He said, son I’ve made a life out of reading people’s faces /And knowing what the cards were, by the way they held their eyes /So if you don’t mind my sayin’, /I can see you’re out of aces /For a taste of your whiskey, /I’ll give you some advice
..........
Chorus:
You got to know when to hold ‘em, /know when to fold ‘em /Know when to walk away and know when to run /You never count your money, /when you’re sittin’ at the table /There’ll be time enough for countin’, /when the dealin’s done
Every gambler knows that the secret to survive is /Knowing what to throw away and knowing what to keep /‘Cos every hand’s a winner and every hand’s a loser /And the best that you can hope for is that I end asleep
And when he finished speakin’, /he turned back for the window /Crushed out the cigarette, faded off to sleep /And somewhere in the darkness, /the gambler he broke even /But in his final words I found an ace that I could keep
chorus repeats 3x
“ Ria, apa kamu nggak takut kalau dilihat suamimu menggandeng tanganku seperti sedang pacaran.?”
“ Aku sengaja agar bandarnya tidak marah. Bisa-bisa seumur hidup aku nggak bisa masuk lagi ke Casino ini. Mereka paling benci kalau melihat orang sedang menang, kemudian ada orang lain mengajak pulang, kecuali pacar, isteri atau anaknya.”
“Oh jadi Ria menganggapku pacar.?” guyonku.
“ Bang, mau pulang nggak,?” tanyanya tanpa menjawab guyonanku.
“ Pulang duluanlah, aku mau menginap. Aku punya kamar gratis dari casino,” ujarku.
“ Bang, jangan terlena. Itu sengaja mereka berikan agar terikat disini dan uang kemenangan judi itu panas, percayalah. Lebih baik abang pulang aku antar.”
“ Bagaimana kalau uang kemenanganku kutitipkan kepada Ria.”
“ Abang bego!. tadi aku sudah ingatkan, jangan percaya kepada siapapun di casino ini; semua pembohong dan penipu.”
“ Kamu juga.?”
“ Iya. Setidaknya aku membohongi dan menipu diriku sendiri,” jawabnya.
Dia menggandeng tanganku menelusuri casino hingga keparkiran mobil.
“ Kok maksa seperti ini, kita mau kemana, kerumahmu,?” tanyaku sambil memasuki mobilnya. Ria diam tak mau menjawab, dia hanya memandangi wajahku. Aku mengulangi pertanyaanku, tetap Ria tak menjawab. Tak berapa lama dia memarkirkan mobilnya didepan sebuah bank swasta. Ria kembali menggandeng tanganku, mengajak masuk kedalam bank. Sementara kami mengantri, aku bertanya : “ Mengapa aku ikut antrian.?”
Ria hanya tersenyum tanpa menjawab. Aku mengulang pertanyaanku dengan rasa jengkel. "Aku mau mendeposito kemenanganku.”
“Kenapa aku harus ikut antri.?”
“ Uang abang juga harus dideposito. Tadi abang kan mau titip.! ?”
Setelah mendeposit hasil kemenangannya, Ria meminta uang kemenanganku.
“ Abang buka rekening sendiri,”ujarnya.
“Aku belum punya identitas Jakarta.”
“ Aku yang beri jaminan kepada bank."
Aku memilih kembali ke casino tanpa buku dan deposito Ria. Tiba dihotel hatiku mulai gelisah mengingat uang yang baru saja dideposit. Kenapa aku percaya begitu saja memberi buku depositoku kepada Ria yang aku kenal di casino, tempat jahanam?. Padahal dia sendiri telah mengingatkan; tidak seorangpun dapat dipercaya di meja judi tidak terkecuali dengan perempuan.
Kenapa aku begitu sembrono mempercayanya?. Dikamar hotel, aku merebahkan tubuhku dengan pertanyaan tak kunjung terjawab: “ Kenapa aku gampang ditipu makhluk perempuan itu.?” Dalam kegelisahan, aku kembali ke casino. Sisa uang aku mainkan tanpa kontrol Ria. Dalam waktu singkat, uang hampir ludes. Aku ingat pesan Ria,”jangan emosi“. Aku beringsut dari meja judi ; Aku melangkah seperti orang putus asa karena uang tersisa tinggal sedikit.
Aku menaiki tangga menuju lantai kedua, ingin tahu jenis permainannya. Sejumlah pemain teriak -teriak sembari mengacungkan tangannya; "gim!..gim!"seru mereka saling mendahului. Seseorang menjelaskanku bagaimana cara mainnya. Akh....ternyata cocok untuk orang yang mempunyai modal terbatas. Keno (sejenis kim tapi tanpa musik dan syair); menurutku itu jenis judi haya bagi orang-orang iseng. Aku kembali bermain bacarat, uang naik turun hingga tinggal ongkos taksi pulang.(Bersambung)
Los Angeles. April 2009
Tan Zung
Magdalena & Dosenku "Pacarku ": http://tanzung.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment