Wednesday, December 9, 2009

Telaga Senja (182)




http://www.youtube.com/watch?v=rriGtwl1oGE

Celine Dion -Think Twice
Dont think I cant feel theres something wrong/Youve been the sweetest part of my life so long/I look in your eyes, theres a distant light/And you and I know therell be a storm tonight/This is getting serious/Are you thinking bout you or us
(chorus)
Dont say what youre about to say/Look back before you leave my life/Be sure before you close that door/Before you roll those dice/Baby think twice

Baby think twice for the sake of our love, for the memory/For the fire and the faith/ that was you and me/Baby I know it aint easy when your soul cries out for higher ground/coz when youre halfway up, youre always halfway down/But baby this is serious/Are you thinking bout you or us

(repeat first chorus)
Baby this is serious/Are you thinking bout you or us/Dont say what youre about to say /Look back before you leave my life/Be sure before you close that door/Before you roll those dice

Dont do what youre about to do/My everything depends on you/And whatever it takes, Ill sacrifice/Before you roll those dice/Baby think twice

=============
“ Bah! Yang pertama baru beberapa jam melahirkan. Beberapa bulan lagi masih mau nikah. Satu rumah pula !?” Hebat...hebat..dunia semakin maju..” gumannya seraya geleng-geleng kepala
.
==============
Kuatir Magda membuntuti dari belakang, aku meminta pengemudi becak jalan mutar menuju ke rumah kos. Kekuatiranku benar. Saat becak menikung di pertigaan jalan, aku melihat mobil Magda menyusul ke arah rumah kos yang tidak terlalu jauh dari rumahnya.
“ Bang, kita warung beli gado-kado dulu,” ujarku.
“ Terlalu jauh mutarnya,” balasnya. Dia tidak tahu, alasanku kenapa tiba-tiba berubah jalur.
“ Kita nggak usah ke sana,” ujarku, menyebut alamat kosku.
“ Kenapa nggak jadi,?”tanyanya.
“ Nanti kita kelamaan, “isteriku” sudah kelaparan,” dalihku sambil menoleh kebelakang, kuatir kalau-kalau Magda menemukan jejak jalan perkeliruan.

Kini aku merasa diatas angin. Siang aku di ‘skak”, gara-gara Maya, saatnya dia kubalas dengan “skak”. Dia kecolongan dengan lahirnya Thian lebih dini. Saat Rina membutuhkan pertolongan, aku ada disana sebagai”pahlawan”. Aku tahu dia sangat terpukul, karena dia amat sayang dengan Thian, sejak masih dalam kandungan. Dalam posisi ini aku menang selangkah.
Sekarang giliranku memainkan “kuda” dengan sasaran merubuhkan “benteng”pertahanan, satu-satunya pengawal rajanya. Sebelumnya, aku alihkan perhatiannya dengan langkah pionku. Seandainya pun dia mau mengurbankan “menteri”nya, setidaknya permainan akan remis. Artinya, tak ada yang kalah dan menang. Memang, bukan kalah menangnya yang perlu. Penting, keduanya menyadari kelemahan dan mengakui kelebihan satu dengan yang lain.
***
Aku menyerahkan sweater dan gado-gado pesanan Rina. “ Mas, sudah ketemu dengan mbak Magda?” tanya Rina, suaranya datar.
“ Ya. Tadi ketemu dirumah. Rina, nggak usah pikirkan itu. Jaga kesehatanmu dan Thian. Rina sudah ingat benar wajah Thian. Ntar keganti dengan anak orang lain.” ingatku,
” Ya, ialah mas. Nggak usah kuatir “anak kita” tidak akan ketukar,” tawanya.
“ Rin, jangan panggil aku “papa”, meski sedang bercanda, ntar urusannya panjang. Hanya karena duduk berdampingan dengan Maya dalam satu angkutan umum itupun jadi persoalan,”ujarku mengingatkannya.
"Iyalah mas. Nggak bakalan."

“ Rina mau makan sekarang? Mau aku suapin?”
“ Halah..malah mas Tan Zung mau buat persoalan lagi. Lagian, aku baru boleh makan beberapa jam lagi. Kenapa nggak datang bareng dengan mbak Magda?”
“ Tadi aku sudah katakan, jangan dulu pikirkan kami. Ntar juga dia datang. Aku sudah titip pesan. Rin, boleh di tinggal sebentar? Barang-barangku masih di dalam becak. Aku sudah dapat kamar.”

“ Mas mau pindahan kemana? Mbak Magda sudah tahu.?”
“ Belum. Nanti dia juga tahu.”
“ Mas, jangan pindah dulu. Kebetulan mas dan Magda lagi nggak enakan,” ingatnya.
“ Koperku masih di tinggal. Rin, apa cerita Magda tentang Maya?"
" Kenapa nggak tanya langsung ke mbak Magda. Ntar mas marah lagi ke aku.
" Nggak. Aku janji demi Thian," gurauku. " Menurut mbak Magda , ketika mau jemput mas, dia melihat Maya dan mas keluar bersamaan dari kamar mandi. Magda kaget dan langsung lari ke mobil. Mbak Magda sangat terpukul lho mas. Apalagi kalian sudah merencanakan pernikahan pada awal bulan, tahun depan.

"Pak Ginting lihat waktu Magda datang?"
" Menurut Magda sih, nggak. Isterinya yang melihat."
" Apa lagi cerita Magda?"
" Mbak Magda juga melihat kalian pergi bareng dengan mobil angkutan. Itu saja dia ceritakan ke aku," tutur Rina.
" Terimakasih Rin. Semua penuturan Magda benar. Tetapi nantilah aku jelaskan kenapa itu bisa terjadi," ujarku seraya minta ijin pulang.

Pak guru merangkap penarik beca itu masih menungguiku. Dia duduk depan kios penjual rokok. Tampaknya dia menahan haus, kelihatan dari bibirnya, kering. Selain rasa iba, aku menaruh hormat dan salut atas perjuangannya. Dia juga berperilaku santun. Aku sodorkan langsung sebotol minuman ringan, setelah sebelumnya dia menolak tawaranku. Tanpa aku minta, dia membantu mengangkat barang-barangku ke dalam kamar. “ Bulan depan mau menikah, kenapa pindah?” tanyanya. Karena aku sudah merasa dekat, akhirnya kuceritakan sesungguhnya, siapa Rina dan Magda yang dia dengar panggil aku“papa”.

“ Oh..begitunya? Ah..bapak ini nggak ktahuan bercanda bah. Jadi malu aku. Tadi aku sempat ngomel-ngomel pada dunia,” tawanya lepas.
“ Jadi, aku masih perjaka tingting bang. Jangan panggil aku bapak. panggil saja namaku Tan Zung atau adik.”
“ Iya lah. Jangan lupa undang aku nanti pada resepsi pernikahannya,” ujarnya seraya permisi pulang setelah melihat mobil Magda parkir di pinggir jalan, depan kamarku. Sebelum dia meninggalkan kamar, aku menyelipkan sejumlah uang ke kantongya setara pendapatannnya seharian menarik becak pada akhir pekan. Tak lagi merasa sungkan, dia menyodorkan tangan, memberi salam Magda saat berpapasan di didepan kamarku. ( Bersambung)
Los Angeles. December 2009


Tan Zung
"Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment