Thursday, July 9, 2009

Telaga Senja (74)



Tomorrow’s near, never I felt this way/Tomorrow, how empty it’ll be that day/It tastes a bitter, obvious to tears to dried/To know that you’re my only light/I love you, oh I need you/Oh, yes I do

Don’t sleep away this night my baby/Please stay with me at least ’till dawn/It hurts to know another hour has gone by/And every minute is worthwhile/Oh, I love you
How many lonely days are there waiting for me/How many seasons will flow over me /’till the motions make my tears run dry/at the moments I should cry /for I love you, oh I need you/Oh, yes I do

Don’t sleep away this night my baby/Please stay with me at least ’till dawn/It hurts to know another hour has gone by/And every minute is worthwhile/It makes me so afraid / Don’t sleep away this night my baby/Please stay with me at least ’till dawn/It hurts to know another hour has gone by/The reason is still I love you
===============
Ah....perempuan sama saja, pikirku, ketika melihat kelopak matanya mulai memerah. Laura tak tahan menatapku lebih lama, kembali wajahnya menatap lautan bebas, kini hanya riak menari disana, agin laut sedikit mereda.
==================

Aku bertahan tidak ingin memulai pembicaraan, kebetulan nggak tahu apalagi yang aku sampaikan. Membujuknya?. Tidak ! Ini sengaja aku hindari, setidaknya hingga saat itu. Aku takut mulutku “bocor halus” terbawa perasaan. Laura bangkit, beranjak melangkah meninggalkanku sendirian, masih tanpa kata. Dia melangkah gontai, sebelumnya aku mendengar nafas sengal dari mulutnya. Mataku mengikuti langkahnya hingga dia semakin menjauh dari tempatku.

Laura membalikkan tubuhnya setelah beberapa ratus kaki jauh menapak, menoleh kearahku , kemudian berbalik melanjutkan langkahnya. Aku bergeming, tanpa reaksi kecuali menatapnya. Dari kejauhan aku melihat sosok Laura berlutut diatas hamparan pasir putih, kedua tangan menggemgam sejemput pasir kemudian menebar kearah laut, sepertinya tanpa semangat.

Kemudian tubuhnya luruh diatas hamparan pasir itu, Laura terduduk, kedua tangannya menopang wajah diatas kedua kaki tertekuk , dia membiarkan rambutnya dipermainkan angin yang berhembus liar.

Aku tak mampu melihatnya sendirian dalam hening. Aku bergegas menemui dia yang duduk dalam kebisuan, sekaligus ingin mengakhiri "perseteruan " versi asmara, sebagaimana aku dan Magda lakonkan, tempo dulu. Perlahan aku menghampiri dan menyentuh bahunya, berujar; “ Laura, aku minta maaf. Aku tahu, kamu bermaksud baik. Tetapi itulah kelemahanku, telingaku terlalu tipis mendengar “nasihat” berkaitan dengan perilakuku, ya, aku sangat egois. Ayo kita pulang,” ajakku.

Laura bergeming, wajahnya masih tertunduk diatas lipatan tangan yang tertopang diatas lutut, terdengar isak tangis yang tertahan. Oalah....inilah satu resiko bersahabat dengan pasangan tulang rusuk yang terhilang, keluhku dalam hati, lalu aku duduk disisinya. Aku membiarkan isak tangis yang hampir tak terdengar oleh deru ombak menggulung dan menghempas hingga ketepian. Laura membiarkan percikan gelombang laut yang membasahi sebahagian tubuhnya. Spontan, aku membuka t-shirt yang kukenakan menutupi rambutnya yang hampir seluruhnya basah oleh siraman air laut yang terhempas oleh gelombang .

Laura menyibak t-shirt itu kemudaian mengangkat wajahnya berpaling kearahku dengan mata memerah, kedua bibirnya bergetar, berujar : “Mas, maafkan Laura. Aku tak ingin mengkhotbahimu. Laura hanya mengingatkan, karena aku menggangap mas sahabatku.”

“ Ya, Laura, memang aku patut dikhotbahin,” balasku. Tangisnya berlanjut setelah mendengar jawabanku. Segera aku meralat’ “ Iya...ya.. maksudku, memang aku pantas di ingatkan, terimakasih Laura.”
“ Mas, masih merasa kesal dengan Luara ,?”
“ Oh...tidak ! “ jawabku sambil merangkulnya setelah melihat wajahnya sendu minta dikasihani. Laura membalas pelukanku, mulutnya berkata lirih ditelingaku; “ Mas, maafkan aku .”

“Laura, tidak ada yang perlu dimaafkan. Aku seharusnya mengucapkan terimakasih atas peringatanmu, tokh itu untuk kebaikan diriku,” ujarku lantas menarik lengannya. Aku berhasil membujuknya untuk meninggalkan tempatnya berhening sesaat.

Seakan tidak ada masalah, tangannya meraih tanganku, melingkarkan diatas pinggulnya. Tak lama setelah berjalan beberapa langkah dia melepaskannya mengajakku lari menuju tempat kami berbaring sebelumnya. “ Ayo mas, siapa duluan sampai,” ajaknya sambil menarik tanganku.
“ Laura, kamu nakal. Kamu mengajakku lari ketika kakiku masih belum pulih sempurna,” ujarku sambil menahan tangannya.
“ Oh....iya aku lupa, maaf mas,” ujarnya sambil melihat pergelangan kakiku, kemudian dia membungkuk, menyentuhnya lembut; " maaf mas," ulangnya. Aku menarik tangannya dari pergelangan kakiku, dia berdiri persis didepan wajahku. Bibirnya gemetar dan mendaratkan di pipiku, kemudian tanganya melingkarkannya diseputar leherku. Kali pertama Laura memberanikan diri memberiku ciuman dipipi setelah berteman beberapa bulan.

“ Mas, besok malam kiita diskotik mau?” bisiknya ditelingaku.
“ Bagaimana kalau nonton.?” ujarku mengusik hatinya.
“ Lho, katanya nggak suka nonton?” balasnya.
“ Iyalah, kita pergi bareng dengan Lam Hot,” jawabku.
Laura sejenak terdiam lantas berkata; “ Kenapa harus dengan Lam Hot, dia kan punya teman ?” suaranya dengan nada protes nggak setuju.
“ Maunya berdua?”
“ Ah...mas ada-ada saja. Masya berpegian harus dengan adik.?”
“ Bepergian atau pacaran,?” tanyaku iseng.
“ Iya, nggak tahu,” balasnya serius sambil menghentikan langkah, dia memalingkan wajahnya kearahku.

“ Okey, kita berdua, tetapi janji kamu ajarin aku langkah "waltz dance" . Rina cerita, Laura senang tarian itu.
“ Aku belum mahir mas.”
“ Lho, kita ke bar ngapain? dance nggak, minum juga nggak, pie toh mbak.”
“ Aku hanya temanin mas.”

Pembicaraan berakhir setelah sopir datang menjemput kami, sementara Laura belum bersedia untuk pulang. Laura agak kesal melihat sopirnya sudah datang menjemput kami lebih awal dari waktu yang dijanjikan.
“ Kasihan, jangan suruh pulang, “ ujarku setelah Laura menyuruh sopir pulang.
“ Nggak apa-apa mas, nanti aku beri dia ongkos kembali ke hotel. Mas, aku lapar, kita makan dulu sebelum pulang kerumah tapi mas yang nyetir,” ujarnya, lalu menyerahkan kunci mobil.
Hhmmm kamu belum bosan duduk berduaan dengan pemabuk.?"
Massss....!” ( Bersambung)

Los Angeles, July 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/