Thursday, April 23, 2009

Telaga Senja (18)



http://www.youtube.com/watch?v=IkDBBSHUIyA

An empty street,/An empty house,/A hole inside my heart,/I’m all alone, the rooms are getting smaller/ I wonder how,/I wonder why,/I wonder where they are,/The days we had,/The songs we sang together(oh yeah)./ And ohhh.. my love,/I’m holding on forever,/Reaching for a love that seems so far,
Chorus:
So I say a little prayer,/and hope my dreams will take me there,/where the skies are blue to see you once again,/My love,over seas from coast to coast,/to find the place I love the most,/where the fields are green to see you once again, my love.

I try to read,/i go to work,/i’m laughing with my friends,/but i can’t stop to keep myself from thinking(oh no)

I wonder how/I wonder why/I wonder where they are/the days we had, the songs we sang together(oh yeah) / And ohhh.. my love/I’m holding on forever, reaching for a love that seems so far
Chorus
To hold you in my arms,/To promise you my love,/To tell you from a far/You’re all I’m thinking of/ Reaching for the love that seems so far


====================
Di akhir percakapan Magda mengingatkanku, agar tidak teler, jangan main judi dan main perempuan lagi.
" Nggak lagi, aku janji. Kecuali kepepet," godaku.
" Banggggg!!!!!" teriaknya diujung telephon.
====================
SEMINGGU setelah Rina kerumah, adik Lamhot menemuiku. Dengan wajah kusam. Aku mengira dia mau curhat kepadaku karena dia ada masalah dengan pacarnya Rima atau di kantornya.
" Bang, boleh kita bicara diluar. Ada yang sangat penting," ajaknya.
" Kamu punya masalah dikantor atau dengan pacarmu?"
" Bukan.! Masalah dengan abang."
" Aku bermasalah? Masalah apa?. Aku baik-baik saja. Kenapa harus bicara diluar? Kita bicara di kamarku saja. Ah kamu bikin aku sesak nafas. Dengan siapa aku bermasalah, ?" cecarku.
" Bang, Rina menghilang. Dia pergi dari rumah sejak kemarin malam."

" Ada apa dengan dia? Kenapa Rina menghilang? Bagaimana kalian tahu Rina menghilang. Boleh jadi dia menginap dirumah temannya."
Rima menemukan surat diatas meja kamarnya. Rina berpesan:
" Papi, mami dan Rima, tolonglah Rina tidak dicerca lagi. Aku mengaku salah karena menorehkan aib ditengah keluarga kita. Papi, Rina bukan perempuan jalang. Biarkan aku sendiri menentukan jalan hidupku. Hidup akan kugapai dengan jalanku sendiri. Maafkan Rina, anak durhaka.!"

" Rina ribut dengan papi-maminya? Sebabnya apa? Kalian sudah mencarinya,?" tanyaku gusar.
" Sudah bang.! Sejak tadi pagi kami sudah cari kerumah teman-temanya, tetapi mereka tidak tahu keberadaannya."
" Rina menghilang, kenapa kamu bilang itu masalahku.?"
" Memang abang nggak tahu dimana Rina.?"

" Nggak! Aku terakhir ketemu dia minggu lalu di rumah ini, ketika kalian menghantarkan surat Magdalena."
“ Rina hamil bang! Kedua orangtuanya sangat marah, karena dianggap menaruh aib ditengah keluarga,” ujar adikku.
" Hah...! Rina hamil!?"
“ Abang memang nggak tahu.?”
“ Bagaimana aku tahu. Aku juga tahu dia menghilang dari kamu."
" Itulah masalahnya bang. Sebaiknya abang jujurlah."
" Aku nggak mengerti arah pernyataanmu. Jadi kamu pikir aku menghamilinya,!?”
“ Soalnya, sebelum abang pindah selalu berdua dirumah. Juga sering pulang larut malam. Abang serius nggak tahu dimana Rina.?”

“ Sekali lagi kau ulang pertanyaanmu, akan kukuncir bibirmu,” teriakku marah.
Lho, kenapa abang marah,?”
“ Lam Hot, aku tak sepicik itu. Berani berbuat harus berani bertanggung jawab."
“ Benar! Bang, penjara tak muat, kalau semua penjahat mau mengaku jujur.”
“ Jadi, kau dan keluarganya menuduhku.?”

“ Bang, Rima adiknya menemukan catatan harian Rina. Aku telah membacanya, juga kedua orangtuanya.”
“ Apa hubungannya catatan hariannya denganku?”
“ Dari semua lembaran buku hariannya, hanya nama abang yang paling sering disebut, “ujar adikku seraya menyerahkan buku harian Rina.
" Isinya apa dik.?"
"Abang baca sendiri."
***
Sabtu, 14 Februari: Hari yang tak dapat aku lupakan, aku dan mas Tan Zung menikmati indahnya malam sepulang nonton. Aku tak menyangka kalau dia lelaki berhati lembut. Dia seorang pria jantan yang belum pernah aku temukan diantara teman priaku termasuk Paian.

Minggu 15 February: Aku dan mas Tan Zung duduk di rerumputan taman Ancol dibawah sinar rembulan hingga menjelang tengah malam.

Senin, 16 Februari: Tan Zung membantuku mempersiapkan makan siang. Dia sering mencuri pandang kearahku. Ah...aku salut dengannya; Dia berdoa sebelum mencicipi makanan. Hal seperti belum pernah aku lihat adiknya Lam Hot.

Sabtu, 21 Februari: Aku marah karena Tan Zung terlalu banyak minum ketika kami ke bar. Tetapi, mas Tan Zung pintar meluluhkan hatiku. Rasa dongkol berubah sejuk, aku terlena dengan kalimat puitisnya. Lengan tangannya yang kokoh menggapit lenganku, menunutunku keluar dari bar menuju tepi pantai dibelakang bar itu.

Gema suaranya bagai genta menghentak heningnya malam; Gejolak sukma bagai gemuruh ombak mengubur masa laluku ketika aku dan dia duduk dibebatuan pinggar pantai. Malam itu dia berucap, “ Rina, tengok nelayan itu bungkuk menaruh jala kecilnya kedasar laut. Tangannya mengapit lentera kecil seakan mengejek cahaya rembulan. Tetapi aku tak mengerti makna ucapan mas Tan Zung.

Semeilir angin malam menghantarkanku terlena diatas kedua pahanya. Dia membiarkan rambutku , menutupi wajahnya yang tergerai oleh hembusan angin dari samudera luas. Kami terbangun ketika nelayan itu mengingatkan: sebentar lagi laut akan pasang.

Aku bangun, tersipu malu ketika ibu nelayan menatap wajahku, teduh. Pasangan nelayan itu terus menatapku senyum dalam pangkuan Tan Zung hingga dibalik batang pohon rindang. Tan Zung tak membiarkan diriku menapak diatas pasir putih; dia memopongku hingga kemobil. Malam indah mengukir sejuta kenangan. Ah..belum...belum seorangpun sahabat lelaki memperlakukanku semesra itu.
***
“ Bang, nanti baca lanjutannya. Mereka menunggumu dirumah. Abang harus kesatria, jangan pengecut.”
Iyalah. Aku tetap bertanggungjawab atas apa yang telah aku lakukan. Aku akan mencari Rina hingga keujung langit sekalipun,” janjiku untuk menenangkan hatinya.
“ Seorang berpakaian militer mengetuk pintu rumah. Segera adikku menemuinya ke luar. Aku melihat mereka berbicara serius, agaknya dia sudah mulai bosan menunggu pembicaraanku dengan Lam Hot. Oknum militer mendengar dengan seksama uraian adikku, dia mengangguk-angkuk kepalanya.
“ Mas, aku tunggu dirumah !” suaranya menggelegar dengan tatapan tajam ke arahku.
***
Aku melanjutkan membaca seluruh buku hariannya, sekaligus ingin mencari beberapa informasi yang dapat membantu menemukan Rina. Aku melihat nama Rihat lengkap dengan alamat dan nomor telephon pekerjaannya. Nama ini masih melekat dalam ingatanku, ketika Rina menceritakan kedekatannya dengan Paian. Segera aku menghubunginya lewat telephon, dia mau membantu tetapi menolak bertemu denganku.

Sejak pagi, Rima, adikku Lamhot dan aku bersama-sama mencari Rina kerumah sahabat-sahabatnya, tetapi tak ketemu. Kedua orangtuanya menyesali diri sendiri karena mengusir Rina dari rumah. Mereka takut Rina akan bunuh diri. Setelah menunggu selama dua hari Rina tak kunjung pulang, atas inisiatipku, Rima dan Lam Hot melaporkan ke polisi, Rina hilang, dengan menyebutkan ciri-ciri serta pakaian yang dikenakannya.

Esok harinya, pukul 05:00 dini hari, dering telefon mengagetkan aku dan orangtua Rina ketika polisi meminta kami datang ke rumah sakit. Aku terhuyung dikamar adikku, hatiku hancur membayangkan penderitaannya dan nasib janin dalam kandungannya. (Bersambung)
Los Angeles. April 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment