Wednesday, October 21, 2009

Telaga Senja (145)




Beautiful Girl
Beautiful girl, wherever you are/I knew when I saw you,/ you had opened the door/I knew that I'd love again / after a long, long while/I'd love again.

You said "hello" and I turned to go/But something in your eyes/ left my heart beating so/I just knew that I'd love again /after a long, long while/I'd love again.

Refrain :
It was destiny's game/For when love finally came on/I rushed in line only to find /That you were gone.

Whenever you are,/ I fear that I might/Have lost you forever/ like a song in the night/Now that I've loved again / after a long, long while /I've loved again.

*Repeat Refrain
Beautiful girl,/ I'll search on for you/'Til all of your loveliness /in my arms come true/You've made me love again/ after a long, long while/In love again/ And I'm glad that it's you/ Hmm, beautiful girl.

=================
“ Bang sudah dapat melihatku?
“ Ya! Magda cantik sekali ! Kok kamu seperti mau ke pesta!?”
“ Iyalah bang, aku sengaja. Kan pandangan pertama, setelah mata abang celik, aku harus terlihat cantik. Tapi aku nggak pakai lipstik lho bang.”
“ Kenapa..?”
“ Nanti pada nempel dimana-mana,”ujarnya genit, sementara hidungnya masih beradu dengan hidungku. “ Zung....kita pulang ke Medan iya...!?”

==================


“ Aku masih cantik iya bang? Cantikan siapa, aku atau Laura?”
“ Keduanya cantik....”
“ Zung..!? Abang sudah bosan melihat aku?”
“ Magda! kamu nggak malu, menjeng, ada Lam Hot dan mamatua?”
“ Nggak. Kenapa malu? Aku kan menjeng ke calon suamiku!? Abang belum jawab pertanyaanku, abang sudah bosan dengan aku?”

“ Magda, kecantikanmu melebihi kecantikan siapapun terutama hatimu. Aku nggak butuh kecantikan rupa tanpa ketulusan hati. Magda memiliki keduanya. You are so beautiful
“ Abang jujur bukan karena terbujur kan?” ujarnya mengernyih.
“ Magda, siapapun orang yang sedang jatuh dalam pencobaan, seperti aku misalnya, tak akan mampu berkata dari dua sudut mulut. Kenapa sih, kamu masih terus mengujiku!? Entah kapan aku dapat lulus tanpa bumbu rasa curiga,” keluhku. " Belum cukupkah senandung burung camar di telaga senja nan sunyi itu, bertutur tentang penderitaanku?"

“ Aku mendengar dan merasakan getaran senandung itu bang, tapi aku sukar memahaminya. Entahlah karena sudah terlalu banyak senandung duka yang masih mendera. Zung, bukankah semuanya ini disebabkan oleh abang sendiri? Enam bulan lalu, aku tulus melepaskan abang “merantau” ke Jakarta, tetapi hasilnya seperti ini?”

“ Magda menggagap musibah ini sebagai ganjaran atas ketidaksetiaanku terhadapmu?”
Magda menatapku dengan mata bening dilabur kejujuran sukma. Pelan dia berbisik ; “ Zung, jangan tanyakan itu pada diriku. Jujurlah abang terhadap diri sendiri. Tanyakanlah padaku, apakah aku masih setia kepada abang? maka aku akan menjawab sejujurnya, “ya”. Tetapi manakala riuh rinduku bergema di padang belantara luas nan ganas itu, abang tak mendengar, karena terlena dengan simponi baru berlirik tentang cinta. Zung! Jangan salahkan aku, bila terus menguji ketulusan hatimu. Mampukan abang menghempang semilir angin malam hanya dengan dua telapak tangan?”

“ Aku telah berusaha dengan seluruh keberadaanku. Lalu kapan aku dapat lulus?”
“ Setelah abang pulang bersamaku, abang akan dinyatakan lulus.”
“ Lulus murni?”
“ Belum. Lulus dengan percobaan.”
“ Berapa lama?”
“ Hingga aku dan abang duduk bersanding di pelaminan.”
“ Sekaranglah!” godaku.
“ Boleh. Lam Hot, tolong panggilkan pendeta!” teriaknya.

“ Untuk apa pendeta? celutuk ibuku
“ Mau berdoa mengucup syukur mamatua.” jawabnya geli
“ Nantilah dirumah,” jawab ibuku polos.
“ Di Medan saja iya mamatua?”
“ Terserah kalianlah,” jawab ibuku diiringi tawa.
“ Enam bulan ditinggal, kamu semakin nakal!”
“ Kan, abang yang ajarin,” balasnya dengan tawa renyah.
***
“ Magda, siapa yang masak ini ? tanya ibu sambil membuka rantang berisi arsik.
“ Aku yang masak mamatua.”
“ Kapan kamu masaknya?”
“ Tadi mamatua. Itu makanya aku datang terlambat. Sebelum aku berangkat, mami sudah siapkan bumbunya, aku hanya masak ikannya. Tadi waktu Lam Hot mau jemput aku, ikannya belum matang," jelasnya disambut tawa ibuku.

Magda heran melihat ibuku tertawa lepas setelah mendengar tuturannya.
“ Mamatua, kenapa ketawa?”
“ Adikmu Lam Hot kurang ajar. Tadi dia bilang, Magda nggak mau datang karena tadi malam kalian ribut dengan abangmu. Tadi, mamatua marahin abangmu,” ujarnya dengan tawa terpingkal-pingkal menahan rasa geli, karena Lam Hot berhasil mengecoh aku dan ibu. Magda juga tak dapat menahan geli, tertawa lepas. Sementara Lam Hot beringsut meninggalkan ruangan sambil ketawa.

“ Pasti tadi abang percaya dan kesal ke aku mendengar cerita bohong Lam Hot”
“ Iya, tadinya abangmu nggak percaya. Tetapi karena Lam Hot bicaranya serius, abangmu kesal dan marah.” jawab ibuku masih terguncang menahan tawa.

“ Kok tahu abangmu suka arsik?” tanya ibu.
“ Kalau abang datang kerumah, selalu minta dimasakin arsik. Kemarin dulu, sebelum berangkat, mami sudah siapkan bumbunya. Mami pesan, supaya aku masak arsik untuk abang. Mamatua, abang ini sangat manja kalau dirumah, apalagi kalau ada mami. Huhhh...kayak raja. Nggak boleh disuruh biar juga nyimpan piring bekas dipakai. Kalau aku lagi kesal ke abang, pasti mami omelin aku.” tutur Magda disambut tawa ceria ibuku.
“ Mamimu kan pariban (adik sepupu, pen). Jadi abangmu dianggap anaknya,” balas ibu sambil mempersiapkan makanan untukku.

Ketika ibu agak berjarak dari kami, aku berbisik ke Magda; “ Magda, nggak usah cerita lagi mengenai mami. Tadi ibu sudah ingatkan, mamimu itu adiknya. Jadi kita mar ito ( sepupu, pen). Payah juga kamu. Entar gimana dong kita mau nikah? Masya menikah na mar ito ?” ( Bersambung)

Los Angeles. October 2009

Tan Zung
Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment