Wednesday, January 20, 2010

Telaga Senja (212)

Shania Twain - You're still the one
Ooh, yeah, yeah/Looks like we made it/Look how far, we've come my baby/We mighta took the long way/We knew, we'd get there someday/They said, "I bet, they'll never make it"/But just look at us holdin' on/We're still together, still goin' strong

You're still the one/You're still the one I run to/The one that I belong to/You're still the one I want for life/You're still the one/You're still the one that I love/The only one I dream of/You're still the one I kiss goodnight

Ain't nothin' better/We beat the odds together/I'm glad, we didn't listen/Look at what we would be missin'/They said, "I bet, they'll never make it"/But just look at us holdin' on/We're still together, still goin' strong

You're still the one/You're still the one I run to/The one that I belong to/You're still the one I want for life/You're still the one/You're still the one that I love / The only one I dream of/You're still the one I kiss goodnight/You're still the one

Yeah, you're still the one/You're still the one I run to/The one that I belong to/You're still the one I want for life, ohh/You're still the one / You're still the one that I love/The only one I dream of/You're still the one I kiss goodnight/I'm so glad, we made it/ Look how far, we've come my baby

=============================
“ Magda nggak usah berkecil hati. Abang Tan Zung telah berusaha. Lebih baik kalian pikirkan rencana ke depan. Jangan habiskan waktu hanya berpikir tentang adat,” nasehatnya. “ Heh....jangan kebahagian kalian tersita khususnya malam ini gara-gara adat kalian itu. Sudah, ayo torehkan sejarah baru malam ini, “ujarnya ketawa seraya mematikan lampu ruangan tengah tempat kami berbincang.
==============================

AKU dan Magda sepakat untuk melupakan, sementara, rintangan yang kami hadapi. Kami ingin menikmati hari-hari sebagaimana lazimnya pengantin baru mereguk nikmat madu. Seminggu telah berlalu, bersama menapak gita cinta di tengah kesunyian alam. Kicauan burung setiap pagi seakan turut bersama kami berdendang bahagia menyongsong mentari pagi di ufuk timur. Kesejukan sungai mengalir, meliuk hingga ke muara jauh bertutur berita bahagia. Meski sukacita belum menepi, perpisahan dengan mertua, mami Magda, Thian dan Rina menuai rindu. Magda tak dapat menutupii rindu meski selalu dihantui trauma penculikan beberapa waktu lalu.

Tiga hari belakangan Susan tidak bertemu dengan kami karena dia sudah mulai masuk kerja, mengajar. Atas seijin Magda aku menemui Susan ke kantornya dengan memakai kenderaan umum. Tiba di kantor Susan, aku tuturkan perasaan Magda pagi tadi ,sebelum aku tinggalkan. Susan memaklumi perasaan Magda; Dia langsung merespon ketika hal itu aku tuturkan kepadanya. “ Ya, aku mengerti. Sebentar aku telepon Hendra,” ujarnya seraya memutar telepon di atas mejanya.

Tak lama Susan berbicara dengan Hendra, kemudian berucap,“ Bang Hendra telah mengirimkan mobil untuk abang pakai. Saranku, kalian jangan pergi dulu kerumah orangtua Magda. Lebih baik bicara lewat telepon dulu, tetapi kalian pakai fasilitas telepon umum atau dari toko di pasar,” ujarnya. Dia menyarankan, bila mau keluar agar menyamarkan diri. Tunggu aku dirumah, lanjutnya, nanti aku bawakan kain kerudung untuk Magda dan peci untuk abang. Kurang dari setengah jam, sopir Hendra datang mengantarkan mobil. Susan menyerahkan mobilnya untuk aku dan Magda pakai, sementara Susan memakai mobil kantornya Hendra.

Sekembalinya dari kantor Susan, Magda tak sabaran, segera mengajakku kembali ke kota untuk menghubungi maminya. Dia terus bersikeras meski aku sudah sampaikan pesan Susan agar menyamar seperti perempuan melayu memakai kerudung.
“ Mama nggak punya kerudung. Papa juga ngga punya peci. Ayo lah pap, aku sudah kangen mami dan Thian,” bujuknya. Tak tahan mendengar rengekannya, aku mengiyakannya. Sebelum ke kota, terlebih dahulu mampir di rumah penjaga kebun, menanyakan toko terdekat menjual kain kerudung dan peci. Kami segera menuju ke kota kecamatan agak jauh dari rumah, sebagaimana petunjuk ibu penjaga kebun. Magda membeli dua helai dengan warna berbeda dan satu peci untukku.

Aku dan Magda tertawa geli setelah mengenakan peci dan kain kerudung sepanjang perjalanan hingga kami mampir ke pasar perbatasan kota. Magda memberi sejumlah uang ke panjaga toko, untuk menggunakan teleponnya, kebetulan pemilik toko sedang pulang kerumahnya. Dalam percakapan aku mendengar dia sedang berbicara dengan Rina.
“ Rin, dekatin gagang teleponya ke kuping Thian,” ujarnya, dijawab Rina," Thian sedang tidur."
“ Thian Thidur? Rin, cubit pahanya supaya nangis. Aku kangen suaranya,” kata Magda lagi.
“ Pap, nih Thian sedang nangis,” ujarnya diiringi tawa sembari mendekatkan gagang telepon ke telingaku. Kemudian, Magda melanjutkan percakapannya dengan Rina. Diakhir percakapan, Rina memberitahukan, om Robert membawa mami liburan ke Berastagi selama seminggu karena kesehatannya terganggu.

“ Mami sakit pap,” ujar Magda sendu.
“ Mama mau kita menemui ke Berastagi,?” pancingku.
Ntar papa ribut dengan om Robert.?”
“ Sudah pasti. Dan aku akan gebukin dia kalau macam-macam. Tak peduli om/tulang.”
“ Ah...papa. Om itu juga kan om papa juga. Kita pulang saja pap,” ajaknya.

Tidak lama setelah kami tiba dirumah, Susan datang menyusul membawa kain kerudung dan peci. Susan ketawa melihat peci dan kain kerudung yang baru saja kami kenakan terletak di atas meja di ruang tamu. Dia semakin ngakak ketika diberitahukan, kami membeli di kota kecamatan.

Malam itu Susan menginap di rumah, kebetulan esok harinya tidak punya jadual mengajar. Setelah makan malam, makanan dibelinya dari restoran, Susan menawarkan kami untuk berbulan madu ke Parapat. “ Terlalu lama menunggu kami liburan ke Singapura. Kelamaan, entar madunya keburu hilang,” candanya. Memang, beberapa waktu lalu, sepulang dari Jakarta, Susan pernah menawarkan kepada kami untuk liburan bersama dengan mereka ke Singapura.

“ Aku telah bawa surat bang Hendra untuk kalian serahkan ke penjaga vila itu. Terserah kalian mau berapa lama tinggal disana,” ujar Susan. Magda berteriak kegirangan. Dia bangkit dari tempat duduknya seraya merangkul Susan. “ Terimakasih kak. Tadinya kami sudah ada rencana, tetapi ragu mau berbulan madu kemana. Kami boleh bawa Rina?” tanyanya.

“ Magda! Gimana sih kamu. Berbulan madu kok bawa penumpang lain. Aneh kamu!” ejeknya. Magda terdiam, kemudian dengan sendu berkata,” Rina dan Thian ngak punya teman. Mami dibawa om ke Berastagi. Jontahan selalu nginap di rumah pacarnya, rumah om Riobert.”
“ Terserah bang Tan Zung.” jawab Susan mengalah. Magda melihat ke arahku, tapi dia sungkan bertanya, terlihat dari wajahnya. Aku tahu dia sedang menunggu jawabanku, namun aku diam, membiarkannya mendapat jawaban lewat rona wajahku. ( Bersambung)

Los Angeles. January , 2010
Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/