Thursday, January 7, 2010

Telaga Senja (201)

=========================
Dalam bilangan belasan menit, kami tiba pada tempat yang telah diberitahukan Mawar. Kami mendekati mobil Mawar yang parkir dipojok jalan. " Magda ada di dalam bersama dengan mami, tantenya dan Jonathan, Tetapi, menurut Jonathan maminya sudah tertidur. tadi aku sudah janjian dengan Jonathan ketemu di sini," lapor Mawar.
=========================


Jonathan muncul setelah kami menunggu beberapa waktu. Namun kami sangat kecewa mendengar penjelasannya. “ Maaf bang, aku terkecoh. Magda ternyata nggak ada di rumah ini. Barusan aku telepon Monica, putri om Robert, mengatakan Magda ada dirumahnya.
” Aku hampir naik pitam mendengarnya, tetapi berusaha menahan diri. Sejauh itu, aku masih meyakininya.
“ Bagaimana kamu bisa terkecoh? Magda bukan benda mati?” kesal Susan
“ Aku dan Monica terkecoh dengan om Robert. Sebelum aku ketemu kak Mawar, om katakan, kakak Magda di rumah ini. Itu sebabnya aku buru-buru datang ke sini. Tadinya aku nggak percaya ketika mami bilang Magda di rumah om. Aku yakin setelah Monica meneleponku,” jelasnya. Susan mengajak kami berbicara di kamarku. “ Kita bicara di rumah Tan Zung,” ajaknya ke Jonathan dan Mawar.

“ Kita kerumah saja tan. Rina nggak ada teman sejak sore. Sepulang dari resepsi, Thian rewel, nggak tahu kenapa, mungkin dia lagi demam,” ujar Jonathan. Susan mengalihkan ajakan Jonathan ke aku. “ Terserah Tan Zung. Mau kerumah Magda bang?” tanyanya. Mawar sepakat ajakan Jonathan,” Iya bang, kita ke rumah Magda.”

Dalam perjalanan ke rumah Magda, Susan belum dapat menerima begitu saja pengakuan Jonathan. “ Ngggak masuk akal. Bagaimana bisa, maminya tidur dirumah tante Magda, sementara putrinya di rumah om Robert? Kenapa maminya nggak pulang kerumah,?” ketusnya. Dia mencurigai, Jonathan juga ikut dalam persengkongkolan menculik kakaknya, Magda. “ Zung, jangan-jangan Jon sedang memeperdayai kita.?” tanya Susan.
“ Sejauh ini aku masih mempercaya adik Jonathan,” jawabku.

Susan melanjutkan “ investigasi” setibanya di rumah Jonathan.
“ Tante, sumpah, aku dan Monica terkecoh. Maminya Monica bilang, Magda tidur di rumah tante Rim. Aku nggak menyangka tante akan berbohong. Tan, bang Tan Zung tahu, bagaimana sikapku atas hubungan mereka. Kalau saja Monica, putri om, bukan calon isteriku, aku juga mau hajar om itu. Magda bukan anak ingusan. Kenapa dia main paksa,?” suaranya tersendat. “Seandai papi masih hidup, kakak Magda tidak akan mengalami siksaan seperti ini.” lanjutnya, dengan menundukkan wajahnya.

” Bukankah almarhum papimu juga nggak setuju dengan Tan Zung.” tanya Susan.
“ Sebelumnya, iya. Seminggu sebelum meninggal, papi telah menyetujui hubungan kakak Magda dengan Tan Zung. Namun, beberapa hari sebelum papi menyetujui, abang Tan Zung telah pisah dengan kakak.” ucapnya terbata-bata seraya menatapku dengan wajah kuyu. Aku terharu mendengar penjelasannya, lalu bangkit dari tempat dudukku menghampirinya. “ Aku pecaya Jonathan,” ujarku seraya memeluknya. Jonathan meyakinkan kami lagi, bahwa Magda ada dirumah om Robert. Hal itu dikatakannya ketika aku tanyakan, “ Jon, tahu pasti jika kak Magda ada di rumah om.?”

Tengah pembicaraan, Rina keluar dari kamar tanpa Thian. Kelopak matanya masih tampak memerah. Rina ikut nimbrung setelah diajak Susan. “ Rin, ketika di resepsi, duduk satu meja bersama dengan Magda dan om Robert, bukan?. Sebelum Magda pergi, apa saja yang mereka percakapkan,?” tanya Susan.
“ Aku tak mendengar semua pembicaraan mereka. Karena aku pindah ke meja sebelah. Aku merasa nggak enak, karena aku pikir, itu urusan keluarga. Tak terpikir kalau Magda mereka culik. Aku hanya mendengar, sesekali, menyebut nama mas Tan Zung,” terangnya.
“ Mungkin Magda pernah cerita ke Rina, kenapa om Robert nggak setuju hubungan Tan Zung dang Magda?”
“ Karena kami dianggap masih bersaudara dekat dengan bang Tan Zung,” sela Jon
“ Hubungan kekeluargaan karena nenek kakak adik? Bukankah ayah Monica adik mamimu? Kenapa kalian bisa,?” kejar Susan
“ Aku nggak tahu, kenapa?” jawab Jon.

“ Magda pernah cerita, bahwa om Robert menganggap Thian anaknya mas Tan Zung,” ujar Rina, di sambut anggukan kepala Jonathan dan berujar, “ Ya, om itu mencurigai Thian darah daging bang Tan Zung.”
Kali pertama aku mendengar kecurigaan om Robert. “ Kan mami sudah tahu kalau ayahnya Thian itu, Paian, saudara sepupu Jon? Kenapa lempar api ke aku? Ya, Thian anakku, tetapi bukan anak biologis. Sebenarnya, yang paling tahu siapa ayah Thian adalah Rina. Ohh..maaf Rin. Sudahlah, kita nggak usah membicarakan itu lagi. Kita fokus ke Magda. Malam ini Magda harus bersamaku, apapun resikonya,” tegasku.

Di penghunjung pertemuan kami, Rina memberitahukan, menurut Magda, om mendapat khabar dari orangtua lelaki yang pernah mendekati Magda, bahwa mas Tan Zung pernah kawin dibawah tangan dengan ibu Susan. " Tetapi tante dan Magda tidak sedikitpun mempercayanya."
Aku dan Susan terhenyak mendengar tuturan Rina, sementara Mawar tertawa seraya menimpali,” Aku tahu siapa orangnya. Tetapi isu itu sengaja dicipatkan agar keluarga terpancing marah. Aku tahu tante dan Magda tidak terpengaruh dengan isu itu.”

“ Bagaimana kawin dibawah tangan? Kawin dibawah ranjang pun nggak mungkin. Emang kucing?” kesalku seraya beranjak pulang.
“ Sudah, kita bubaran, sebelum bang Tan Zung semakin senewen. Sekarang Jonathan kembali ke rumah om Robert. Malam mini, usahakan Magda bisa keluar rumah. Segera telepon aku atau Mawar.” ujar Susan. Jonathan menhan kami supaya jangan pulang, sementara dia menelepon Monica. “ Tante, bang Tan Zung nggak usah pulang. Tunggu aku dan Magda di rumah Mawar.” ujarnya seusai telepon dengan Monica.

Sepeninggal Jonathan, Susan mengajakku dan Mawar makan malam ke restoran, tempat kami rendezvous , dulu, ketika masih pacaran. Sebelum turun dari mobil, aku mengusulkan supaya pindah ke restoran lain.
“ Susan, ke restoran ini sama saja kamu menyentak batin kala badai menerjang,” bisikku sekedar mengurangi stress.
“ Zung, aku telah melupakannya,” balasnya seraya memutar mobil ke restoran yang aku mau. “ Di Kampung Keling,” sebutku.
“ Iya, aku mengerti. Tempat abang dan Magda rendezvous,” ujarnya disambut tawa Mawar.

Tak begitu lama disana. Segera setelah makan, kami buru-buru pulang, kuatir Jonathan datang atau menelepon. Namun setelah lama menunggu, tak ada khabar dari Jonathan, Susan mengajakku pulang kerumahnya. “ Mawar, tolong antarkan Magda ke rumah, bila malam ini diantar Jon,” pinta Susan.

Dipertigaan jalan, setelah keluar rumah Mawar, aku melihat mobil mirip milik Magda, tanpa penumpang. “ San, berhenti, putar dulu mobilnya, sepertinya itu mobil Jon.” Dengan sigap Susan memutar mobil ditengah jalan, hampir menyenggol becak. Aku meminta Susan menghentikan mobil agak jauh dari pekarangan Mawar. Dari kejauhan, aku dan Susan kecewa setelah melihat hanya Jon turun dari mobil itu. Namun, tak lama kemudian sosok perempuan keluar dari mobil.
“ Magda...! teriakku seraya berlari, meninggalkan Susan di dalam mobil, setelah aku yakin dia itu Magda. Magda berlari menemuiku ketika mendengar suaraku memanggilnya. " Papaaaa........!” sahutnya. Magda merangkulku erat, kemudian memukul dadaku, manja, dengan kedua tangannya silih berganti. “ Pap, aku di culik. Kenapa papa nggak jemput aku..!” ujarnya dalam isak. ( Bersambung)

Los Angeles, January 2010


Tan Zung

"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/