Monday, August 31, 2009

Telaga Senja (112)

Highway run/Into the midnight sun/Wheels go round and round/You're on my mind
Restless hearts/Sleep alone tonight/Sending all my love/Along the wire


They say that the road/Ain't no place to start a family/Right down the line/It's been you and me/And lovin' a music man/Ain't always what it's supposed to be/Oh, girl, you stand by me/I'm forever yours/Faithfully

Circus life/Under the big top world/We all need the clowns/To make us smile/Through space and time/Always another show/Wondering where I am/Lost without you

And being apart/Ain't easy on this love affair/Two strangers learn to fall in love again/I get the joy of rediscovering you/Oh, girl, you stand by me/I'm forever yours/ Faithfully

Whooa, oh-oh-ooh/Whooa, oh-oh-ooh, oh/Whooa, oh-oh-oh, oh-whoooooa-oh/Faithfully/I'm still yours/ I'm forever yours/Ever yours/Faithfully
=====================
Selamat malam Laura.!” ujarku. Laura Segera mendekapku sesaat aku beranjak dari tempat dudukku.
“Tunggu dulu mas, aku belum selesai bicara.!”
“Menunggu!? Kemudian kamu akan mengusirku seperti seorang tikus tak waras.!?”
===================

Dugaaanku tidak meleset, Laura marah “mewakili” perasaan Magdalena setelah dia berbicara dengan Rina. Sayang, berita yang didapatkannya dari Rina tidak sepenuhnya benar.
“ Mas, aku kasihan dengan mbak Magdalena. Semalam dia menangisi mas. Baru saja aku bermasalah, kini terulang lagi dengan ibu itu. “ ujarnya.
“ Kamu bicara langsung dengan Magda.?”
“ Tidak mas. Aku bicara dengan Rina. Dia juga menangis ketika bercerita; Kesehatan mbak Magda terganggu setelah kejadian itu. Mas, kasihan dengan mbak Magdalena,” ucapnya pelan.

“ Mau mengetahui cerita sesungguhnya? Sekarang telepon mbak Magda, ayo!” desakku.
“ Jangan mas, sudah larut malam, nanti mbak Magda salah mengerti lagi,” katanya lembut sambil melepaskan pelukannya.
“ Laura, kini sudah jelas? Bolehkah aku pulang.? Kan nggak baik berduaan dikamar seperti ini, ntar dikirain orang kita sudah nggak waras,“ ujarku ngenyek disambut tawa masem Laura.
“ Iya. Mas pulang kerumah atau ke hotel.?”
“ Pulang kerumah orang waras.!”
***
HARI berikutnya, aku masih bersama Susan. Setelah urusan selesai, aku mengajaknya kekantor seperti aku janjikan kepada Laura. Rekan sekantor merasa surprise atas kehadiranku bersama Susan, tak terkecuali Neneng dan Laura. Kami langsung menuju ruangan direktur utama perusahaan. Aku memperkenalkan Laura bekas dosenku sekaligus memberitahukan bahwa Susan butuh bantuanku sejak kemarin. Mata Laura melirik tajam kearahku ketika menghantarkan minuman untuk kami bertiga. “ Terimakasih Laura, “ ucap Susan sesaat dia meninggalkan kami. Laura berlalu melengos tanpa menyahut.

Kami hanya berbicara tak begitu lama, Adrian mengantarkan kami hingga ke ujung kamarnya sambil mengingatkan besok aku harus berangkat ke Bandung membantu menyelesaikan masalah pembukuan kantor cabang. Aku dan Susan sengaja menemui Laura ke meja kerjanya. Dalam percakapan singkat itu, Laura tak mampu menyembunyikan rasa tidak senangnya terhadapku. Dia hanya melayani pembicaraan Susan. Tak sekalipun menggubris celutukanku hingga aku dan Susan keluar dari kantor.

“ Bang, Laura masih cemburu tuh,” ucap Susan saat kami pulang.
“ Tak ada undang-undang yang melarang orang cemburu, juga dengan Laura.”
“ Abang bilang kalian sudahan. Kok dia masih sewot begitu.?”
“ Apa bedanya dengan Susan. Meski sudah lama kita”cerai” masih cemburu. Kemarin malam ketika di bar, Susan cemburu ketika seorang permpuan mengajakku dansa dan memberiku ciuman.”
“ Aku bukan cemburu. Marah iya karena abang selalu mengaku nggak pernah main dengan perempuan lain.”

Tiba di hotel, Susan mendapat pesan dari kampus tempat dia mengajar,sifat “urgent”. Susan segera menghubungi rektor. Kemudian dia menghubungi suaminya Hendra di Bandung. Dari percakapan yang aku dengar, rektor menyuruhnya segera kembali ke Medan. Setelah selesai bicara dengan suaminya, Susan meminta aku mengantarkan ke airport. “ Pembantu dekan III sedang sekarat di rumah sakit. Sore ini aku harus pulang,” ujarnya terengah sambil menghubungi maskapai penerbangan, minta pengajuan schedule penerbangannya.
“ Zung, tolong bantu beresin barang-barangku,” pintanya sembari menunggu jawaban dari pihak maskapai penerbangan.

Susan berteriak memanggil namaku ketika dilihatnya, aku berlakon pesuruh menerima perintahnya:’ Iya siap bu.” ujarku sambil membungkuk. Sebelum meniggalkan hotel, dia memberiku kunci kamar. “ Abang teruskan pemakaiannya hingga besok lusa. Aku sudah bayar.” ujarnya . Di airport, aku dan Susan terjadi “pertengkaran” singkat. Gara-garanya, aku menolak pemberian sejumlah uang yang dimasukkan ke kantongku. “ Untuk apa ini, upah sebagai pengawal atau sebagai pacar.?”

“ Zung, kenapa sih kamu selalu menolak jika aku memberimu sesuatu. Terserah abang menganggap pemberianku sebagai apa. Aku tulus Zung, nggak ada maksud tersembunyi.” Akhirnya, aku biarkan tangannya memasukkan envelope itu ke katong celanaku seraya berujar:” Kalau memberi jangan hanya pada satu kantong. Isilah semua kantongku, kalau Susan ikhlas.”

“ Halah...Tan Zung belagu.” balasnya. “ Mungkin aku menjabat sementara sebagai pembantu dekan III” ujar Susan dalam ruang tunggu. “ Kalau abang, serius mau mengajar, aku akan bantu. Awalnya jadi asistenku dulu. Nilaimu memenuhi syarat kok jadi pengajar. Abang juga bisa lebih dekat dengan Magda. Zung, jangan terlalu lama berjauhan, nggak baik. Sebenarnya dari segi usia dan lamanya berteman sudah waktunya kalian menikah,” ujarnya.

“ Susan mau bantu aku.?”
“ Kapan dan dimanapun aku siap membantu, apalagi mengenai pernikahanmu. Abang butuh apa, tinggal bilangin, aku dan Hendra akan bantu. Jangan lama-lama.”
“ Tolonglah bicara dengan Magdalena. Aku serius mau menikahinya, sebelum aku semakin liar.”

“ Pasti. Besok setelah dari kantor, aku akan menemui ke kantornya. Bila perlu aku akan menemui ibunya juga.” jawabnya serius.
“ Jangan Susan!. Kamu nggak berhak mengatakan itu kepada ibunya. Tak sopan. Dalam adat batak, nggak boleh sembarangan menyampaikan keinginan pihak lelaki terhadap pihak perempuan. Ada tahap-tahapannya. Bicara langsung dengan Magda nggak ada masalah, itu urusan pribadi.” jelasku.
“ Ah...adat batak. Terlalu bertele-tele,” balasnya ngakak.
“ Bertele-tele tapi asyik meski kadangkala membosankan dan menyebalkan.”( Bersambung)

Los Angeles. September 2009


Tan Zung

Magdalena & Dosenku “Pacarku “: http://tanzung.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment