Saturday, May 9, 2009

Telaga Senja (30)


http://www.youtube.com/watch?v=bIQArNfgLoY

=============
“ Iya. untuk perempuan beguwati.” balasku ketawa.
“ Masih ada lagi simpanan abang itu, satu nama, sibagur tano.”
“Apa artinya mbak,?”
“ Nggak tahu. Tanya abang itu.!”
============


SORE hari, aku, Magdalena dan Rina pergi ke dokter spesialis kandungan. “ Rina, mami ada urusan, aku temanin ke dokter,” ujar Magda. Magdalena menjelaskan kepada dokter yang juga adalah oomnya, siapa Rina. Perawat tersipu malu mendengar tuturan Magdalena perihal Rina.
“ Maaf bang, aku pikir dia isteri abang,” ujar perawat Maria, sebelumnya dia pelapor langsung membuat Magdalena uring-uringan.

Setelah dari dokter, kami singgah ke tempat kostku dahulu. Aku kaget mendengar percakapan Magdalena dengan ibukost; juga tidak tahu kalau Rina mau tinggal dirumah Magdalena.

“ Ibu, Rina mau tinggal dirumahku. Kami khawatir jika terjadi apa-apa dengan Rina tidak ada yang menolong.” ujar Magda. Ibu kostku tidak keberatan atas permintaan Magda.
“ Bagaimana Tan Zung setuju,?” tanya ibukost.
“ Aku setuju bu.”

Ibukost mengembalikan seluruh uang yang sudah aku bayarkan sebelumnya. Ibu menolak ketika aku memberikan sejumlah uang pengganti pemakain kamar satu hari satu malam.
“ Zung, aku siram air kau nanti,” ujarnya ketawa.

Didalam mobil aku protes keputusan Magdalena dan Rina membatalkan tinggal di tempat kostku dulu. “ Kok kalian diam-diam mengambil keputusan tanpa sepengetahuanku, hah..!?” tanyaku berlagak marah.

Aku melihat wajah Rina seperti ketakutan mendengar suaraku agak keras. Rina melirik Magdalena seakan minta perlindungan.
“ Rin, biarin abang ngoceh sendiri, nggak usah dilayani. Abang itu lagi datang pesongnya,” ujar Magda.

Aku buru-buru merangkul Rina dari belakang setelah melihat raut wajahnya ketakutan: “ Dasar Jawa, dengar suara sedikit agak keras langsung ketakutan, “ ujarku ketawa.

Ughhh mas lanteung, bikin aku kaget,” ujarnya sambil menjitak kepalaku.
“ Kan, aku tadi sudah bilang, abang ini ada pesongnya.!”
“ Beda tipis dengan Magda,” balasku.
***
“ Magda, kita mau ngapain kita kesini,?” tanyaku ketika memasuki pintu kampus.
“ Mau ketemu ibu Susan!”
“ Magda ! Aku nggak mau ketemu dengan Susan, besok aku mau pulang.!”

“ Rin, lihat wajah abang itu pucat. Beraninya hanya sama kita, sok galak, Tadi, bilang mau ketemu Susan? ”tanya Magda.
“ Ya, tadi. Sekarang nggak lagi. Ayo kita pulang aku sudah lapar,” pintaku.
“ Lapar atau ketakutan,?” tanya Rina
“ Keduanya.!” jawabku, mengharap Magda segera meninggalkan kampus.

Magdalena memutar mobil keluar dari kampus, “ satu-satu bang, tadi ngancam-ngancam mau pergi ke kantor Susan, giliran diantar ketakutan sendiri,” ujarnya ngenyek.

“ Magda, kapan sih kita bisa akuran? Aku jauh kamu rindu bahkan menyuruh aku pulang. Kita ketemu ribut terus.” ujarku ketika kami tiba dan duduk di teras rumahnya.
“ Ah...nggak ada yang suruh pulang, abang saja mengkek.”

Aku menarik tangannya menjauh dari Rina , dengan suara tertahan : “ Magda, kamu bohong!. Minggu lalu, ketika aku teler dan telephon dari hotel, kamu teriak-teriak dan menyuruhku pulang atau Magda menjemputku,” ujarku persis didepan wajahnya.

Magda diam, matanya menatapku dalam kemudian dia berujar: “ Iya abang benar, aku rindu.”
Rina segera masuk kerumah setelah melihat aku dan Magda terbenam dalam percakapan serius dan menegangkan. Aku kembali menarik Magda duduk setelah Rina masuk kedalam rumah.

“ Aku tak mengerti mengapa hingga sekarang Magda sukar sekali mempercayaiku, padahal aku selama ini, setelah prahara, sangat terbuka kepadamu, tak ada yang tersembunyi. Kemarin malam dan tadi pagi aku sangat tersinggung dengan sikapmu, padahal aku sangat merindukanmu dan aku tahu kamu juga merindukanku bukan?”

“ Zung, maafkan aku. Aku sangat terpukul mendengar khabar dari perawat om dr. Robert; Abang datang kesana dengan perempuan hamil. Abang juga tidak memberitahukan kalau akan datang.”

“ Mestinya menanyakan langsung kepadaku. Aku terlalu bodoh datang ke klinik om dr Robert bila aku menghamili Rina. Sama saja aku menyibak aibku. Sesekali pakai logika,” ujarku sambil menghentakkan wajahnya dengan telapak tanganku untuk mencairkan suasana. (Bersambung)

Los Angeles, May 2009
Tan Zung


Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

Telaga Senja (29)





http://www.youtube.com/watch?v=PO5_BbM9qic

=============
Sementara kami asyik mengobrol, aku melihat mobil Magda memasuki gerbang menuju grasi. Mendadak jantung berdetaak kencang, namun kuusahkan bersikap normal dihadapan Rina.
=============

Aku memberanikan diri menemui Magdalena ke gerasi setelah melihat dia bersama dengan inanguda, maminya, yang selalu membelaku habis-habisan.
“ Magda, ada yang perlu dibantu?” tanyaku seraya menyongsongnya ke pintu mobil.
“ Bantuin apa? Angkat ini mobil,” jawabnya meninggalkanku tanpa ekspresi. Wajah inanguda masem dan geleng kepala mendengar jawaban ketus putrinya. Aku tak perduli dengan sikap Magda, karena yakin dia telah medengar penjelasan dari maminya perihal keberadaanku dan Rina.

“ Magda, sudah bisa aku bernafas sekarang?” tanyaku setelah aku melihat inanguda masuk rumah lewat pintu dapur.
“ Sejak kapan aku melarangmu bernafas.?”
“ Sejak kemarin malam.!”
“ Kok abang masih hidup?”

“ Aku mati suri.”
“ Mau dikubur.?” tanyanya seakan serius, dia menghentikan langkahnya.
“ Mau!. Tetapi jangan disiksa dulu seperti ini. Aku datang jauh-jauh karena aku sangat merindukanmu.”
“ Bukan karena Rina.?”
“ Iya itu kebetulan juga.”
“ Jadi abang masih marah,?” tanyanya. "Ayo bang kerumah biar aku siram dengan air dingin,” imbuhnya seraya meraih pergelangan tanganku. Tak dapat kugambarkan betapa senangnya hati mendengar jawabannya, ah...sepertinya ruh kembali memasuki tubuhku.

“ Kenalin Rina,” ujarku ketika tiba diteras. Magda menyambut uluran tangan Rina seraya menyebut namanya. Huh...hatiku lega melihat Magdalena memeluk dan mencium pipi kiri kanan Rina.
“ Rin kita kedalam, biar saja bang Tan Zung duduk sendirian diluar,” ujarnya tanpa menolehku.

Aku tahu dia sengaja angekin. “ Rina aku tinggal dulu iya,” ujarku.
“ Mas mau kemana, aku ikut,” ucap Rina serius.
“ Mau ke kampus ketemu Susan, sudah lama nggak ketemu dia,” jawabku.
Magdalena buru-buru melepaskan tangan Rina, “ Mas...eh..bang, merajuk iya ?” Rina ketawa melihat Magdalena berbalik ke teras menemuiku.

“ Bang, minta dicium juga iya?”
“ Ogah!” jawabku berlagak serius.
Oalah abangku ini tak berubah, menjeng,” ujarnya seraya mencium pipi kiri kanan. “Sudah?, mau lagi bang?” tanyanya.
“ Iya. Maulah.!”
Plaak, tangannya menampar pipiku. “ Itu tambahannya bang!” ujarnya meninggalkanku di teras.
Selang beberapa saat ketika aku masih duduk diteras sendirian, Magdalena berteriak dari ruang tamu: “ Bang nggak jadi kerumah ibu Susan.?”
“ Iya, sekarang mau berangkat.!”
“ Bang kesini dulu. Memang serius mau kesana ? Nanti malam saja, aku mau ikut,” ujar Magdalena ketika aku gabung dengan mereka.
“ Magda cemburu?”
Halah..abang mengkek. Iya aku cemburu, kenapa.?”
“ Nggak kenapa, cuma pingin tahu,” jawabku. disambut gelak Rina.

“Rin, mau ikut nanti malam ke rumah ibu Susan bekas dosen dan pacar abang Tan Zung.?”
“ Mau.! Pingin ketemu bu Susan. Tadi, mas Tan Zung sudah cerita sekilas,” ujarnya. Rina tak dapat menahan gelaknya melihat tingkahku dan Magdalena.
“ Tetapi Rin siap dicemberutin ibu itu. Nanti dianggapnya Rin pacar abang ini.?”
“ Emang masih berlanjut,?” tanya Rina
“ Masih. Merka sering telpon-telponan.” jawab Magda.
“ Iya.! Kami masih berlanjut. Sehari sebelum aku ke sini, ketemu dengan Susan di Jakarta,” celutukku.
“ Kok tadi mas nggak cerita.?” tanya Rina.
“ Rin, jangan langsung percaya kepada abang. Aku tahu dia hanya angekin aku. Kemarin dulu aku masih diajak tidur dirumah bu Susan, karena suaminya tugas keluar kota.”
“ Iya mas lanteung.?” tanya Rina.
Magdalena ketawa terbahak mendengar ucapan Rina”lanteung”. “ Rin kok tahu lanteung.
Uh...mbak, namaku terus digontaganti; lanteung, serigala dan begu.”
Heh..bang! Gimanasih kok sembarangan buat nama orang?” tanya Magda geli.
“ Kayaknya “begu” cocok nama lelaki iya mbak.” ujar Rina
“ Iya. untuk perempuan beguwati.” balasku ketawa.
“ Masih ada lagi simpanan abang itu, satu nama, sibagur tano.”
“Apa artinya mbak,?”
“ Nggak tahu. Tanya abang itu.!” (Bersambung)

Los Angeles, May 2009
Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

Telaga Senja (28)

Open Arms
Lying beside you, here in the dark/Feeling your heart beat with mind/Softly you whisper, youre so sincere/How could our live be so blind/We sailed on together/We drifted apart/And here you are by my side


So now I come to you, with open arms/Nothing to hide, believe what I say/So here I am with open arms/Hoping youll see what your love means to me/Open arms/Living without you, living alone


This empty house seems so cold/Wanting to hold you, wanting you near/How much I wanted you home/But now that youve come back/Turned night into day/I need you to stay.
(chorus)

=============
Jonathan meninggalkan aku dan Rina setelah mendapat telephon dari pacarnya:” Aku tinggal dulu, pacar lagi merajuk,” ujarnya seraya meninggalkan kami.
=============

Sepeninggal Jonathan, Rina menanyakan perihal keluarga Magdalena. “ Kok abang masih diterima oleh keluarga bahkan sudah dianggap bagian dari keluarga padahal sudah putus dengan mbak Magda?”

“ Aku sukar menjelaskannya, tetapi inilah faktanya. Hubungan kami seharian tak ada ubahnya seperti orang pacaran; ketawa, marah dan cemburu. Tapi yang pasti, Magda tak mau lagi menjalin asmara. Bahkan dia sudah tekad tak akan mau menikah.”
“ Kenapa bisa putus?”
“ Menurutnya aku terlalu cemburu. Kala itu Magdalena dijodohkan dengan anak sahabat papinya.”
“ Mbak Magda mau?”
“ Memang nggak sih. Tadinya aku nggak percaya. Ketika itu, aku melihat sendiri melihat keduanya duduk berdua diapit oleh kedua orangtua mereka. Sakitnya Rin, Magda "dirampas" oleh maminya dari sisiku saat menghadiri pesta pernikahan sahabat almamater kami.

Aku tak mampu melihatnya duduk bersama lelaki yang dijodohkan orangtuanya. Segera aku meninggalkan gedung resepsi pernikahan. Naas bagiku, pasangan bapak-anak sedang mengenderai motor menabrak beca yang aku tumpangi. Aku terjengkang dari atas beca keatas aspal. Motor menimpa kakiku yang saat itu masih dalam perawatan. Itu sebabnya, kadangkala Rina melihatku jalan agak pincang.”
“ Kemana pria yang dijodohkannya itu.?”
“ Nggak tahu. Tetapi Rin, nggak usah disinggung masalah itu kepada Magda. Pernah aku singgung setelah kami pisah, dia sangat marah dan tidak mau berbicara denganku selama seminggu.”

“ Salut aku pada mbak Magda! Mendengar tuturan mas, aku menaruh rasa hormat, meski aku belum mengenal pribadinya. Dia perempuan luarbiasa. Dia tak mau membalaskan kepongahan mas, bahkan dia masih mau bersahabat seperti sediakala. Dan memang sangat pantas mas mengejarnya, lagi. Bagaimana mas masih dapat diterima oleh tante dan adik Jontahan.”

“ Sebenarnya, aku punya hubungan kekerabatan dari pihak ibu. Tetapi aku mengetahuinya setelah aku terlanjur berpacaran dengan Magda. Meja dan kursi inilah saksi hidup selama kami belajar bersama sejak duduk dibangku es-em-a hingga kami selesai S1. Diteras ini, aku dan Magdalena saling membagi kasih berlabur cinta; tertawa, marah, cemburu dan akhirnya bersenandung kidung kematian.”

“ Setelah itu mas punya pacar lagi.?”
“ Punya. Aku punya seabrekabrek, mulai dari usia remaja hingga ibu-ibu.”
“ Serius?” Dulu, gue kirain elu bercanda.”
“ Tadinya Rina hampir masuk dalam bilangan.”
“ Bilangan genap atau ganjil,” balasnya diiringi tawa..Ehhh..mas, tadi aku dengar Jonathan, mbak Magda masih marahan kepada mas, gara-agara aku iya,? “imbuhnya.

“ Ya! Dia marah, karena dianggapnya akulah yang bertanggungjawab atas kehamilanmu. Aku dianggapnya telah menghianati persahabatan yang kami bina ulang. Seperti tadi aku katakan, kami masih seperti berpacaran. Kalau dia tidak mempunyai rasa cinta tentu tidak seamarah sekarang. Tetapi, Rina nggak usah khawatir, maminya sudah menjumpai Magda ke kantornya. Aku yakin, Magda dapat menerima penjelasannya.”

“ Bagaimana mas yakin. Mas sendiri aku lihat masih ketakutan,” celutuknya.
“ Aku tahu benar karakternya. Magda berhati bening, seharian hatinya lembut, namun dia sangat marah bila dianggap sahabatnya berbohong, siapapun dia tak terkecuali sahabat perempuannya. Itulah, menurutku, kelebihan Magda dibandingkan dengan sejumlah wanita yang pernah aku temani. Itupula alasannya kenapa aku terus dekat dengannya. Rin, sebelum aku berangkat dari Jakarta, Magda mengirimkan sejumlah uang, karena gajiku ludes dicopet dalam bis, padahal aku nggak minta.”

“ Kenapa mbak Magda mau memutuskan nggak akan bakal nikah selamanya.?”
“ Magda sangat kecewa dan sakit hari atas keputusanku untuk berpisah.!”
“ Bagaimana dengan mas, mau mengikuti mbak Magda untuk tidak menikah?”
“ Entahlah, tetapi niatku untuk menikah tak pernah kesampaian, selalu gagal. Harusnya besok aku akan menikah denganmu , gagal lagi,” gurauku.
“ Mas ! Aku ngomong serius.”
“ Iya aku juga serius. Dulu, aku juga gagal nikah dengan Susan, mantan dosenku,” gelakku.

“ Gile! Bagaimana mas dapat pacar seorang dosen. Emang dia masih single?”
“ Mbak, orang sedang mabuk cinta tak mengenal usia, jenjang pendidikan atau pangkat, gadis atau janda, bahkan seorang masih single atau couple. Susan sudah punya suami. Dan itulah dasar pertimbangan utama kenapa aku mengurungkan niat untuk menikahinya.”

“Edan.! Aku nggak habis pikir bagaimana bisa seorang dosen yang masih bersuami, berpacaran dengan seorang mahasiswa. Yang edan siapa sih mas.?”
“ Yang sedang jatuh cinta.. Sebenarnya, berpacaran dengan Susan disebabkan beberapa alasan diantaranya, ketika itu dia dosen pembimbingku. Frekuensi pertemuan kami membuat hati satu dengan lainnya saling berpaut. Kebetulan pula aku, saat itu, sedang patah arang dengan Magda."

“Berarti cinta mas nggak tulus, hanya cinta pelarian.”
“ Apa sih takaran ketulusan? Bukankah selama lima tahun aku telah tulus mengurbankan hatiku hanya untuk seorang. Tetapi akhirnya kandas diterjang angin puting beliung.!”
“ Tadi menurut mas karena cemburu.? Aku bingung, rasa cemburu dapat meluluhlantakan hubungan selama lima tahun? Benar cemburu bagian dari cinta, tetapi tidak harus menciderai mas.”

“ Kala itu, aku merasa cintaku telah dicederainya, bahkan hingga berdara-darah. Sudahlah Rin. Aku nggak mau mengungkit lagi masa laluku yang telah kandas dipebatuan cadas itu.”
“ Tetapi sekarang mas dan mbak Magda sedang bergelut diatas rumput hijau mekar,” kelakar Rina.
“ Ya. Namun, kami sukar membedakan apakah sedang bergelut diatas rumput atau lumut yang sangat licin. Aku takut akan terjengkang untuk kali kedua.”

Sementara kami asyik mengobrol, aku melihat mobil Magda memasuki gerbang menuju gerasi. Mendadak jantung berdetak kencang, namun ku usahkan bersikap normal dihadapan Rina.(Bersambung)

Los Angeles. May 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “:http://tanzung.blogspot.com/