Saturday, January 9, 2010

Telaga Senja (202)


http://www.youtube.com/watch?v=nElc2vMU-b0

Journey — When You Love A Woman
When you love a woman /You see your world inside her eyes /When you love a woman /You know she's standin' by your side /A joy that lasts forever /There's a band of gold that shines waiting / Somewhere... oh yeah

In my life I see where I've been /I said that I'd never fall again /Within myself I was wrong My searchin' ain't over... over /I know that

When you love a woman /You see your world inside her eyes /When you love a woman /You know she's standin' by your side /A joy that lasts forever /There's a band of gold that shines waiting / Somewhere... oh yeah

If I can't believe that someone is true /To fall in love is so hard to do /I hope and pray tonight /Somewhere you're thinking of me girl /Yes I know... I know that

When you love a woman /You see your world inside her eyes /When you love a woman /You know she's standin' by your side /A joy that lasts forever /There's a band of gold that shines, waiting somewhere... oh...

It's enough to make you cry. /When you see her walkin' by /And you look into her eyes /When you love a woman /You see your world inside her eyes /When you love a woman /Well you know she's standin' by your side /A joy that lasts forever

There's a band of gold that shines /When you love a woman... /When you love, love, love /When you love a woman /You see your world inside her eyes.


===========================
" Papaaaa........!” sahutnya. Magda merangkulku erat, kemudian memukul dadaku, manja, dengan kedua tangannya silih berganti. “ Pap, aku di culik. Kenapa papa nggak jemput aku..!” ujarnya dalam isak.
===========================

DUA insan bersatu dalam gempita jiwa yang hampir terceraiberai oleh kebuasan sesamanya. Aku biarkan Magda memuaskan rindu sebagaiman aku juga tak dapat menguraikannya dalam kata. Aku ingin menuliskan diatas awan berbingkai sinar rembulan dan bintang, agar semua insan semesta alam mengetahui kembalinya kekasih jiawaku Magdalena.

“ Pap, kenapa nggak jemput aku,” bisiknya kala wajahku bersandar pada bahunya. Aku tak mampu berkata-kata oleh keharuan dan kepolosan hatinya. Dia mengulang lagi pertanyaannya, kemudian menambahkan, “ Pap..bawalah aku kemana saja. Mama sudah nggak tahan lagi menahan siksa manusia sekitarku,” sedunya dalam isak.

“ Mam, papa nggak tahu menjemput kemana!? Sepeninggalmu, papa seperti orang gila. Malam ini mama akan bersamaku untuk selamanya.” balasku seraya mengecup kelopak matanya yang masih mencurahkan butir bening, ekspresi kebeningan hatinya.

Sepasang tangan melingkar diseputar leherku dan Magda. Tangan Susan memeluk kami berujar, “ Zung, ayo kita kita ke rumah sebelum om Robert mengetahui Magda kabur,” ajaknya terbata. Magda merangkul Susan dengan tangis histeris,” Kak, aku diculik...!” Aku membiarkan mereka berpelukan dalam tangis. Jonathan mendekati kami, berujar,” Bang, aku pulang sebelum om tahu aku yang mengantar kak Magda kesini.”

Dalam temaram sinar rembulan, Mawar mengajak kami ke rumah, namun Susan menolak,” Lebih baik bang Tan Zung dan Magda ke rumahku. Tolong telepon Rina, agar mempersiapkan pakaian Magda, seadanya saja,” atur Susan seraya mengajakku dan Magda masuk ke mobilnya.
“ San, kita mampir dulu ke rumahku. Aku nggak punya pengganti,” ujarku. Susan menyuruh Magda menunduk di kursi belakang, “ Takut ada orang yang mengenalmu,” ujarnya.

Susan memacu mobil, melesat menuju rumah Magda, setelah aku kembali dari rumah membawa sejumlah pakaian. Kami melihat satu bungkusan, terletak di atas kursi di teras rumah Magda. ” Zung, ambilkan tas itu, buruan.!” teriak Susan. Segera aku meloncat dari mobil seraya memperhatikan situasi disekitar, aman. Dari jendela, Rina menyapaku,” Mas hati-hati. Salam ke Magda,” ucapnya. Aku menyuruh Rina membuka pintunya. “ Thian dimana,?” tanyaku seraya berlari menuju kamarnya. Aku mencium sepuasnya hingga dia terjaga dari tidur namun tidak menangis.

“ Mas, buruan. Kalian mau kemana? “ tanyanya.”
“ Mau ke bulan,” jawabku, dia membiarkan keningnya aku cium.
“ Ngapain lagi abang kerumah,” tanya Susan.
“ Permisi ke Thian,” jawabku. Tiba-tiba Magda membuka pintu mobil keluar dan berlari ke rumah. ‘ Magda! Mau kemana, ?” teriak Susan. Magda tak memperdulikan teriakan Susan, dia terus berlari terseok-seok dengan kebaya yang masih membalut tubuhnya. Aku menyusul ke rumah. Dia berpelukan dengan Rina, kemudian masuk ke kamar menciumi Thian sepuasnya.

“ Thian, mamatua mau pergi. Nanti mamatua kembali dengan papatua iya nak,” suaranya tersendat. Aku menarik tangan Magda, berdua berlari masuk ke mobil.
“ Maaf kak, aku kangen Thian,” ujarnya setelah masuk ke dalam mobil. Susan langsung tancap pedal gas, berucap, “ Ya..sudah, kalian bikin anak saja,” tawanya.
“ Zung, kamu pindah kebelakang, temanin Magda. Kalian berondok ( sembunyi, pen). Sepertinya ada mobil membututi kita,” ujarnya.

Susan terus memacu mobil ke arah jalan yang berbeda. Aku terus pantau mobil yang membuntuti kami dengan cari mengintip lewat kaca belakang mobil. Susan tiba-tiba membelokkan mobil ke arah rumah temannya ke komplek angkatan udara. Sejenak berhenti di depan rumah, kemudian melanjutkan perjalanan setelah mobil yang kami duga membututi itu raib. Tetapi setelah kami mendekat ke rumahnya, kembali Susan menyuruh kami menunduk,
” Ada mobil dibelakang kita. Mungkin mereka itu lagi,” ujarnya khawatir.

"San, hentikan mobil dipinggir jalan. Aku mau hadapi mereka, aku bukan pengecut. Tak peduli siapa pun mereka. Bahkan setan sekali pun,“ kataku geram.
“ Abang gila! Ditengah jalan gelap begini,?” entak Susan.
“ Susan! hentikan kataku. Atau aku akan meloncat dari mobil ini,” teriakku. Magda menangis mendengarkan suaraku menggelegar menbentak Susan.

“ Papa...tenang pap,” bujuk Magda. Susan menghentikan mobil di bahu jalan. Segera dia mematikan lampu ketika aku turun dari mobil. Aku berteriak sekuat tanga bagaikan menghadapi lawan tangguh, ingat, setiap dalam pertarungan beladiri beberapa waktu silam.
Benar, mobil itu ikut meminggir, berhenti di belakang parkiran mobil kami. Susan dan Magda buru-buru turun dari mobil menemuiku, membujuk,” Papaaa, jangan layani mereka ribut. Ayolah papa. Rumah kak Susan sudah dekat. Pap...lihat mama...Papa nggak sayang mama?” tanyanya dengan bibir getar.

Mataku tetap fokus menunggu aksi penumpang di dalam mobil yang kami curigai membuntuti. Perlahan aku mengenyampingkan Magda dari hadapanku, menghampiri dua sosok pria keluar dari mobilnya dengan posisi siap tempur. Amarahku semakin terbakar ketika melihat rambut keduanya cepak. Biar hantu belau, akan ku habisi kamu berdua, kataku dalam hati.

“ Kenapa mobilnya bang? Ada yang bisa dibantu,? “ tanya seorang pria itu seraya mendekati mobil kami. Keduanya menawarkan bantuan, mengira mobil kami mogok. Tawarannya yang santun dan bersahabat itu menyentak dan meluluhkan kegeramanku, malunya tak kepalang.
“ Terimakasih pak. Kami hanya istrahat sebentar, mobil kami nggak apa-apa kok,” balas Susan. Magda merangkulku erat, saat melihatku bediri, bengong.

“ Papa...!?” ujarnya seraya meggoyang tubuhku sedang mematung.
“ Baru pulang dari pesta,?” tanya seorang dari mereka, menyadarkanku.
“ Iya pak, kami menikah tadi siang.....selamat malam pak,” ujarku seraya menarik Magda masuk mobil. ( Bersambung)
Los Angeles, January 2010

Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/