Thursday, September 10, 2009

Telaga Senja (120)

"All Out Of Love"
I'm lying alone with my hand on the phone/Thinking of you till it hurts/I know you're hurt too/But what else can we do? Tortmentedr and torn apart/I wish I could carry/Your smile in my heart/For times when my life seems so low /It would make me believe/What tomorrow could bring/And today doesn't /really know,/Doesn't really know...

*) I'm all out of love/I'm so lost without you/I know you were right/We're leaving for so long/I'm all out of love/What am I without you/I can't be too late/To say that I was so wrong...

I want you to come back and carry me home/Away from these long, lonely nights /I'm reaching for you/Are you feelin' it too/Does a feeling seem oh so right /But what would you say/If I call on you now/To say that I can't hold on /There's no easy way/Think it's harder each day/Please love me or I'll be gone..
*)
Oooh - what are you thinking of/What are you thinking of/What are you thinking of/What are you thinking of.....
*)
Out of love baby/Out of love/So wrong baby/Oh so wrong baby/So out of love/I'm all out of love /Out of love baby/Out of love darling/All out of love....
================
“ Kalau mas butuh, sewaktu-waktu dapat kita pesan,” tawarnya. Ah...rupanya juragan “ jengkol “ juga pak tua itu. “ Harus pintar-pintar mas. Cukup itu relatif,” jawabnya ketika ditanya kenapa harus double job, tokh gajnya sudah cukup lumayan.
===================

Kurang lebih satu jam sepeninggal Tia, seseorang mengetuk pintu kamarku. Aku terhenyak tapi terpesona saat membuka pintu. Seorang perempuan berparas cantik berdiri di depan pintu.
“ Mas Tan Zung.?” tanyanya.
“ Ya. Anda siapa?” tanyaku.
“ Boleh aku masuk mas,?” balasnya.
“ Oh..ya..iya tentu, silahkan. Boleh aku menutup pintunya,?” tanyaku.
“ Terserah penghuni kamar,” jawabnya genit.
“ Maaf, nama mbak siapa. Bagaimana tahu nama dan kamar ini.?”
“ Namaku Ririn. Aku tahu nama mas dari boss. Pesannya, mas butuh bantuan setelah kerja seharian .”
“ Bantuan apa? Aku hampir selesai kok? Anda juga staf keuangan.? Tetapi aku tidak melihatmu dikantor tadi pagi!?”

“ Iya. Pagi aku disuruh boss menjemput tagihan ke luar kota. Sore tadi baru tiba. Aku beruntung dong, pekerjaaan telah hampir selesai. Kita ngobrol saja, kalau nggak keberatan sih, “ ujarnya sambil duduk di pojok tempat tidurku. Kemudian dia membuka tas tangannya, mengeluarkan sebungkus rokok menthol produk dalam negeri.
“ Boleh Ririn merokok,? tanyanya. Walau aku tidak menjawab, dia telah menyalakan rokoknya.
“ Sudah menikah mas?” tanyanya sambil menikamti rokok yang terselip diatantara dua bibirnya.
“ Hampir. Tetapi yang pasti tahun ini.”

“ Ririn sudah menikah.?
“ Sama seperti mas. Hampir. Pacarku sekolah di India sejak dua tahun lalu. Kami akan menikah setelah dia kembali dari India. Mungkin tahun depan,“jelasnya, sambil menyodorkan bungkus rokoknya. “ Silahkan mas. Second smoke lebih berbahaya dari first smoke, "ujarnya.

Tidak begitu lama setelah Ririn dikamar, room services datang membawa sebotol red wine buatan luar dan minuman ringan berikut makanan kecil. “ Siapa yang pesan pak?” tanyaku pada pelayan.
“ Nggak tahu pak, aku hanya mengantarkannya.”
" Mas nggak suka minum anggur?” tanya Ririn ketika pelayan meninggalkan kamar.
“ Aku suka. Tetapi nggak tahu siapa yang pesan. Ntar billnya masuk dalam tagihan kamar, nggak enak, sama boss Jakarta.”

“ Nggak usah khawatir mas. Bila perlu aku yang bayarin,” tantangnya. “Ini anggur yang Ririn sukai, “lanjutnya sambil menuangkan ke gelas kami berdua. Ririn tak kelihatan tak terpengaruh dengan anggur yang diminumnya meski porsinya sama dengan bagianku. “ Mau lagi mas?” tanyanya. “ Cukup.” jawabku singkat, sambil rebahan diatas kursi. Enggan naik keatas tempat tidur.
“ Bagaimana kalau kita ke bawah. Disana ada bar kecil, kita menikmati musik sebelum tidur,” ajaknya. Mendengar bar, rasa letih langsung pulih.
“ Bolehlah, tetapi jangan terlalu larut malam. Aku harus merampungkan pekerjaanku besok pagi, sebelum kembali ke Jakarta.”

“ Lho, kok pulang? Kata Tia besok mau jalan seputar kota Bandung. Aku ditugasin menemani mas!?"
“ Iya , aku memang bilang ke Tia. tetapi aku sudah sangat rindu sama pacar nih,” dalihku. Ririn ketawa mendengar jawabanku. Sepertinya, Ririn sudah terbiasa nongkrong di bar itu. Sejumlah pengunjung menyapa dan waitress menyambut kami ramah. Ririn memilih tempat duduk di sudut ruangan. Tampaknya kami mempunyai “selera” yang sama soal memilih tempat.
Tembang demi tembang asamara mengalun dalam keresahan. Resah, karena aku bersama dengan perempuan yang belum aku kenal betul. Aku mulai sadar, ini adalah jebakan yang telah Laura ingatkan sebelumnya. Malam itu, aku sengaja membatasi diri meneguk minuman walau sering tergoda untuk mereguknya.


Untuk "turun" aku masih melayaninya, tetapi tidak meneguk minuman berlebihan. Aku juga khawatir keblabasan dengan perempuan yang aku yakini penjaja nikmat sesaat. Ririn terus mengasup minuman, sepertinya dia telah kehilangan kontrol. Dia tak sungkan memelukku dalam remang ruang yang menyesakkan. Sesekali dia berbisik ditelingaku. Tak jelas apa yang dikatakannya. Ririn menolak ketika aku minta ijin masuk kekamar.
" Aku ngatuk Rin."
" Sebentar lagi mas. Mas tega meninggalkan aku sendiri.?" protesnya. " Ini yang terakhir mas," ujarnya seraya memanggil waitress. Ririn menyodorkan minuman yang baru saja dipesan. Aku menolak. " Mas, untuk yang terakhir," bujuknya sambil menyorongkan ke mulutku. Ririn mencium ku , ganas, setelah aku mereguk minuman yang disodorkannya. Jarum arlojiku telah menunjukkan pada angka 12, aku permisi undur diri.

" Mas, boleh aku numpang dikamar sebelum pagi.?" tanyanya. " Tempat tidur hanya satu Rin. lagi, ngak enak dengan Tia dan bossmu kalau kiota tidur dalam satu kamar."
" Nggak usah pikiran orang mas. Boleh nggak aku numpang hanya beberapa jam.?" ibanya. Aku menuntunnya masuk ke kamar lewat tangga biasa. Aku terpaksa memopongnya setelah beberapa kali hampir jatuh. Ririn tak sadarkan diri. Aku menyelimuti seluruh tubuhnya, sementara perasaanku was-was kalau di akan muntah. Huh...syetan.. keluhku., sebelum aku terkulai di atas kursi. Rasa letih seharian, menghantarkan tidurku tanpa peduli dimana badan "nyangkut".

Pagi sekitar pukul empat pagi, aku mendengar ketukan pintu kamar. Aku bergegas ke depan pintu, sambil melekatkan kupingku ke daun pintu. Sepertinya, suara itu mirip suara Laura. Tetapi kenapa sepagi ini.? Segera pintu kubukakan setelah yakin dia adalah Laura.

" Maaf mas, mengganggu tidurnya," ujarnya dengan senyum merekah. Tiba-tiba langkahnya berhenti, barang kecil dalam gemgaman tanganya terjatuh. Dia berbalik kearahku: " siapa perempuan ini,?" tanyanya geram.
" Ririn. Dia staf kantor cabang. Dia hanya numpang tidur," jawabku sedikit gugup.

Tiba-tiba tangan Laura melayang kearah mukaku,. Aku kaget luar biasa. Laura yang aku kenal lembut dan sabar berubah jadi "singa". " Dasar lelaki...!" ujarnya sambil berjalan cepat meninggalkanku berikut barang bawaanya. ( Bersambung)

Los Angeles. September 2009
Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment