Wednesday, July 8, 2009

Telaga Senja (73)

(music: right click on mouse then click “open in new window”)
Oh...
I just wanted you to comfort me /When i called you late last night you see /I was fallin' into love /Yes, i was crashin' into love /Oh of all the words you sang to me /About life, the truth and being free, yeah /You sang to me, oh how you sang to me


Girl, i live off how you make me feel /So i question all this being real /cause i'm not afraid to love /For the first time i'm not afraid of love /Oh, this day seems made for you and me /And you showed me what life needs to be /Yeah, you sang to me, oh you sang to me

*) All the while you were in front of me i never realized /I just can't believe i didn't see it in your eyes /I didn't see it, i can't believe it /Oh but i feel it /When you sing to me /How i long to hear you sing beneath the clear blue skies /And i promise you this time i'll see it in your eyes /I didn't see it, i can't believe it /Oh but i feel it /When you sing to me

Just to think you live inside of me /I had no idea how this could be /Now i'm crazy for your love /Can't believe i'm crazy for your love /The words you said you sang to me /And you showed me where i wanna be /Yeah you sang to me, oh you sang to me
*)
All the while you were in front of me i never realized /I just can't believe i didn't see it in your eyes /I didn't see it, i can't believe it /Oh but i feel it /When you sing to me /How i long to hear you sing beneath the clear blue skies /And i promise you this time i'll see it in your eyes /I/didn't see it, i can't believe it /Oh but i feel it /When you sing to me

All the while you were in front of me i never realized /I just can't believe i didn't see it in your eyes /I didn't see it, i can't believe it /Oh but i feel it /When you sing to me
How i long to hear you sing beneath the clear blue skies /And i promise you this time i'll see it in your eyes /I didn't see it, i can't believe it /Oh but i feel it
===============
" Iya. Semestinya kita menikmati liburan ini tanpa beban."
" Aku tidak merasa berbeban mas. Aku menikmatinya kok."
" Aku telah mengganggu kenyamananmu sejak di dalam kereta hinga malam ini," ujarku.
Laura terus memapahku hingga keatas tempat tidur. " Mas mau dibantu ke kamar mandi?" tanyanya saat melepaskan tangannya dari tubuhku
.
====================
Sepeninggal Laura, aku tertidur lelap hingga menjelang tengah malam, rasa sakit dipergelangan kaki jauh berkurang. Aku terbangun setelah mendengar dering telepon dan segera bangkit mengangkatnya, dalam benak, Magdalena yang meneleponku, mungkin Lam Hot memberitahukan kalau kakiku kambuh. Perkiraanku meleset, ternyata pemilik suara itu Laura. Aku heran, mengapa Laura meneleponku tengah malam.? Dia belum pernah lakukan seperti ini sejak kami berkenalan beberapa bulan lalu.
“ Mas, maaf mengganggu . Aku baru selesai ngomong-ngomong dengan papi dan mami.Besok mereka nggak jadi berangkat ke Solo sebab om Laurence kembali dari Perancis dan menginap dirumah.”
“ Jadi aku nggak jadi kerumah,?” tanyaku.
“ Ya mas. Besok aku datang ke hotel agak pagian. Kakinya sudah pulih mas? Besok kita ke pantai iya mas,!" ujarnya mengakhiri pembicaraan kami.

Pagi sekitar pukul delapan, Laura datang menjemputku sebagaiman dia janjikan malam sebelumnya . Kami pergi tanpa Lam Hot dan Rima. Beberapa jam berbaring ditepi pantai hanya beribicara tentang keluarganya dan tentang pekerjaan. Juga aku menyinggung manager kami yang sering “nakal”sebagaimana pengakuan dia kepada kedua orangtuanya.

Aku beruasaha menghindari pembicaraan bernuansa asmara, meski tak bertahan lama. Suasana alam saat itu menggoda “berkolaborasi” dengan simponi deburan ombak.Sesekali dari mulut Laura terucap juga kata-kata bernuansa cinta, tetapi segera aku alihkan takut keterusan dan "nyangkut".

“ Mas, sempat berapa lama pacaran dengan Rina,?” tanyanya mengagetkanku. Pertanyaan diluar dugaan membuatku tak habis pikir; roh mana pula yang berkelana dengan jiwanya sehingga memicu tanya, masa silamku.? Memang,dulu, Laura salah satu dari puluhan sekantor menganggap akulah orang yang bertanggung jawab atas kehamilan Rina. Namun aku telah menjelaskan ketika aku kembali dari Medan. Kala itu dia sangat kecewa bahkan jatuh sakit karena dia menduga akulah pria yang menghAmili Rina. Rupanya, diam-diam tanpa sepengetahuanku, dia telah jatuh hati. Hal itu diungkapkan oleh Neneng, teman sekantor kami.

“ Aku belum sempat pacaran, memang dulu ada keinginan. Tetapi keinginan kan tidak selalu kesampaian.”
“ Kenapa mas nggak jadi pacaran.?”
“ Karena adikku Lam Hot sudah lama berpacaran dengan adiknya Rima, dan itu sangat tabu dalam budaya kami.”
“ Kan mereka belum tentu nikah.!?” balas Rina.

“ Mereka sudah merencanakannya. Omong-omong, kenapa sih Laura teringat dengan Rina? Selama ini nggak pernah menyinggung hal itu. Emang Rina pernah menyinggung tentang hubungan kami.?”
“ Iya....mas. Tetapi hanya sekilas. Ketika itu, Rina cerita, mas dan dia pergi menonton, kemudian ke diskotik hingga larut malam, benar.?” tanyanya sembari memiringkan tubuhnya - kearahku - yang sedang terbaring di tepi pantai.
“ Ya. Benar. Setelah itu kami lanjutkan duduk dibelakang bar itu hingga menjelang pagi.”
“ Kenapa waktu lalu aku ajak nonton, mas bilang nggak suka.?”
“ Memang aku nggak suka nonton, selalu ketiduran. Aku lebih senang main di diskotik meski biayanya lebih mahal, tetapi dapat terhibur. Laura nggak suka ke diskotik, kenapa?”
“ Banyak temanku mahasiswa gagal dan rusak gara-gara waktunya tersitadi dunia gelap malam.”
“ Sejak aku di semester tiga, hampir separuh waktuku tersita disana, tetapi sekolahku selesai. Tergantung pribadi seseorang, kalau nggak bisa menguasai diri, iya hancur. Rina nggak pernah ke diskotik, tokh kecolongan juga.!?”

“ Tetapi lebih baik menjauh sebelum ketagihan mas. Adik Lam Hot juga cerita, mas sering ke diskotik.”
“ Tadi aku sudah mengaku. Itu sudah bagian dari hidupku selama bertahun-tahun,” ucapku. Pengakuan ini sengaja aku tekankan, mengharap, Laura akan mengurungkan niatnya “mengejar’ku. Ada perasaan lega setelah pengakuan itu aku utarakan.
“ Boleh kok mas dihilangkan, asal ada niat.”

“ Memang aku nggak punya niat. Aku kira, Laura salah bergaul denganku.”
“ Lho, aku nggak terpikir itu, mas tersinggung, ?” tanyanya sembari bangkit duduk menatapku, kedua tangannya menggemgam tanganku dengan wajah memelas.
“ Terimakasih khotbahmu Laura.” balasku singkat sambil menatap tajam wajahnya.

Laura terhenyak dengan jawabanku, ketus dan menghentaknya. Kesempatan, pikirku, inilah waktunya kamu mengenal siapa aku sesungguhnya. Laura melepaskan gemgamannya, kemudian kedua tangan itu menopang wajahnya. Beberapa saat aku dan Laura hening, mata kami jauh menatap jauh ke samudera luas mengikuti permainan ombak, tanpa kata.

Melalui ekor mataku melihat Laura memalingkan wajahnya kearahku, hanya menatapku. Aku balik menatapnya. Ah....perempuan sama saja, pikirku, ketika melihat kelopak matanya mulai memerah. Laura tak tahan menatapku lebih lama, kembali wajahnya menatap lautan bebas, kini hanya riak menari disana, agin laut sedikit mereda. ( Bersambung)

Los Angeles, July 2009

Tan Zung

Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/