atau kerumah tantenya yang di Darusalam.”

Seusai bicara dengan Rina, Susan mengajakku ke rumahnya, “ Tan Zung kita ke rumah, untuk menenangkan diri. Kamu tidak usah terlalu gelisah. Aku dan Mawar aku cari tahu apa masalah sesunguhnya. Kenapa Magda selalu menjadi korban,?” ujarnya seraya menarik tanganku menuju mobilnya. Pada saat bersamaan Mawar muncul di pekarangan rumah Magda. Mawar memberitahukan bahwa dia tidak menemukan Magda dirumah om Robert. Susan mengajak Mawar kerumahku,” Mawar kita bicara di rumah bang Tan Zung. Setelah itu aku bawa Tan Zung ke rumahku,” ujar Susan.

Di rumah, Mawar memberitahukan, bahwa om Robert telah merancang ini semua setelah ayahku dan tulang/om ayahnya Shinta mampir ke rumah om dokter. Mawar menuturkan, infomasi ini dia dapatkan dari adik Magda, Jonathan.
“ Kenapa Jonathan nggak beritahukan ke Magda atau ke aku, agar kami dapat mempersiapkan diri.?” ujarku kesal
“ Jontahan nggak bisa bilang apa-apa bang, karena om Robert bakal mertuanya. Abang harus maklum, jangan marah ke Jonathan. Dia setuju hubungan kalian, tetapi karena dia berhadapan langsung dengan om kandung sekaligus calon mertua, dia hanya menahan diri, meski aku tahu dia sangat marah melihat perilaku om Robert. Juga dia kesal ke om, orangtuanya Shinta.”

“ Malam ini aku harus ketemu Magda, kalau tidak, aku akan habisi om Robert. Apapun aku akan lakukan, tak perduli berhadapan macan bertaring seribu,” ancamku serius. Susan dan Magda berusaha menenangkan diriku yang sedang kerasukan setan hutan rimba.
“ Aku benar-benar terhina,” ucapku seraya menghajar meja belajar dengan sekuat tenaga, kepalan tanganku sedikit lecet, mengucurkan darah. Kemudian membanting lampu pajang ke kaca jendela, berantakan. Susan dan Mawar tersentak melihat “roh” lain mampir didalam ubun-ubunku. Sejenak, mereka diam.

“ Zung! Kamu masih menghargai kami disini? Kenapa kamu seperti orang gila? Hentikan itu, kalau nggak kami akan pulang.” ujarnya ketika aku melemparkan kursi keatas tempat tidur. Mawar memberanikan dirinya menghampiriku seraya mendekapku erat, “ Bang, tenanglah. Magda nggak kemana-mana. Aku dan ibu Susan akan menemukannya. Abang masih percaya dengan Mawar? Segera setelah bertemu, akan kuberitahu abang atau aku akan membawanya kabur.”

“ Mawar, usahakan malam ini harus ketemu. Bawa kerumahku. Jangan beritahu kepada siapa-siapa. Sekarang bang Tan Zung ikut aku kerumah. Mawar, malam ini kita harus kerja keras. Kalau berlum ketemu, usahakan informasi dimana Magda. Aku dan suamiku akan datang menjemput, dimanapun dia.” ( Bersambung)
Los Angeles, January 2010

Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/